Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Konsultasi Celengan

UMK Jogja 1,7 Juta Bisa Buat Mimpi Punya Rumah?

Haryo Setyo Wibowo oleh Haryo Setyo Wibowo
14 Desember 2018
A A
UMK Jogja bikin rumah? MOJOK.CO
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Setelah mengulik apakah UMK Jogja sebesar 1,7 juta bisa untuk hidup layak, kali ini Om Haryo akan membahas tentang peluang para pekerja di Jogja untuk mempunyai rumah sendiri dari hasil gaji mereka. Kira-kira bisa nggak sih?

Sahabat Celengers di mana pun tabunganmu berada,

Saya baru saja menemui pertanyaan:

“Kami nggak berlebihan kalau mengatakan penghasilan ini pas-pasan. Pas butuh, seringnya pas nggak ada. Lalu kapan kami bisa punya rumah sendiri? Please bantu jawab, Om.”

Nangis nggak sih kalau kalian dikasih pertanyaan seperti itu?

Bagi sebagian orang, pengelolaan uang itu hanya persoalan matematika, bukan empati. Misalnya ngajari orang untuk menghitung pengeluaran, maka caranya adalah: tentukan sejumlah rupiah dikalikan kebutuhan didapat jumlah yang dibutuhkan. Maka, rekomendasi yang bisa diberikan adalah: kalau cukup jalankan, kalau kurang hentikan.

Tanpa perlu bertanya pun para buruh sudah paham, di Yogyakarta uang enam ribu rupiah tidak lagi cukup untuk makan di rumah makan padang dengan lauk telor balado, daun singkong, dan bumbu rendang. Apalagi UMK Jogja saat ini belum bisa dibilang tinggi, meski tidak terlalu rendah juga.

Oleh sebab itu, secara otomatis, mereka akan mempertahankan konsumsinya dengan membelanjakannya di warung makan yang lebih murah.

Ini perlu dijelaskan nggak mengapa rumah makan padang mahal? Harusnya sih nggak, karena orang harusnya sudah paham masakan tersebut menggunakan banyak bumbu untuk menjaga cita rasa. Jangan sampai, isu ini digoreng dan dipelintir kalau orang Padang jualan makanan terlalu mahal.

Itu baru kebutuhan pangan. Untuk urusan sandang, saya kira mereka tidak berlebihan. Tidak kemudian mempunyai baju lebih dari jumlah hari dalam sebulan. Juga tau pasti tempat membeli baju sesuai isi dompet.

Beberapa waktu lalu, saya mencoba menjawab pertanyaan bagaimana para buruh dapat hidup layak dengan UMK Jogja. Tanpa harus hidup menderita, seharusnya pekerja di Jogja masih bisa makan layak dan menabung. Ya, sesekali puasa, atau biar agak halus: sekadar jeda tidak makan, selain diniatkan untuk ibadah, juga berhemat.

Layak di sini menurut standar kebanyakan orang, ya. Bukan malah sengsara seperti mie instan untuk makan satu hari, isi pulsa hanya untuk memperpanjang masa tenggang, beli makan siang hanya pakai kuah sayur bening, dan pengorbanan-pengorbanan lain yang justru begitu lekat dengan penderitaan.

Namun, meskipun sudah hidup layak yang paling minimal, melihat UMK Jogja sebesar 1,7 juta rupiah, impian punya rumah sendiri akan sulit terwujud. Boro-boro punya rumah, menikah pun pasti berpikir seribu kali. Biaya pernikahan dengan balutan gengsi masih belum bisa dihindari, terutama bagi orang Jawa.

Desain pembangunan ekonomi yang seragam dan kapitalistik di dunia memang pada akhirnya membuat hidup bagi sebagian orang seperti para pekerja bergaji UMK Jogja 1,7 juta menjadi penuh catatan dan asumsi.

Iklan

Nah, di dalam asumsi-asumsi yang disertakan tersebut, nantinya akan ada asumsi lagi. Berat bossque, Dilan yang kemlinthi sok kuat itu pun nggak bakal kuat.

Kira-kira, ini adalah asumsi-asumsi yang paling masuk akal untuk dilakukan oleh para buruh jika mereka ingin menabung untuk membangun rumah mereka sendiri.

