Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Program Tipi Bedah Rumah untuk Orang Kaya Seperti Rumah Uya

Esty Dyah Imaniar oleh Esty Dyah Imaniar
16 Agustus 2018
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Program Bedah Rumah di tipi seharusnya bisa dibalik, jika biasanya rumah orang miskin yang dibedah, sebaiknya rumah orang kaya juga dibedah. Bisa dimulai dari Rumah Uya misalnya.

Sebagai praktisi-selow-living, saya selalu menyempatkan diri menemani Ibu nonton tipi pada malam hari. Salah satu acara pilihan beliau adalah Bedah Rumah karena belakangan sinetron favoritnya di stasiun tipi sebelah semakin absurd.

Sebenarnya saya nggak terlalu suka reality show “penjual kesedihan” macam Bedah Rumah. Tapi mengingat bagaimana dulu kami bahagia banget bisa pindah dari rumah dinas sederhana nan sempit ke rumah sendiri yang juga sederhana tapi lebih nyaman, isak haru keluarga penerima Bedah Rumah mau nggak mau membawa aroma nostalgia.

Pertama pindah ke Pulau Jawa, kami langsung menempati rumah dinas yang cukup nyaman. Tidak mewah, tapi semuanya ada: 2 kamar tidur, 2 kamar mandi, ruang tamu, ruang keluarga, dapur, halaman depan-belakang, bahkan area untuk beternak dan berkebun pun ada.

Kami tidak lama tinggal di sana karena kemudian harus pindah ke rumah dinas lainnya. Jauh lebih kecil, terpencil, dan bikin merinding. Belakangan saya baru tahu ada intrik politik yang melatari perpindahan keluarga kami. Meski begitu, pengalaman tinggal di rumah dinas kedua—buat saya—lebih banyak membentuk kualitas keluarga kami.

Kebetulan waktu tinggal di rumah kedua kondisi keluarga kami memang sedang prihatin klimaks. Jadi dari sana lah kami belajar beternak, berjualan, belajar keras, dengan tetap menyemangati satu sama lain.

Di halaman depan rumah itu, saya ingat pernah ngambek karena Ibuk menolak membelikan kipas plastik yang lagi hits pada jaman itu. Di tangga kecil depan rumah, Mbak pernah sedih karena tidak sengaja terjatuh dan merusak termos untuk berjualan. Di ruang keluarga plus ruang tamu plus ruang makan yang sempit di rumah itu, kami berbagi cerita keseharian juga doa-doa agar segera bisa pindah ke rumah yang lebih baik.

Dengan hunian macam itu, wajar jika dulu saya selalu bahagia menonton Bedah Rumah. Sebab diam-diam saya juga ingin rumah kami dibedah. Jadi saya bisa punya kamar lebih bagus seperti yang ada di tipi. Tidak lagi harus berebut siapa yang tidur di bawah dengan Mbak karena hanya tempat tidur bertingkat yang muat di kamar sempit kami.

Setiap mengingat masa-masa itu, saya jadi bisa memahami kenapa Bedah Rumah jadi tayangan yang disukai banyak pemirsa. Ratingnya yang bagus membuatnya selalu ditayangkan di waktu prime time, dengan feedback positif di setiap unggahan media sosial mereka.

Di sisi lain, Bedah Rumah juga punya haters yang nggak sedikit. Beberapa pihak menganggap program semacam Bedah Rumah hanya mengeksploitasi kemiskinan. Apalagi ketika mereka mengetahui keuntungan dari iklan prime time yang didapatkan dari program itu jauh lebih banyak dibandingkan sumbangan yang diberikan.

Padahal ya namanya industri hiburan kreatif mesti mikir keuntungan juga lah. Biar bagaimana pun reality show macam itu adalah acara tipi, bukan bakti sosial anak pramuka. Kalau programnya nggak untung alias rugi, gimana bisa awet itu siaran. Gimana sih?

Anggapan tentang eksploitasi kemiskinan dalam “Charity Show” pun sesungguhnya hanya persoalan perspektif. Jika hanya melihatnya dengan kacamata kritik media, tentu ada banyak teori untuk nyinyir terhadap Bedah Rumah.

Tapi mereka yang gemar menonton Bedah Rumah seperti ibu saya melihat acara ini sebagai jalan membantu orang lain. Tidak sedikit pemirsa yang lalu tergerak mendaftarkan rumah tetangganya untuk dibedah, sebab ingin membantu tapi sadar diri bahwa si tetangga memang tidak mampu secara ekonomi.

