Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Ribetnya Sistem Zonasi Nikah ala Anak Harokah

Esty Dyah Imaniar oleh Esty Dyah Imaniar
24 Juni 2019
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Nggak cuma kebijakan PPDB yang pakai sistem zonasi. Jauh sebelum ada perdebatan ini, anak harokah sudah akrab sama zonasi nikah.

Belakangan kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berdasarkan zonasi kembali menjadi perdebatan. Tujuan PPDB zonasi ini sebenarnya baik, yakni memberikan akses pendidikan bagi semua kalangan masyarakat. Biar tidak ada lagi istilah sekolah favorit dan semisalnya yang menciderai keadilan pendidikan bagi rakyat.

Tidak cukup dengan perdebatan perihal sistem zonasi pendidikan itu, penduduk negara ber-flower turah energi pun memunculkan tema debat turunan: bagaimana kalau dalam hal jodoh pun dilakukan sistem zonasi? Menurut saya, sebagian teman-teman jomblo yang cukup reaktif (meski bercanda) soal isu zonasi jodoh ini semata menetapi hakikat kejombloan mereka untuk numpang curhat dalam setiap isu hangat. Padahal sebenarnya zonasi jodoh begitu bukan hanya wacana online sebab saya sudah sering menemuinya di dunia nyata.

Bagi anak harokah macam saya, konsep “Zonasi Jodoh” bukan hal yang baru. Dan kebetulan, eh qadarullah, sistem perjodohan ala harokah mirip-mirip sistem pendaftaran sekolah ala PPDB. Jadi kalau ada praktisi pendidikan yang masih meragukan PPDB sistem zonasi, sekiranya bisa belajar dari kebijakan zonasi perjodohan ala harokah ini.

Sebagaimana sistem zonasi sekolah yang hanya membolehkan mendaftar ke sekolah dengan radius domisili tertentu, begitu pula dalam zonasi nikah ala anak harokah. Oh ya, harokah itu istilah buat semacam organisasi pergerakan Islam. Konon nggak semua anak halaqoh adalah anak harokah. Sehingga yang biasanya dikenai anjuran zonasi ini hanyalah kader dan bukan simpatisan secara umum. Kebijakan tiap harokah pun berbeda-beda, jadi saya hanya akan menceritakan pengalaman di sekitar saya tanpa bermaksud menggeneralisasi.

Pada umumnya jalur nikah bagi anak harokah adalah lewat taaruf. Itu pun jarang yang mandiri alias langsung menghubungi sendiri, melainkan lewat murobbi/ah (guru ngaji) calon bribikan. Sebagaimana daftar sekolah pakai formulir, daftar nikah ala anak harokah pun pakai semacam proposal atau biasa disebut CV Taaruf yang dikumpulkan ke murobbi/ah masing-masing untuk disampaikan pada petugas yang berikhtiar khusus mengakhiri kesendirian para singlelillah.

Nah, biasanya dalam proses perjodohan ini murobbi/ah akan mencarikan pasangan dengan kader dari zona (amanah) yang sama. Misal si akhwat megang banyak binaan di Solo, akan dicarikan ihwan dari zona tersebut. Bukan berarti keduanya harus ber-KTP Solo, tetapi secara “administratif” memiliki amanah di zona yang sama. Sebab dalam beberapa hal, pengertian “zona” di sini melampaui makna geografis.

Kebijakan satu zonasi begitu konon biar nggak repot membagi energi dan fokus. Bisa dimengerti, sih. Menikah kan tujuannya untuk mendekatkan dua insan. Apalagi dalam dunia pergerakan, pernikahan antar-kader tidak jarang menjadi putusan politis, bukan sekadar romantis karena saling suka dan ingin hidup bahagia bersama sehidup sesurga.

Persatuan dua insan adalah sekaligus persatuan kekuatan untuk membina pasukan kemenangan Islam (ehm). Sehingga daripada mesti repot mengadakan penyesuaian karena perbedaan zona amanah sampai-sampai melalaikan amanah itu sendiri, diberlakukanlah sistem zonasi ini. Bagi beberapa pihak “zona amanah” bahkan menjadi parameter sekufu atau tidaknya dua insan.

Meskipun tujuannya bagus dan selama ini terbukti berjalan baik, kebijakan sistem zonasi perjodohan ini bukannya tanpa pergolakan. Para kader favorit (wkwk) merasa program ini lebih menguntungkan kader medioker. Lantaran ditekankan untuk menikahi kader satu zona, mereka tidak diperkenankan berikhtiar pada kader favorit yang bersinar di luar zona amanahnya.

