Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Korupsi E-KTP dan Hal-Hal Absurd Negeri Ini

Kardono Setyorakhmadi oleh Kardono Setyorakhmadi
12 Maret 2017
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Mega korupsi, korupsi terbesar —sungguh saya tak menyangka bisa sebesar ini—, begitulah masyarakat menyebut kasus dugaan korupsi e-KTP. Meski saat ini prosesnya masih dakwaan terhadap dua orang, yakni mantan Dirjen Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman dan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Sugiharto, namun kasus ini sudah cukup untuk membuat banyak mata warga Indonesia terbelalak.

Kasus ini menjadi begitu penting dan liar sebab ia menyeret banyak nama politisi dari berbagai fraksi partai. Korupsi berjamaah ini menjadi bukti mengerikan betapa bobroknya mental para pejabat yang berkuasa atas nama rakyat.

Tak hanya menguak satu per satu tokoh yang terlibat, perkembangan kasus ini juga menguak sejumlah hal absurd yang terjadi di negeri ini. Hal-hal absurd yang walau mungkin tidak terlalu penting, namun layak dan perlu juga untuk disimak.

Setya Novanto

Nama ini perlu disebut pertama. Bukan saja karena dia orang dengan jabatan publik tertinggi. Tetapi kabarnya dia adalah orang yang mendapat warisan ilmu kanuragan kuno Madura, belot lecen. Ilmu kanuragan yang membuat Setya Novanto menjadi sangat licin dan tak tersentuh. Ia lebih menakjubkan ketimbang belut, selicin-licinnya belut, ia masih tetap bisa tersentuh.

Pria yang juga Ketum Partai Golkar itu saat ini boleh dibilang adalah politisi paling top di Indonesia. Anas Urbaningrum? Gak ada apa-apanya bos… Buktinya, Anas bisa masuk penjara.

Simak salah satu akrobatnya dalam satu setengah tahun terakhir: dia adalah satu-satunya politisi yang menjadi Ketua DPR, tersandung kasus serius soal saham Freeport, kemudian lolos dari jeratan pidana, menjadi ketua umum partainya, dan kembali jadi Ketua DPR lagi. Lionel Messi, Neymar, dan Suarez memang bisa membuat Barca lolos dramatis mengalahkan PSG. Tapi mereka pasti akan geleng-geleng kepala jika disuruh membuat comeback seperti yang dilakukan Setya Novanto seorang diri.

Pribadinya sangat menyenangkan, jago lobi, dan tak pernah marah. Jika anda adalah jurnalis, anda bisa menulis sebuah berita yang sangat keras terhadap dirinya, dan ketika keesokan harinya bertemu, Setya Novanto tak akan marah. Paling-paling hanya menepuk pundak anda dan berkata: “Jangan gitu, bos. Mari kita ngopi dulu”. Dia orang yang memenangkan sesuatu tanpa menyakiti lawannya.

Disinilah letak kekuatannya. Lawan politik akan dibuat terlena, dan tiba-tiba saja sang politisi mendapatkan apa yang menjadi tujuannya sejak awal.

Dengan begitu banyaknya kekuatan yang terancam dengan pengungkapan kasus ini (sejumlah gubernur dan politisi, berikut partai yang paling berkuasa), maka ending dari heboh kasus e-KTP ini akan berakhir di tingkat divonisnya orang-orang kroco seperti Irman dan Sugiharto. Tidak akan berlanjut indah seperti kisah Agus Mulyadi dan Kalis Mardiasih, eh… maksudnya tidak akan berlanjut dengan diadilinya Setya Novanto dan para pejabat lainnya seperti Ganjar Pranowo dan Olly Dondokambey beserta kambrat-kambratnya di DPR RI. Karena jika bersatu, kekuatan-kekuatan ini bisa-bisa membuat KPK jadi macan ompong.

Alumni 411 dan 212

Surat dakwaannya setebal 24 ribu halaman dan setinggi 2,5 meter. Nilai korupsinya juga yang tertinggi, yakni mencapai Rp 2,3 triliun. Bandingkan dengan rekor yang sebelumnya dipegang kasus Hambalang, Rp 706 miliar. Lebih dari tiga kali lipatnya. Uang pajak saya, anda, kita semua, diembat sebanyak Rp 2,3 triliun oleh orang-orang yang katanya pelayan kita semua.

Juga ada jauh lebih banyak ayat dan hadist yang menyebutkan bahaya korupsi ketimbang soal pemimpin muslim. Itu pun juga nyaris tidak ada perbedaan pandangan antar ulama seperti soal tafsir Al-Maidah 51. Namun, hingga kemarin para pentolan aksi Bela Islam tak banyak mengonsolidasikan umatnya untuk bergerak. Padahal, kasus ini lebih layak dijadikan sasaran demonstrasi. Harusnya, jika kemarin demo soal penistaan agama Ahok saja katanya 7 juta orang, harusnya demo kasus ini 15 juta orang. Karena isunya lebih layak diperjuangkan. Yang dirugikan juga jauh lebih banyak. Bukan hanya Islam yang dinistakan, tapi semua agama yang ajarannya tidak membenarkan korupsi juga ikut dinistakan.