Di titik tertentu, saya meyakini Bedah Rumah sebenarnya adalah pengejawantahan pop dari pemikirian sastrawan besar Indonesia, Pramoedya Ananta Toer: Apabila rumah rusak, yang menempatinya pun rusak. Maka memperbaiki rumah adalah memperbaiki manusia.

Iklan

Iya sih, punya rumah bagus memang nggak menjamin sebuah keluarga jadi bahagia, sehat, terbebas utang, dan seterusnya. Tapi setidaknya, rumah yang nyaman memberi kekuatan. Kebahagiaan untuk pulang, berkumpul dengan keluarga, menghimpun semangat untuk berjuang lebih keras lagi.

Kamu yang terlahir dan besar di rumah mewah mungkin tidak bisa merasakan kebahagiaan itu. Mungkin bagimu yang terbiasa memiliki semuanya kecuali kebersamaan keluarga, rumah kecil penuh kehangatan justru adalah kemewahan. Itulah kenapa menurut saya tim kreatif Bedah Rumah mestinya lebih kreatif dalam mencerna kata “bedah”.

Selama ini dengan asumsi hanya orang miskin yang punya kesedihan terkait rumah, Bedah Rumah hanya fokus untuk membedah bangunan rumah reyot menjadi indah. Padahal selain bangunan, kebersamaan yang tinggal di dalamnya adalah pondasi penting. Bahkan bisa dibilang pembangunan “immaterial” ini jauh lebih penting ketimbang pembangunan Indonesia.

Menurut data BPS tahun 2016, sebenarnya rata-rata rumah tangga dengan hunian layak di tiap provinsi sudah melebihi 90 persen. Sementara itu kondisi rumah tangga yang tidak harmonis hingga mengalami perceraian di tahun yang sama mencapai angka 365 ribu lebih.

Data ini menunjukkan ada banyak keluarga pemilik rumah tanpa kebersamaan yang layak dikunjungi tim Bedah Rumah. Tidak peduli kaya atau miskin, hidup di desa atau kota, banyak keluarga yang membutuhkan program bedah rumah non-fisik alias Bedah Rumah Reborn. Agar rumah yang retak tidak lantas runtuh sebagai perceraian.

Badan Peradilan Agama menyebutkan beberapa penyebab perceraian selama ini antara lain poligami tidak sehat, krisis akhlak, tidak tanggung jawab, kurang harmonis, sampai perbedaan pandangan politik. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, beberapa aktivitas akan dirancang khusus untuk membedah dan membangun ulang rumah (tangga) klien Bedah Rumah Reborn.

Kegiatan seperti live in bersama keluarga teladan poligami sehat, mengikuti ESQ untuk perbaikan akhlak, kursus tanggung jawab untuk suami, 2nd honey moon, bahkan intimate tea time bersama koalisi Cebbie-Kempie bisa menjadi beberapa referensi agenda.

Dengan konsep seperti itu, saya berharap industri reality show kita tidak lagi orbais dengan hanya memikirkan material sebagai satu-satunya solusi dalam pembangunan. Apalagi hanya menjual kemiskinan sebagai perbandingan linear kesedihan.

Untuk awalnya, biar kelihatan langsung terasa berbeda, program ini bisa langsung dibalik objeknya. jika biasanya rumah orang miskin yang dibedah, maka Bedah Rumah Reborn bisa langsung membedah rumah orang kaya untuk episode pertama.

Selama ini orang miskin lebih masif dijadikan objek tontonan televisi. Rumah-rumah orang miskin dalam Bedah Rumah ditampilkan sebagai sesuatu yang berbeda dan menyedihkan, membuat para penonton kaya bisa merasa rumah mereka jauh lebih normal karena tidak miskin dan menyedihkan. Meski kadang disadari tidak ada jaminan lebih bahagia kalau rumah lebih bagus.

Mengangkat orang kaya sebagai objek (tontonan) dalam Bedah Rumah Reborn tidak hanya memberi alternatif tatapan untuk pemirsa. Ketika rumah “retak” orang kaya menjadi tontonan, orang miskin pun bisa berganti peran sebagai penonton yang merasa lebih normal memiliki rumah dengan formasi penghuni lebih lengkap meski cuma beralaskan tanah dan bertembok anyaman bambu.

Sebagai bagian dari episode pembuka sekaligus outreach program, saya bisa usulkan beberapa nama selebriti atau pejabat bisa diajukan untuk dibedah rumahnya. Untuk pengembangan program, Tim Bedah Rumah Reborn barangkali bisa melakukan studi banding ke Rumah Uya yang sudah lebih dulu menyediakan platform dialog perdamaian di ruang publik (perkara acara itu kemudian jadi drama murahan, setidaknya itikad baik Rumah Uya perlu diapresiasi).