Maksudnya mungkin untuk pemerataan asmara bagi seluruh kader, sekaligus melaksanakan program “pembinaan internal” dan menghapus favoritisme kader sebagaimana PPDB zonasi. Padahal kalau para kader medioker bisa legawa menerima kedatangan kader favorit impor hasil pernikahan lintas zonasi, bukan tidak mungkin peringkat dakwah zona mereka akan meningkat.

Protes pun bermunculan sehingga muncullah konsep semacam “rolling tenaga pengajar” ala kebijakan sistem zonasi sekolah. Dalam hal perjodohan harokah, rolling ini memungkinkan kader berpindah zona untuk menikah. Sayangnya, kebijakan ini bagi saya agak bias gender.

Pasalnya, kader ikhwan cenderung dipertahankan di zona asal atas nama penjagaan amanah. Sehingga mereka bisa dengan mudah “mengimpor” bribikan mereka ke dalam zona melalui program “Dibina Lalu Dibini”. Sedangkan yang biasanya “dilempar” ke wilayah lain adalah kader akhwat. Konsekuensinya mereka harus rela pergi dengan mengantongi izin keluar zona amanah selama ini.

Sayangnya, izin keluar zonasi ini terkadang tidak hadir bersama ridha pimpinan. Apalagi jika zonasi yang dimaksud bukan lagi berbeda amanah melainkan berbeda harokah. Dalam beberapa kasus, mereka yang nekat keluar zonasi bahkan “dipecat” dari segenap amanah struktural karena dinilai tidak lagi tsiqoh (loyal).

Iklan

Di situ kadang saya merasa sedih. Bukannya tidak bersyukur mendapat izin keluar zonasi perjodohan untuk memperjuangkan ikhwan favorit beda zonasi yang diinginkan. Tapi rasanya mendapatkan sesuatu dengan dikirimkan langsung ke rumahmu berbeda dengan mendapatkannya setelah pergi ke luar dan tidak boleh kembali lagi ke rumah. Semacam: diulurkan versus dilempar. Para pelakunya juga harus berbesar hati menerima “bully berjamaah” dari teman-teman harokah lainnya.

Hmpf. Mungkin kesannya mau nikah, kok ribet banget? Nggak pakai sistem zonasi saja sudah sulit cari pasangan, ngapain harus mempersulit diri dengan sistem begituan? Tapi ya gitu deh, kenyataannya tradisi ini masih banyak berlaku sampai hari ini.

Yah, setidaknya, sekalipun ribet, yang diperjuangkan adalah sistem zonasi nikah alias marriage zone. Jauh lebih pasti daripada friend zone, kakak-adik zone, tukang ojek zone, teman curhat saat bosan zone. Ataupun, aku suka kamu tapi belum siap komitmen zone, saling sayang tapi tidak saling bilang zone, dan zona-zona lain yang selain juga ribet, melelahkan, tapi tidak berujung pada kepastian.

Terakhir diperbarui pada 24 Juni 2019 oleh

Tags: halaqohharokahPPDBsistem zonasitaaruf
Esty Dyah Imaniar

Esty Dyah Imaniar

Artikel Terkait

Kisah Seorang Ayah di Jakarta Berpindah-pindah Sekolahkan Anaknya yang Selalu Jadi Korban Bully, tapi Guru malah Mewajari. MOJOK.CO
Ragam

‘Anak Saya Direndahkan, Dibilang Anak Setan’ – Ucap Orang Tua Korban Bully di Jakarta

9 Januari 2025
PPDB Brengsek, Bikin Orang Tua Berlomba Manipulasi Domisili MOJOK.CO
Esai

Demi Memuluskan Jalan Anaknya Di PPDB, Orang Tua Rela Berlomba-Lomba Dalam Kecurangan Memanipulasi Domisili

1 Juli 2024
Pengalaman Pria Jogja Pakai Hijra Taaruf, Tinder Versi Muslim: Bukan Dapat Jodoh Malah Kena Spam Slot.mojok.coAplikasi Kencan Halal Jadi Solusi Kaum Jomblo Jogja Menjauhi Seks Bebas dan Ngebet Dapat Jodoh Seiman.mojok.co
Ragam

Pengalaman Pria Jogja Pakai Hijra Taaruf, Tinder Versi Muslim: Bukan Dapat Jodoh Malah Kena Spam Slot

2 Maret 2024
Uneg-uneg dari Guru yang Melihat 'Zonasi Buatan' demi Sekolah Favorit. MOJOK.CO
Kilas

Uneg-uneg Guru yang Melihat ‘Zonasi Buatan’ demi Sekolah Favorit

19 Agustus 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

jogjarockarta.MOJOK.CO

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Macam-macam POV orang yang kehilangan botol minum (tumbler) kalcer berharga ratusan ribu MOJOK.CO

Macam-macam POV Orang saat Kehilangan Tumbler, Tak Gampang Menerima karena Kalcer Butuh Dana

28 November 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.