Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Badui Penemu Air Surga

Irfan Afifi oleh Irfan Afifi
31 Mei 2018
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – “Wahai Amirul Mukminin, hamba adalah seorang badui udik dari padang pasir. Hamba sudah mengenal segala jenis air di padang pasir. Suatu hari hamba menemukan suatu air yang punya rasa istimewa. Ia sungguh air yang berbeda dan tidak mungkin ada di bumi lain. Ia adalah ‘air surga’.”

Syahdan ada seorang badui bernama Harits dan istrinya Nafisa yang sehari-hari menjalani kehidupan di dataran luas padang pasir. Mereka tinggal berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Di tempat pohon kurma adalah pilihan mereka untuk mendirikan tenda mereka yang sederhana karena di sana, biasanya terdapat oase. Pada tempat semacam itu Harits dan istrinya akan memuaskan dahaga sementara unta mereka dilepaskan untuk makan rumput dan semak-semak di bawah pohon.

Harist dan Istri akan tinggal untuk beberapa hari. Setelah dirasa cukup, mereka melanjutkan perjalanan, berpindah ke tempat lain, kemudian berhenti lagi di tempat yang sejenis untuk tinggal sebentar. Begitu seterusnya. Sungguh suatu siklus hidup yang terus-menerus diulang.

Harits dan istri menyelingi putaran berulang hidup mereka dengan menangkap hewan sejenis tikus-tikusan di padang pasir untuk diambil kulitnya serta membuat tali-temali dari serat atau serabut pohon kurma yang akan dijual kepada rombongan karavan yang lewat. Dengan cara itulah mereka memenuhi kebutuhan dan menjalani hari-hari secara rutin.

Suatu hari, saat pohon-pohon mulai bertunas di musim semi padang pasir yang tandus, ia berhenti di tempat baru yang belum pernah ia singgahi. Ia membiarkan untanya berjalan mencari makan di bawah pohon kurma, sedangkan Harits menuju oase di dekatnya dan meminum air oase tersebut.

Ia merasa air yang kali ini berbeda dari biasanya. Rasanya sedikit agak asin alias payau. Ia membatin, jangan-jangan ini “air surga”. Ia tidak tahu air ini sebenarnya biasa aja dan di beberapa tempat lain orang bisa menemukannya dengan mudah. Bahkan jika dilihat secara telanjang, air ini kotor karena bercampur dengan tanah. Namun, Harits menyakini air ini berbeda dan bernilai tinggi.

Air ini harus aku tawarkan dan jual pada orang yang pantas menghargainya, batinnya.

Harits dengan keyakinan tersebut bersiap-siap menuju Kota Baghdad untuk menemui Khalifah Harun Al-Rasyid. Setelah mengikuti satu rombongan, sampailah ia di kota itu. Ia segera menuju pintu gerbang istana dan kemudian diantar penjaga istana menghadap Sang Raja. Setelah bertatap muka dengan Sang Khalifah, Harits mengutarakan maksudnya.

“Wahai Amirul Mukminin, hamba adalah seorang badui udik dari padang pasir. Hamba sudah mengenal segala jenis air di padang pasir. Suatu hari hamba menemukan suatu air yang punya rasa istimewa. Ia sungguh air yang berbeda dan tidak mungkin ada di bumi lain. Ia adalah ‘air surga’. Dengan membawa ‘air surga ini ke hadapan Paduka, hamba ingin menawarkan kepada Paduka untuk membelinya. Hamba akan memberikannya jika Paduka memberi saya sekantung emas. Hamba tidak memberinya dengan ganti receh-receh dirham yang tak sebanding dengan nilai air ini.”

Khalifah yang bijaksana itu menjawab, “Baiklah, aku akan membelinya. Namun, aku harus memastikan keistimewaan air ini dan oleh karena itu, kau harus tinggal di penjara istana untuk sementara. Setelah aku memeriksa kebenarannya barulah kamu akan segera kulepaskan.”

Akhirnya Harits menyetujui syarat yang diajukan Sang Khalifah. Ia kemudian diantar pengawal kerajaan menuju penjara.

Setelah si badui hilang dari pandangan mata Khalifah, ia memanggil kepala pengawal istana dan berkata,

“Sebenarnya aku tahu ini air payau yang biasa saja, bahkan kotor. Dan ini tak seberapa bernilai. Namun, mungkin bagi si badui air ini adalah segalanya. Aku perintahkan kepadamu, antarlah orang badui ini kembali ke tempat asalnya di padang pasir sana. Bawalah dia pada saat malam hari agar jangan sampai ia melihat Sungai Tigris. Temani dia hingga sampai ke tempat asalnya. Dan jaga jangan sampai si badui merasakan air manis yang tersedia di warung dan tempat-tempat lainnya. Lalu berilah dia ribuan keping emas sebagai ungkapan rasa kasihku atas pengabdian dan jasanya kepada raja. Katakan padanya, ia adalah penjaga ‘air surga’ dan ia mendapat wewenang untuk mengelola sumber air tersebut. Ia juga diperbolehkan melayani para pelancong yang menyinggahinya, yakni sebagai seorang pejabat istana dan diberi wewenang pengelolaan atas nama raja. Ia benar-benar diberi kebebasan untuk menjalaninya.”

Dinukil, disadur, dan dikembangkan dari Idries Shah Tale of Dervish, 1969.

Iklan

Baca edisi sebelumnya: Apa yang Membatasi Manusia? Pikirannya Bahwa Ia Sudah Sampai di Batas dan artikel kolom Hikayat lainnya.

Terakhir diperbarui pada 31 Mei 2018 oleh

Tags: #hikayatair surgabaduibaghdadcerita sufikhalifah harun al rasyid
Irfan Afifi

Irfan Afifi

Artikel Terkait

Hikayat-2019 - Mojok.co
Esai

Lebaran adalah Hari Kita Ikhlas dengan Keadaan Keluarga Kita

4 Juni 2019
Hikayat-2019 - Mojok.co
Esai

Islam dan Kristen yang Terlihat Sama di Mata Orang Ambon

3 Juni 2019
Hikayat-2019 - Mojok.co
Esai

Air adalah Salah Satu Alasan Islam Ada

2 Juni 2019
Hikayat-2019 - Mojok.co
Esai

Ketika Drama Panggung Voltaire Menghina Nabi Muhammad

1 Juni 2019
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

30 November 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
Para penyandang disabilitas jebolan SLB punya kesempatan kerja setara sebagai karyawan Alfamart berkat Alfability Menyapa MOJOK.CO

Disabilitas Jebolan SLB Bisa Kerja Setara di Alfamart, Merasa Diterima dan Dihargai Potensinya

2 Desember 2025
Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.