Cie… cie… baper ya sama aksi-aksi itu? Hahaha… yang saya maksud sebenarnya adalah tanpa adanya tekanan dari masyarakat, kasus ini pasti akan mudah berbelok arah. Sekalipun itu ditangani KPK. Tekanan massa diyakini masih cukup ampuh. Simak saja aksi 411 dan 212. Sampai membuat Kapolri harus melanggar aturan yang dibuatnya sendiri: yakni menangani kasus yang melibatkan paslon sebelum pelaksanaan pemilukada.

Iklan

Hingga tulisan ini dibuat, tidak ada tanda-tanda rencana aksi dari pihak manapun. Yang ada hanya gremengan saja. Hampir bisa dipastikan, aksi massa tak akan terjadi dalam waktu dekat.

Seharusnya, ya, seharusnya lho ya. Korupsi jauh lebih membahayakan dan lebih merusak ke masyarakat ketimbang penistaan agama. Namun, ya gimana lagi. Setidaknya ini menunjukkan bahwa aksi-aksi yang terjadi desainnya lebih kepada untuk kepentingan kelompok tertentu ketimbang murni menyuarakan kebenaran. Cie… baper lagi cie… Awas lho ya, ntar gak disalatin tau rasa lho ya.

Pilgub DKI

Ada kaitannya dan menunjukkan betapa absurdnya manusia Indonesia yang menjadi makhluk politik yang kebablasan. Termasuk saya juga yang mengaitkannya, hehehe. Bagi Ahokers, ini adalah blessing in disguise. Sejak dulu menolak program e-KTP, Ahok bisa menjadikan kasus ini sebagai bahan kampanye-nya.

Itu sah-sah saja, dan ya, dia memang menggunakannya. Lihat saja lini masa bertebaran berita pada 2014 atau 2015 lalu yang berisi eker-ekeran Ahok dan Kemendagri. Yakni, Ahok menilai program e-KTP ini tidak efektif dan pemborosan dan dia menolaknya. Kemendagri tersinggung, meminta Ahok untuk tidak komentar terkait hal-hal di luar kompetensinya dan fokus pada kinerjanya.

Dengan hasil survey yang menunjukkan dia semakin tercecer dari Anies-Sandi, kubu Ahok akan melakukan apa pun yang perlu dilakukan untuk meningkatkan elektabilitasnya.

Lalu bagaimana dengan kubu Anies-Sandi? Seperti minuman teh dalam botol, jawaban Anies-Sandi adalah: Oke Oce. Ya habis mau bagaimana lagi. Kasus ini tidak ada kaitannya dengan mereka. Kurang kerjaan bagi mereka, atau salah-salah bisa blunder, jika mau komentar.

Jokowi

“Yang muda mana, gantian yang muda. Raisa ada nggak?” Foto Raisa yang menatapnya penuh arti saat perayaan Hari Musik Nasional di Istana Negara membuat gemes. Bukan hanya gemes melihat sikap Jokowi untuk merespon atau pun membuat situasi penegakan hukum menjadi kondusif, tapi yang bikin lebih gemes adalah wajah Raisa. Duuuuh… kapan saya ditatap seperti itu oleh Raisa?

Tersudutnya sejumlah kekuatan elit politik, minimnya tekanan publik, terlalu politisnya masyarakat Indonesia, dan Presiden Jokowi yang belum juga menemukan kebijakan pengondusifan penegakan hukum di Indonesia bisa jadi akan membuat kasus e-KTP ini hanya akan berakhir datar-datar saja. Jika tidak menjadi “sandera kasus” bagi sejumlah pihak tertentu ke pihak tertentu lainnya, kasus ini akan selesai anti-klimaks. Entah kasus itu berakhir pada dua orang yang kini jadi terdakwa itu (syukur-syukur nambah tersangka menjadi satu-dua orang lagi), atau berakhir menjadi tidak jelas seperti biasanya.

Semoga saya salah…

Terakhir diperbarui pada 4 Juni 2021 oleh

Tags: ahokdprfeaturedjokowikorupsiktpSetya Novanto
Kardono Setyorakhmadi

Kardono Setyorakhmadi

Jurnalis spesialis aksi terorisme. Tinggal di Surabaya.

Artikel Terkait

Kereta Cepat Whoosh DOSA Jokowi Paling Besar Tak Termaafkan MOJOK.CO
Esai

Whoosh Adalah Proyek Kereta Cepat yang Sudah Busuk Sebelum Mulai, Jadi Dosa Besar Jokowi yang Tidak Bisa Saya Maafkan

17 Oktober 2025
Jurusan Ilmu Politik di UHO mengecewakan. MOJOK.CO
Kampus

Nekat Kuliah Jurusan Ilmu Politik di Kampus Akreditasi B, Berujung Menyesal Tak Dengar Nasihat Ortu

3 Oktober 2025
korupsi politik, budaya korupsi.MOJOK.CO
Ragam

Budaya Korupsi di Indonesia Mengakar karena Warga “Belajar” dari Pemerintahnya

16 September 2025
nadiem makarim, pendidikan indonesia, revolusi 4.0.MOJOK.CO
Aktual

Kasus Nadiem Makarim Menunjukkan Kalau Lembaga Pendidikan Sudah Jadi “Inkubator Koruptor”

8 September 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

30 November 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.