Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Kampanye Antirokok, Cermin Kegagalan Pendidikan Matematika

Iqbal Aji Daryono oleh Iqbal Aji Daryono
3 Oktober 2014
A A
esai-kampanye-antirokok-mojok
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Dua pekan lalu kita ramai membincangkan kasus PR matematika seorang anak SD di Semarang. Terlepas dari perdebatan apakah sama atau beda antara 4 x 6 dan 6 x 4, yang jelas kita mafhum bahwa matematika merupakan monster bagi banyak anak sekolah di Indonesia.

Selain karena menghadirkan kerumitan hidup yang merampas indahnya masa kanak-kanak dan remaja, matematika hanya berhenti menjadi pajangan yang beku di kelas-kelas. Ia tidak bisa hadir dalam realitas keseharian. Imbasnya, matematika gagal menjadi lifeskill. Ia sekadar alat untuk mendapatkan nilai di buku rapot. Itu saja.

Ini saya kasih contoh yang paling asyik: tipuan angka pada kampanye antirokok.

Biar teman-teman yang antirokok nggak keburu ngamuk duluan, saya berpesan: tetaplah menjadi antirokok. Bumi harus terus berputar. Baik yang pro maupun antirokok sama-sama dibutuhkan semesta raya. Tapi di saat yang sama, mari berbareng melawan pembodohan dan penistaan atas nalar. Deal? *Salaman*

***

Sejak sekitar enam tahun silam, saya terus-menerus mendengar bahwa korban tewas akibat rokok telah, sedang, dan akan terus berjatuhan. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), jumlah kematian itu dalam lingkup Indonesia sangat mengerikan: 427.000 orang per tahun. Data ini akurat dari WHO, dan telah saya baca puluhan kali dari berbagai sumber. Untuk keperluan tulisan pendek ini, saya memeriksa ulang, hingga data itu membawa saya masuk ke blog Bapak Tulus Abadi. Beliau adalah salah satu tokoh utama tobacco control di Indonesia.

Angka 427.000 tersebut memang sudah agak out of date, dirilis WHO pada tahun 2008. Namun dengan pengandaian sesuai asumsi gerakan antirokok sendiri bahwa prevalensi merokok di negeri ini semakin tinggi, otomatis mestinya angka itu sekarang terus membesar.

Melihat data 427.000 orang Indonesia mati per tahun karena rokok, apa yang pertama kali terlintas di kepala? Kemungkinan besar Anda menyebut nama Tuhan. “Ya Tuhan, terlaknat sekali barang satu itu! Benda pembunuh!!” Lantas Anda bertekad mengajak segenap orang tercinta untuk stop merokok, sembari mengkhotbahi mereka semua tentang angka 427.000 nan ajaib itu.

Adapun sebagian yang lain, mungkin lebih progresif. Mengelus dada, lalu bertekad bergabung dengan para ksatria antirokok di belakang Pak Tulus Abadi, Pak Kartono Mohamad, Pak Hakim Sorimuda Pohan, dan sebagainya.

Tapi, adakah yang mau berdiam sebentar, mengunyah baik-baik, mencoba memahami apa arti “per tahun 427.000 orang di Indonesia mati karena rokok”? Hampir semua di antara kita memilih tidak memahaminya dengan nalar. Penyebabnya simpel saja, yakni alam bawah sadar kita sudah kapok dengan angka-angka. Momok pelajaran matematika bukan hanya menciptakan trauma. Ia juga membentuk diri kita menjadi manusia-manusia pasrah, yang menerima begitu saja tiap kali mulut kita disumpal dengan timbunan angka.

Biar tidak ikut-ikutan pasrah, saya mencoba mengutak-utik kalkulator.

Menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2008 diperkirakan sebanyak 228.523.000 jiwa. Pahami dulu bahwa angka itu adalah konteks, di mana terletak kematian 427.000 manusia per tahun.

Dengan angka kematian per tahun 427.000 tersebut, artinya kita harus menghitung 228.523.000 dibagi 427.000. Ketemunya 535,18. Sebutlah 535. Nah, jika data WHO itu memang benar, maka artinya “pada setiap populasi 535 orang di Indonesia, terjadi 1 kematian per tahun”. Betul, bukan? Silakan dicerna lagi.

