Saya coklat, cowok Klaten. Ini istilah bukan saya yang bikin lho, memang begitulah sebutan kami di kota penuh lelaki impian ini. Lalu buat cewek panggilan kerennya apa? Gak ada sih. Tapi jangan berkecil hati, kamu para mbak ABG, mamah-mamah muda, dan ukhti-ukhti asli Klaten sekalian patut berbangga, karena Klaten ini satu-satunya daerah yang dipimpin oleh Perempuan baik bupati maupun wakilnya.
Bagaimana? Sudah bangga belum? Kalau sudah mari sedikit mengulas Duo Srikandi kita yang mungkin akan mengurangi derajat kekerenan mereka.
Mungkin sudah pada sedikit tahu tentang ke-mbulet-an dinasti ini. Berawal dari status Pakde AS Laksana, yang kini sudah dibagikan hampir seribu kali. Sebenarnya sih saya sudah membahas tentang dinasti ini sejak keduanya ditetapkan sebagai pemenang Pilkada desember lalu melalu sebuah note di Facebook (yang hanya di-like dua orang teman dan dibagikan tiga kali). Ya, wajarlah. Saya ini apa sih, cuma butir buih di luasnya segara kidul.
Jadi begini ceritanya, harap diperhatikan dengan baik-baik karena ini memang mbulet.
Bupati Klaten saat ini bernama Sri Hartini. Beliau ini adalah wakil dari bupati sebelumnya, Sunarna, yang menjabat selama dua periode selama 2005-2015. Sri Hartini ini sendiri adalah istri dari bupati Klaten periode 2000-2005, Haryanto Wibowo.
Bupati Haryanto ini memiliki urban legend tersendiri. Konon katanya, dalam sebuah pidato pelantikannya, beliau membaca teksnya dengan sangat literalis.
“Asalamualaikum We Er We Be, Bapak dua, ibu dua sekalian.”
Saya sendiri kala itu masih terlalu ingusan untuk mengikuti dinamika politik, tapi “keantikan” mantan bupati kita ini sudah menjadi keniscayaan yang tersebar dari mulut ke mulut antargenerasi hingga sekarang.
Belum cukup mbulet?
Mari berlanjut ke wakilnya, Sri Mulyani. Beliau ini adalah istri dari mantan bupati Sunarna. Jadi, setelah sepuluh tahun mendampingi sang suami menjadi bupati, kini beliau menjabat menjadi wakil bupati mendampingi mantan wakil dari suaminya. Dan begitulah terjadinya Duo Sri yang kekuasaannya akan bercokol setidaknya hingga 2020, dan sangat mungkin diperpanjang lagi.
Sebenarnya saya tidak mempermasalahkan adanya dinasti politik, selama dinasti itu terbentuk sudah melalui aturan yang berlaku dan memang orang-orang tersebut mempunyai kemampuan yang memadai. Contohnya di Amerika Serikat.
George Bush Junior tidak terpilih hanya semata-mata dia adalah anak dari George Bush Senior. Begitu pula Hilary Clinton dijagokan di bursa Presiden 2016 bukan hanya karena beliau adalah mantan ibu negara dan istri dari Presiden Bill Clinton. Keduanya memang memiliki kapasitas yang telah terbukti ketika sebelumnya memegang jabatan publik di pemerintahan AS.
Kalau mau mengambil contoh dari negara sendiri sih ya memang agak sulit. Saya masih tidak yakin Ibas Yudhoyono, misalnya, dapat menjadi anggota DPR-RI karena kemampuan sendiri, tetapi lebih karena kharisma sang bapak yang gemar bernyanyi itu.
Belum lagi kalau melihat kasus di daerah lain, dinasti politik itu hampir tidak ada yang baik.
Lihat kasus di Banten, mantan gubernurnya, Ratu Atut terdakwa kasus korupsi alat kesehatan. Beliau ini adalah istri dari anggota DPR-RI 2009-2014, Hikmat Tomet. Adiknya, Tubagus Chaeri Wardana yang merupakan terdakwa kasus penyuapan hakim Akil Mochtar adalah suami dari Walikota Tangerang Selatan, Airin Rachmy Diany.
Hebatnya, meski keluarga besar ini terkena beragam kasus, Airin kembali terpilih tahun ini. Tatapan sayu dan suara mendayu beliau agaknya begitu mudah menaklukan hati pemilih laki-laki se-Tangsel. Belum lagi anak dari Ratu Atut yang juga terpilih menjadi Anggota DPR-RI 2014-2019. Haybat to?