Atau kalau Tim Bedah Rumah Reborn merasa Rumah Uya perlu direnovasi habis-habisan karena acaranya dirasa absurd dan penuh dengan gimmick percekcokan selingkuhan-pasangan-pacar di setiap episodenya, barangkali renovasi rumah Rumah Uya bisa diagendakan. Jadi sekalian studi banding sekalian bikin acara on air untuk bedah rumah program acara orang. Acaranya jadi: Bedah Rumah Uya.

Oh iya, berhubung nantinya Bedah Rumah Reborn membutuhkan segmen nasihat relijiyus untuk memenuhi sharia hype demand masyarakat belakangan ini, sekiranya Mami Niki bisa menjadi host tetap dengan segenap keilmuan empirisnya.

Akan tetapi, jika dirasa program ini terlalu utopis untuk mendapatkan sponsor komersial, Tim Bedah Rumah Reborn bisa menggandeng Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia. Tapi tentu saja untuk itu Tim Bedah Rumah Reborn harus bergerak cepat sebelum dana kementerian habis cuma untuk pembuatan website dan infografis.

Terakhir diperbarui pada 16 Agustus 2018 oleh

Tags: Bedah rumahceraiESQKementerianKementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan KebudayaanMami Nikipandangan politikpoligamiprime timepulau jawareality showRumah UyaUya Kuya
Esty Dyah Imaniar

Esty Dyah Imaniar

Artikel Terkait

Pulau Bawean Begitu Indah, tapi Menjadi Anak Tiri Negeri Sendiri MOJOK.CO
Esai

Pengalaman Saya Tinggal Selama 6 Bulan di Pulau Bawean: Pulau Indah yang Warganya Terpaksa Mandiri karena Menjadi Anak Tiri Negeri Sendiri

15 Desember 2025
Pengalaman 22 Jam Naik Kereta Api Membelah Pulau Jawa MOJOK.CO
Otomojok

Pengalaman Dianggap Nekat dan Gila ketika Menempuh Nyaris 22 Jam Naik Kereta Api dari Ujung Barat Pulau Jawa Sampai ke Ujung Paling Timur

24 November 2025
bedah rumah
Ragam

Bedah Rumah, Harapan Baru Warga Kota Jogja Memiliki Hunian Layak

3 November 2025
Guru PPPK Ceraikan Suami karena Merasa Sudah Beda Kelas MOJOK.CO
Esai

“Udah Ditemenin dari Nol, eh Minta Cerai”: Fenomena Guru PPPK Blitar Menceraikan Suaminya karena Merasa Sudah Naik Kelas

31 Juli 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Peringatan Hari Monyet Ekor Panjang Sedunia di Jogja. MOJOK.CO

Pilu di Balik Atraksi Topeng Monyet Ekor Panjang, Hari-hari Diburu, Disiksa, hingga Terancam Punah

15 Desember 2025
Riset dan pengabdian masyarakat perguruan tinggi/universitas di Indonesia masih belum optimal MOJOK.CO

Universitas di Indonesia Ada 4.000 Lebih tapi Cuma 5% Berorientasi Riset, Pengabdian Masyarakat Mandek di Laporan

18 Desember 2025
Gagal dan tertipu kerja di Jakarta Barat, malah hidup bahagia saat pulang ke desa meski ijazah S1 tak laku dan uang tak seberapa MOJOK.CO

Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia

19 Desember 2025
Kegigihan bocah 11 tahun dalam kejuaraan panahan di Kudus MOJOK.CO

Kedewasaan Bocah 11 Tahun di Arena Panahan Kudus, Pelajaran di Balik Cedera dan Senar Busur Putus

16 Desember 2025
Drama sepasang pekerja kabupaten (menikah sesama karyawan Indomaret): jarang ketemu karena beda shift, tak sempat bikin momongan MOJOK.CO

Menikah dengan Sesama Karyawan Indomaret: Tak Seperti Berumah Tangga Gara-gara Beda Shift Kerja, Ketemunya di Jalan Bukan di Ranjang

17 Desember 2025
Kuliah di universitas terbaik di Vietnam dan lulus sebagai sarjana cumlaude (IPK 4), tapi tetap susah kerja dan merasa jadi investasi gagal orang tua MOJOK.CO

Kuliah di Universitas Terbaik Vietnam: Biaya 1 Semester Setara Kerja 1 Tahun, Jadi Sarjana Susah Kerja dan Investasi Gagal Orang Tua

15 Desember 2025

Video Terbaru

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.