Bisa menabung, tapi harus tetap jomblo.

UMK Jogja adalah 1,7 juta. Dalam perhitungan sebelumnya, banyak asumsi yang saya sertakan agar para pekerja dapat menabung. Tidak banyak jajan, tidak bayar kos, dan irit biaya transportasi. Padahal sepemahaman saya, kehidupan pekerja membutuhkan biaya sosial yang tidak bisa diabaikan juga.

Kalian mungkin masih muda dan belum berkeluarga, tetapi di lingkungan kerja akan bertemu dengan banyak pekerja lain yang usianya variatif. Sebentar lagi musim liburan, mereka yang punya anak bisa jadi tidak akan berlibur, tapi menyunatkan anaknya. Itu artinya akan mengundang kalian juga. Makan-makan sudah pasti, tapi masak datang dengan tangan kosong sih?

Bulan selanjutnya, giliran pekerja senior yang mengundang.

“Minggu depan ke rumah ya, Bapak mau mantu. Kecil-kecilan aja sih, saudara dan temen deket yang diundang. Maaf ini nggak pake undangan, kepake buat yang lain.”

Kalian pasti akan datang. Nggak enak kalau nggak datang. Tetapi kalian tidak mungkin mengatakan seperti ini pas salaman.

“Maaf, Pak. Saya datang bawa badan saja nih. Tau sendiri, pak, udah abis buat nutup utang koperasi.”

Hak sebagai makhluk ekonomi yang penuh perhitungan sering dibatasi oleh kewajiban kita sebagai makhluk sosial.

Boleh menikah, tapi sama-sama bekerja.

Apa mungkin sebuah hubungan cinta yang sudah berlangsung sekian tahun dikandaskan oleh perhitungan ekonomi? Rasanya kok tidak adil banget. Tiba-tiba kita mengatakan hal yang bisa jadi akan mengakibatkan luka yang teramat dalam.

“Dik, ini Mas gajinya cuma 1,7 bagaimana kalau rencana menikah kita tunda sampai nasib baik menghampiriku? Apalagi adik tidak bekerja. Pasti nanti kurang.”

“Maksudnya, Mas? Bukankah aku sudah paham risikonya dan itu pernah kita bahas. Mas sendiri yang menyuruh aku tidak usah bekerja sehinga aku tidak pernah berusaha mencari kerja lagi. Trus kapan? Aku harus ngomong bagaimana sama Bapak?”

“Entah, dik. Apalagi tahun depan UMK Jogja kenaikannya lebih rendah dari tahun sebelumnya, hanya 8% jadi 1,8 juta. ”

*sunyi, air mata menetes deras*

Huuu… dosaaa banget, lo!

Menikah, hidup pas-pasan, tapi kudu kreatif.

Keterbatasan sering membuat orang menjadikan kreatif. Semangat tersebut yang harusnya dibangun.

“Dik, kamu kan aktif main Instagram, ya? Foto tahu susu mu kemarin canggih banget, pro banget hasilnya. Nangis itu Darwis Triadi kalo lihat saking kagumnya. Itu kalau dimanfaatin pasti akan ada hasilnya”

“Caranya bagaimana, Mas?”

“Coba itu dibaca status yang dibagikan Pak Puthut kemarin soal tips sukses jualan buku online. Ya nggak harus buku, apalagi kamu kalau kena debu buku gebres-gebres. Kamu bisa jualan gereh, kripik welut, atau apalah. Amis tapi menghasilkan.”

UMK Jogja 1,7 juta, lalu kapan punya rumah?

Secara perhitungan matematika, tahun depan ada kenaikan UMK Jogja. Jika mengacu pada tingkat inflasi 3,6% dan pertumbuhan ekonomi 5,6%, pembuat kebijakan sudah fair dengan menaikan UMK menjadi 1,8 juta.

Secara matematis, ya. Secara empati, tetap belum. Para pekerja tidak akan pernah punya rumah kalau tidak ada kebijakan yang mendukungnya.

Lewat formula penentuan UMK Jogja, menimbang kekuatan perusahaan, menimbang kebijakan pemerintah kota, dan tentu saja keterbatasan lahan permukiman yang berakibat pada tingginya harga rumah di Yogyakarta, dapat dipastikan para buruh tidak akan pernah memiliki rumah hanya dengan mengandalkan gaji.