Persoalannya, apakah data kematian manusia yang sangat bombastis itu cukup berhenti di berita website, atau di laporan-laporan akhir tahun kerja LSM untuk para penyandang dana? Tentu tidak. Kita (yang setiap saat menjadi sasaran tembakan informasi) bisa mengambil sikap cerdas dan kritis, bahkan bisa melakukan “verifikasi” dalam segenap keterbatasan.

Iklan

Caranya amat sangat mudah. Lihat populasi terdekat Anda. Mulai anggota keluarga, tetangga sekampung, hingga teman-teman. Nah, saya yakin, jumlah lingkaran terdekat Anda tersebut cukup untuk membentuk populasi 535 orang. Pasti cukup. Jika tidak, misalnya Anda cuma berhasil menghitung 200 orang, misalnya, saya curiga dalam diri Anda ada problem psiko-sosial yang akut. Datanglah ke konsultan kepribadian terdekat di kota Anda.

Setelah terkumpul populasi lingkaran terdekat sejumlah kira-kira 535 orang, lihatlah umur Anda. Jika Anda berusia 20 tahun, misalnya, berarti semestinya Anda menyaksikan ada 20 orang di lingkungan Anda sendiri yang mati karena rokok. Logikanya, karena kematian itu terjadi 1 orang per tahun di tiap populasi 535 orang. Benar, bukan?

Mmm, oke. Itu agak sulit ya. Anda mengalami masa kecil hingga umur 10, sebutlah begitu. Hingga umur 10, Anda tak terlalu paham pada lingkungan sekitar. Baik, kalau memang demikian, dengan umur Anda yang 20 tahun, minimal Anda melihat kematian akibat rokok sebanyak 10 kematian! Bagaimana?

Mari kita bikin rumus toleransi saja. Ini semacam diskon 50%, karena kebaikan hati saya. Jika umur Anda 30 tahun, maka minimal Anda melihat kasus kematian karena rokok sebanyak 15 kasus. Jika umur Anda 40 tahun, minimal kasus kematian akibat rokok Anda lihat sebanyak 20 kasus. Dan seterusnya.

Nah, bagaimana? Betulkah demikian? Betulkah sebanyak itu kasus kematian akibat rokok Anda saksikan selama hidup Anda?

Rumus ini berlaku untuk setiap orang di Indonesia. Sebab, dengan pembagian 427.000 atas jumlah penduduk total 228.523.000 jiwa, otomatis setiap orang (termasuk Anda) akan menjadi bagian dari kelompok populasi terdekat yang berjumlah 535 orang itu tadi.

Maka, kepada siapa pun yang membaca sentilan ini, saya persilakan menghitung, ada berapa kematian akibat rokok di lingkungan terdekat Anda yang Anda ketahui sendiri. Jika ternyata memang benar jumlahnya sesuai rumus di atas, ah, saya sungguh ingin berjumpa dengan Anda. Tapi jika ternyata hasilnya jauh di bawah rumus, atau bahkan sama sekali kematian itu tidak pernah Anda temui di lingkungan terdekat Anda, maka saya ingin mengucap selamat.

Selamat, sebab selama ini Anda telah dibodohi oleh mereka. Hahaha.

 

Terakhir diperbarui pada 17 Desember 2019 oleh

Tags: Antirokokkematianmatematika
Iqbal Aji Daryono

Iqbal Aji Daryono

Penulis dari Bantul. Lulusan Sastra Jepang, UGM.

Artikel Terkait

Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO
Ragam

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
cukai rokok, tembakau.MOJOK.CO
Ragam

Cukai Rokok Tak Naik: Melawan Tekanan Antirokok, Menjaga Nafkah Jutaan Petani dan Buruh

1 Oktober 2025
Wanita Rembang Menanti Suami yang Tenggelam di Laut MOJOK.CO
Catatan

Pilunya Wanita Rembang, Tetap Menanti Suami Pulang Meski Telah Tenggelam di Laut dan Tak Pernah Ditemukan

29 Februari 2024
Rumus Keliling Lingkaran, Luas Lingkaran, dan Contoh Soal MOJOK
Kilas

Rumus Keliling Lingkaran dan Luas Lingkaran, Lengkap dengan Contoh Soal dan Cara Menjawab

20 September 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

30 November 2025
Relawan di Sumatera Utara. MOJOK.CO

Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor

3 Desember 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.