MOJOK.CO – Saya terjebak dalam hubungan aneh dengan Suzuki Esteem. Sebuah mobil sedan tua yang kemampuannya terlalu mumpuni dengan memenuhi semua kebutuhan saya. Harusnya saya mencintainya, tapi….
Saya jatuh cinta. Jatuh cinta pada Suzuki Katana. Setiap kali melihatnya, hati rasanya berdebar-debar, jantung deg-degan dan tentu saja ingin menaikinya eh memilikinya. Mirip-mirip orang yang jatuh cinta pada gadis pujaan. Bodinya yang ramping, tampilannya yang cantik, membuat saya memikirkannya siang dan malam.
Tapi harapan dengan kenyataan sering kali beda.
Satu-satunya alasan agar istri mau dikurangi uang belanjanya demi mencicil mobil hanyalah untuk kepentingan mudik. Dulu ketika masih pengantin baru, kami mudik pakai motor. Menempuh perjalanan jauh dengan berboncengan mesra. Kini anak sudah dua. Sudah besar-besar pula. Mudik dengan motor sungguh menyiksa. Sangat berbahaya untuk nyawa. Bagaimana dengan naik angkutan umum alias bis? Ini sudah pernah kami coba dan rasanya ternyata lebih merana.
Mudik naik bis dengan membawa 4 jiwa dan semuanya langganan mabuk perjalanan. Masya Allah, rasanya berat. Belum lagi bawaan berupa pakaian dan makanan bertas-tas. Membuat mudik serasa perjalanan menuju surga, sangat terjal dan penuh perjuangan.
Untuk keperluan mudik, Suzuki Katana jelas bukan pilihan yang tepat. Bodi Katana yang kecil jelas tidak bisa memuat banyak nyawa. Katana tidak memiliki bagasi, sehingga tidak bisa membawa bekal dalam jumlah banyak dan pulangnya tidak bisa merampok apa-apa dari rumah orang tua.
Ehm, belum lagi kabar yang mengatakan bahwa naik Katana serasa naik kuda. Untuk perjalanan jauh siap-siap kena ambeyen. Ibarat calon istri yang cantik, sangat menyenangkan dipandang, sangat membanggakan dipamerkan akan tetapi tidak bisa memenuhi apa yang kita butuhkan.
Akhirnya pilihan istri eh mobil jatuh ke jenis sedan karena harganya murah, ada bagasinya, dan nyaman untuk perjalanan jarak jauh. Sedan pertama yang saya beli adalah merk Honda Accord tahun 1984. Proses pembelian mobil ini pernah saya kirimkan ke mojok dengan judul “Perjuangan Berburu Motuba si Mobil Tua Bangka”.
Memiliki mobil jenis ini perlu sabar sesabar-sabarnya. Bengkel adalah rumah keduanya. Sparepart-nya juga langka dan mahal. Puncaknya saat mau digunakan untuk mudik, mobil ini mogok. Kami pun kembali ke laptop mudik memakai sepeda motor. Tahun itu terpaksa mudik hanya dengan anak pertama. Istri dan anak kedua tidak ikut mudik. Si Honda Revo tidak muat dinaiki empat orang.
Setahun berlalu, Alhamdulillah ada rejeki. Si Accord saya tukar tambah dengan Suzuki Esteem tahun 1992. Tua banget ya? Bukan jenis Suzuki yang terkenal akan tetapi menurut review di internet mobil ini cukup bagus. Berbeda dengan si Accord yang sparepart-nya sulit dan mahal, sparepart si Esteem ini mudah dan murah. Kata Pak Bengkel mesinnya mirip Suzuki Carry. Jadi bisa dicari dengan mudah.
Setelah melakukan perbaikan di sana-sini, akhirnya waktu mudik pun tiba. Persenjataan lengkap saya siapkan sebagai bekal mudik. Kunci-kunci, pompa ban, dongkrak, ban serep, palu sampai kayu pengganjal jika mogok ditanjakan saya siapkan. Istri juga sudah saya breafing apa-apa yang harus dia lakukan jika mobil ini mogok di tengah kemacetan arus mudik lebaran. Pokoknya semua sudah saya siapkan. Kalau-kalau nanti terjadi apa-apa.
Kami berangkat pagi-pagi buta setelah shalat subuh, agar punya waktu lama menghadapi kemacetan arus mudik di jalur pantura. Si Suzuki Esteem melaju dengan tenang melalui Kota Demak, eh lancar tidak ada macet. Mungkin macetnya di sekitar Terminal Terboyo Semarang. Eh la kok lancar juga. Aneh banget, padahal hari-hari biasa saja macet, ini lebaran kok malah lancar. Semarang lancar, Kendal lancar, Pantura Alas Roban juga lancar. Tanpa macet sama sekali. Suerr ini bukan kampanye untuk mengunggulkan Jokowi, tapi mudik yang saya alami tahun ini memang lancar tanpa macet.
Jalanan lancar, Si Suzuki Esteem juga lancar tanpa mogok. Yang lebih mengherankan, untuk ukuran sedan, bensinnya sangat irit. Dari rumah sampai ke rumah ortu hanya habis 100 ribu rupiah. Saya cek di STNK-nya ternyata memang ukuran mesinnya hanya 1300 cc. Pantesan irit. Sungguh ini menjadi nikmat yang luarrr biasa.
Hari-hari lebaran di kampung halaman saya lalui dengan silaturrahmi ke rumah-rumah saudara dengan menggunakan si Esteem ini. Lagi-lagi tanpa macet dan tanpa mogok. Pokoknya lancar jaya.
Seminggu di tanah kelahiran, akhirnya hari kepulangan pun tiba. Bagasi si Esteem betul-betul cocok untuk mudiker yang hobi merampok harta kekayaan orang tua. Bagasinya yang luas bisa menampung apa saja. Nangka, rebung, sayuran, beras, jagung, ketela, semuanya bisa masuk tanpa mengganggu penumpang. Bila tidak kasihan, ayam dan kambing pun mungkin bisa masuk. Ban cadangan dan baju-baju ganti juga masih bisa bercokol di dalamnya dengan tenang tanpa gangguan. Penumpang nyaman, hasil rampokan juga maksimal.
Ketika pulang, ndilalah saya dapat barengan saudara yang pekerjaanya jadi sopir di Jakarta. Akhirnya si Esteem ini dia yang pegang, saya jadi penumpang. Bajanggrek setan alas, si Suzuki Esteem ini digeber sekencang-kencangnya. Avanza, Xenia, Jazz, Brio, semuanya disalip dengan mudah. Kata saudara saya, mobil ini boleh juga, ndak kalah dengan yang muda-muda.
Saya yang duduk disampingnya cuma tersenyum kecut, takut kalau bannya copot. Bagaimana pun juga ini mobil tua yang sparepart-nya sudah uzur. Nantinya akan ketahuan bahwa booster remnya bocor karena ndak kuat dibawa ngebut dan sering direm mendadak.
Alhamdulillah, perjalanan lancar, cepat dan lagi-lagi tanpa mogok. Si Suzuki Esteem ini sungguh sangat mengerti saya. Semua yang saya butuhkan dia bisa menyediakan. Tumpangan yang nyaman, bensin yang irit, sparepart yang murah, jarang mogok, dan jangan lupa, hasil rampokan yang maksimal. Harusnya saya mencintainya dengan sepenuh jiwa.
Tapi bagaimana pun cinta itu buta. Cinta di hati ini tetap cinta kepada Suzuki Katana. Suatu hari, jika cicilan si Esteem ini sudah lunas, saya akan meminang si Katana. Tunggu kedatangan abang, Sayang….