Ini problem struktural. Hanya level gubernur yang bisa menjawab atau bahkan presiden, pemerintah kota alias pemkot nggak akan sanggup. Kota Yogya membutuhkan perumahan vertikal sewa berharga murah dan nyaman.

Jangan dikira negara-negara kinclong seperti Hongkong itu sejahtera semua para pekerjanya. Trenyuh kalian kalau melihat cage dwellers yang kehidupannya tidak lebih baik dari binatang.

Serikat pekerja harus memikirkan itu, bukan lagi sekadar memasukkan item-item di KHL yang terkadang dicemooh oleh kelas menengah kita yang lebih banyak nyinyir daripada mengingat perjuangan buruh saat memperjuangkan THR, cuti, dan lembur.

Jadi, kapan ada rencana demo lagi supaya bisa punya rumah?

 

 

Terakhir diperbarui pada 14 Desember 2018 oleh

Tags: Konsultasi keuanganmenikahpunya rumahUMK Jogja
Haryo Setyo Wibowo

Haryo Setyo Wibowo

Artikel Terkait

Saat banyak teman langsungkan pernikahan, saya pilih tidak menikah demi fokus rawat orang tua MOJOK.CO
Ragam

Pilih Tidak Menikah demi Fokus Bahagiakan Orang Tua, Justru Merasa Hidup Lebih Lega dan Tak Punya Beban

15 Desember 2025
UMK Jogja bikin perantau Jawa Tengah menderita. MOJOK.CO
Ragam

Penyesalan Orang Jawa Tengah Merantau ke Jogja: Biaya Hidup Makin Tinggi, Boncos karena Kebiasaan Ngopi di Kafe, dan Gaji yang “Seuprit”

11 Desember 2025
Tepuk Sakinah saat bimbingan kawin bikin Gen Z takut menikah. Tapi punya pesan penting bagi calon pengantin (catin) sebelum ke jenjang pernikahan MOJOK.CO
Ragam

Terngiang-ngiang Tepuk Sakinah: Gen Z Malah Jadi Males Menikah, Tapi Manjur Juga Pas Diterapkan di Rumah Tangga

26 September 2025
Pemuda Jogja bisa kerja dengan gaji senilai perusahaan Amerika Serikat. MOJOK.COA
Ragam

Pertama Kali Dapat Kerja di Jogja sambil Kuliah, Kaget Bisa Dapat Cuan Senilai Perusahaan Besar di Amerika Serikat

20 Juni 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Kuliah di universitas terbaik di Vietnam dan lulus sebagai sarjana cumlaude (IPK 4), tapi tetap susah kerja dan merasa jadi investasi gagal orang tua MOJOK.CO

Kuliah di Universitas Terbaik Vietnam: Biaya 1 Semester Setara Kerja 1 Tahun, Jadi Sarjana Susah Kerja dan Investasi Gagal Orang Tua

15 Desember 2025
UGM.MOJOK.CO

Ketika Rumah Tak Lagi Ramah dan Orang Tua Hilang “Ditelan Layar HP”, Lahir Generasi Cemas

20 Desember 2025
Gedung Sarekat Islam, saksi sejarah dan merwah Semarang sebagai Kota Pergerakan MOJOK.CO

Upaya Merawat Gedung Sarekat Islam Semarang: Saksi Sejarah & Simbol Marwah yang bakal Jadi Ruang Publik

20 Desember 2025
Elang Jawa terbang bebas di Gunung Gede Pangrango, tapi masih berada dalam ancaman MOJOK.CO

Balada Berburu Si Elang Jawa, Predator Udara Terganas dan Terlangka

19 Desember 2025
Kegigihan bocah 11 tahun dalam kejuaraan panahan di Kudus MOJOK.CO

Kedewasaan Bocah 11 Tahun di Arena Panahan Kudus, Pelajaran di Balik Cedera dan Senar Busur Putus

16 Desember 2025
Gagal dan tertipu kerja di Jakarta Barat, malah hidup bahagia saat pulang ke desa meski ijazah S1 tak laku dan uang tak seberapa MOJOK.CO

Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia

19 Desember 2025

Video Terbaru

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.