Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Jangan Menikah Kalau Maunya Cuma Cari Bahagia

Hasanudin Abdurakhman oleh Hasanudin Abdurakhman
3 November 2018
A A
Tujuan Pernikahan Maia Estianty Pernikahan dalam Islam

Tujuan Pernikahan Maia Estianty Pernikahan dalam Islam

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Tujuan pernikahan bukan bahagia. Salah besar jika menganggap dengan menikah otomatis akan lebih bahagia ketimbang melajang.

Saya tidak punya urusan dengan pernikahan Maia Estianty atau pesohor mana pun. Wong diundang untuk icip-icip makanan juga nggak. Saya justru tertarik dengan delusi yang menghubungkan pernikahan dengan kebahagiaan. Kalau ada orang menikah, serta merta orang menganggapnya sebagai momen bahagia.

Orang seakan melupakan kenyataan bahwa ada begitu banyak perkawinan yang tidak bahagia. Sampai ada ungkapan ejekan, marriage comes with 3 rings: engagement ring, wedding ring, and suffering.

Ada banyak cerita pernikahan yang sudah tragis sejak sebelum pernikahan dilangsungkan.

Dulu ada teman saya yang sedang asyik-asyik kuliah dan menikmati masa remaja, tiba-tiba dipanggil pulang untuk dinikahkan dengan bos ayahnya. Ia dipaksa menikah karena ayahnya punya beban utang kepada bosnya itu.

Itu jelas bukan pernikahan bahagia.

Teman saya yang lain mirip ceritanya. Ia menikah dengan seorang pria kaya saat ia masih belia, atas permintaan orang tuanya. Ia turuti permintaan itu demi meringankan beban orang tua. Yang ia dapat kemudian adalah neraka. Meski relatif berkecukupan, ia menderita akibat perangai buruk suami yang suka main perempuan dan melakukan kekerasan. Sebuah pukulan dihantamkan si suami di tengkuknya pernah membuat ia koma, dan menyisakan trauma fisik dan psikis selama bertahun-tahun.

Kita juga sering mendengar cerita pernikahan yang mana suami hanya mengambil manisnya kemudian melepehkan sepahnya. Semisal, setelah menikah beberapa bulan, suami tak lagi peduli kepada istri. Ia pergi meninggalkan istri yang sering pula sudah ditambah beban anak.

Sering pula si suami memang tidak pernah memberi nafkah yang layak sejak awal pernikahan sampai ia pergi meninggalkan istri dan anaknya. Yang ditinggalkan mesti pontang-panting menghidupi dirinya dan anak. Tidak sedikit yang harus menjual diri untuk bertahan hidup.

Sebaliknya, ada pula suami yang bekerja keras banting tulang, tapi jatuh miskin karena istri suka menghambur-hamburkan uang.

Yang tidak punya masalah ekstrem seperti itu tetap harus berpeluh-peluh mempertahankan rumah tangga.

Ada banyak cerita tentang pasangan yang menjadi tidak cocok karena soal agama. Entah yang tadinya taat agama kemudian menjauh dari agama ataupun sebaliknya: tadinya biasa saja, berubah menjadi sangat fanatik. Ada jua yang bergerak ke arah berlawanan, satu menjauh dari agama, satu lagi makin fanatik. Perubahan itu menimbulkan konflik.

Ada yang tadinya cocok dan harmonis lalu menjadi tidak cocok karena salah satu atau kedua pihak berubah, membuat mereka jadi berbeda dan tak lagi cocok. Orang yang kau nikahi sekarang boleh jadi bukan orang yang sama 10 tahun lagi. Di titik itu kau harus memilih, tetap bersama dia atau berpisah.

Perubahan perasaan juga menjadi sebab kegagalan pernikahan. Tadinya cinta, sekarang tidak lagi. Atau, jatuh cinta pada orang lain. Dalil-dalil kesetiaan sama sering berhasil dan gagalnya dalam menghalangi cinta.

Iklan

Cerita-cerita tragis itu membukakan sisi lain pernikahan, bahwa pernikahan tidak identik dengan kebahagiaan.

Ada banyak kasus di mana orang justru mendapat kebahagiaan setelah ia mengakhiri pernikahannya. Tak jarang pula kedua pihak justru lebih bahagia setelah berpisah.