Di Dinasti Klaten juga mirip. Bupati Haryanto mengakhiri kariernya dengan tersandung kasus korupsi pengadaan buku. Kasus ini sendiri berhenti karena pada akhirnya belIau dipanggil oleh Yang Maha Kuasa terlebih dahulu. Dan karena orangnya sudah meninggal maka lebih baik kita tidak ngelek-elek lebih jauh, ora ilok!
Bupati Sunarna ini juga terlibat beberapa kasus. Prestasinya juga tidak mentereng amat. Malah bagi saya banyak hal tidak penting dibuat oleh beliau. Yang paling tidak penting menurut saya adalah pembangunan Masjid Agung Klaten–bagi yang sering wira-wiri Jogja-Solo pasti tahu tempat ini.
Hal ini tidak penting karena Klaten sejatinya sudah punya Masjid Raya di samping alun-alun. Di samping itu, masih banyak daerah di pelosok Klaten yang masuk dalam kategori miskin, bahkan desa miskin di Klaten ini terbanyak se-Jateng lho, kurang apa coba?
Peresmian Masjid Agung pun juga sangat dipaksakan karena pak bupati akan habis masa jabatannya, padahal pembangunan belum selesai sampai sekarang. Malah baru-baru ini ada laporan bangunan seharga 70 M itu atapnya bocor.
Dari latar belakang dua keluarga yang menguasai Klaten sejak tahun 2000 itu, saya enggak yakin kalau Duo Srikandi ini akan lebih baik.
Terkait Duo Srikandi ini memang sejak awal memiliki beragam masalah. Mulai dari timsesnya yang tertangkap tangan membagikan amplop, tentu berisi uang bukan ucapan selamat. Sampai Sri Hartini sendiri yang membagikan uang di sebuah pesta rakyat ketika masih menjabat sebagai wabup. Walaupun dalihnya uang tersebut hanya diberikan ke anak-anak. Belum lagi masalah latar belakang pendidikan beliau yang juga sempat dipermasalahkan.
Banyak alasan tersebut membuat saya yakin tidak memilih pasangan Hati-Mulya ini. Eits, tapi jangan langsung main tuduh saya ini barisan sakit hati yang jagoannya kalah lho, ya. Saya pribadi pada Pilkada 2015 memilih golput. Alhamdulillah saya istiqomah golput sejak Pemilu 2014 lalu. Jadi tulisan ini sama sekali bukan ujaran kebencian.
Terakhir, izinkan saya untuk sedikit riya’. Nama saya diakhiri dengan titel S.IP, Sarjana Ilmu Pelet, eh maksud saya Ilmu Politik. Maka saya akan menggambarkan bagaimana peta politik Klaten ke depannya yang saya yakin akan lebih mbulet lagi. Kita mulai dari awal,ya.
Bupati Haryanto, beristri Sri Hartini menjabat 2000-2005. Digantikan oleh Bupati Sunarna yang beristri Sri Mulyani, 2005-2010. Bupati Sunarna terpilih lagi, Sri Hartini naik pangkat menjadi wakilnya, 2010-2015. Sri Hartini kini yang jadi bupati di dampingi Sri Mulyani, istri mantan bupati sebelumnya, 2015-2020.
Prediksi saya, 2020 elektabilitas Sri Hartini menurun, maka yang maju adalah Sri Mulyani. Kali ini akan didampingi anak dari Sri Hartini yang merupakan anggota DPRD Klaten 2014-2019. Tahun 2025 Sri Mulyani mungkin juga sudah agak menurun elektabilitasnya, namun masih cukup kuat. Di sisi lain, wakilnya juga memiliki kans yang sama. Maka 2025 ini yang masih agak susah untuk diprediksi. Yang jelas setidaknya sampai 2030 pemimpin Klaten masih didominasi keluarga itu-itu saja.
Piye, cah Klaten? Kira-kira opo yo ora bosen kalau punya pemimpin yang mbulet-mbulet seperti itu terus?
Kalau bosen, begini saja, saya ada wacana:
Bagaimana kalau saya nyalon bupati terus kalian pilih. Sekali lagi ini cuma wacana lho, ya.
Tapi, sebentar, saya biar cari pendamping hidup dulu…