***

Tanpa masalah-masalah tragis seperti itu pun pernikahan bukan melulu soal keindahan. Saya sudah menikah 20 tahun lebih. Kalau saya ditanya soal bagaimana pernikahan, saya akan jawab: menikah itu berat.

Setiap hari di tempat kerja saya selalu terpikir, bisakah saya pulang saat jam kerja selesai tanpa lembur? Ditambah lagi dengan harapan semoga hari ini tidak macet parah sehingga saya bisa tiba di rumah sebelum jam 7.

Tiba di rumah, badan sudah lelah, kadang pusing dan enek setelah menempuh perjalanan 2 jam. Baru merebahkan badan sejenak, saya terpikir, Apakah anak-anak tidak kesulitan belajar? Kenapa mereka tak saya dampingi? Jangan-jangan malah tak belajar sama sekali?

Lalu saya beranjak dari tempat tidur, mengabaikan keinginan untuk santai. Dalam keadaan lelah saya dampingi mereka belajar. Mereka pun lelah setelah sekolah seharian. Maka tugas saya bertambah, memotivasi mereka agar sabar dalam belajar.

Setiap saat saya khawatir, tidakkah saya salah dalam mengasuh anak? Oh, sungguh mengerikan karena sekali saya salah, saya tidak bisa memutar ulang waktu. Sekali saya salah, mungkin akibatnya akan membekas pada sisa hidup saya dan anak-anak saya.

Setiap hari saya berpikir tentang masa depan anak-anak saya. Ke mana mereka kelak akan sekolah? Mereka akan bekerja sebagai apa? Apakah saya sudah membesarkan mereka untuk menjadi orang-orang mandiri?

Anak adalah salah satu sumber “neraka” dalam pernikahan. Banyak pasangan bercerai karena anak. Banyak pula yang menderita karena ulah anak. Ada yang stroke bahkan menjadi gila karena anak. Membesarkan dan mendidik anak adalah pekerjaan yang sangat menguras energi dalam pernikahan.

***

Seperti cerita-cerita tragis soal pernikahan, ada begitu banyak cerita indah dan inspiratif tentang kebahagiaan pernikahan. Lalu kenapa perlu ada penekanan pada cerita-cerita tragis tadi?

Kisah-kisah itu adalah pengingat bahwa pernikahan tidak identik dengan kebahagiaan. Sebaliknya, pernikahan juga tidak identik dengan neraka.

Lebih tepat bila kita katakan bahwa kebahagiaan tidak ditentukan oleh pernikahan.

Kebahagiaan ditentukan oleh kerja keras kita untuk bahagia.

Untuk bahagia dalam pernikahan, kita perlu bekerja keras.

Tanpa kerja keras itu, pernikahan mungkin akan jadi neraka, atau setidaknya, menjadi sangat hambar.

Terakhir diperbarui pada 3 November 2018 oleh

Tags: anakkeluargamaia estiantypernikahansuami istri
Hasanudin Abdurakhman

Hasanudin Abdurakhman

Artikel Terkait

Tepuk Sakinah saat bimbingan kawin bikin Gen Z takut menikah. Tapi punya pesan penting bagi calon pengantin (catin) sebelum ke jenjang pernikahan MOJOK.CO
Ragam

Terngiang-ngiang Tepuk Sakinah: Gen Z Malah Jadi Males Menikah, Tapi Manjur Juga Pas Diterapkan di Rumah Tangga

26 September 2025
Suka Duka Wedding Organizer Jogja yang Menyulap Pernikahan Jadi Cerita Tak Terlupakan
Video

Suka Duka Wedding Organizer Jogja yang Menyulap Pernikahan Jadi Cerita Tak Terlupakan

21 Juni 2025
Kapankah Saat yang Tepat untuk Putus Cinta? | Semenjana Eps. 6
Video

Kapankah Saat yang Tepat untuk Putus Cinta? | Semenjana Eps. 6

3 Maret 2025
Menentukan Waktu yang Tepat untuk Menikah | Semenjana Eps. 4
Video

Menentukan Waktu yang Tepat untuk Menikah | Semenjana Eps. 4

24 Februari 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.