Zaman Ketika Ulama Dikit dan Banyak Tukang Ceramah - Mojok.co
  • Cara Kirim Artikel
Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Ziarah
    • Seni
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
    • Politik
    • Sosial
    • Tekno
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-uneg
  • Movi
  • Terminal
  • Kanal Pemilu
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Ziarah
    • Seni
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
    • Politik
    • Sosial
    • Tekno
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-uneg
  • Movi
  • Terminal
  • Kanal Pemilu
Logo Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-uneg
  • Movi
  • Terminal
  • Kanal Pemilu
Beranda Esai

Zaman Ketika Ulama Dikit dan Banyak Tukang Ceramah

Edi AH Iyubenu oleh Edi AH Iyubenu
11 Februari 2019
0
A A
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Seorang sahabat Nabi berujar ke teman-temannya, “Kelak akan tiba zaman ulama sedikit dan banyak sekali tukang ceramah.”

Lebih utama mana shalat tahajjud dan ngeloni bojo? Bhaaa, mdrccte. Bentar, tahan, ya. Saya jawabnya belakangan saja itu.

Abdullah bin Mas’ud saat nongkrong bareng sahabat-sahabat Rasul Saw lainnya membuka obrolan, “Kalian sekarang berada di zaman para ulamanya sangat banyak dan penceramahnya sedikit. Kelak akan tiba zaman ulamanya sedikit dan banyak sekali tukang ceramahnya.”

Para sahabat mathuk-mathuk. Dalam hati pada menyahut, “Injih, injih, Kang Dul….”

Obrolan karib pun terus berlanjut. Entah apa saja yang dijadikan tema. Mungkin saja perihal Abdurrahman bin Auf yang mempeng berdagang hingga kaya, baru menikah. Bahkan sampai menolak tawaran sobat karibnya, Saad bin Abi Waqash yang menawarkan supaya mengambil salah satu istrinya yang paling disukainya—dalam maksud agar Abdurrahman bin Auf segera menikah.

Ya, menikah muda. Macam kepinginan sebagian kalian kaum muhajirin milenial.

Baca Juga:

Sunnah Rasul dan Bid’ah Buah Kurma

Sunnah Rasul dan Bid’ah Buah Kurma

14 Januari 2022
Hanamasa dalam Debat Halal Haram

Hanamasa dalam Pusaran Halal-Haram bagi Manajemen dan Pelanggan

4 Januari 2022

Ulama, seyogianya ya hanya merekalah yang kita gugu penuh bukan hanya dalam ranah iman dan ibadah, tapi sekaligus laku akhlak sosial. Termasuk dalam adab berpolitik. Sebab ulama adalah warastatul anbiya’, pewaris para nabi, tegasnya: penerus, penggali, pembentuk, penyelaras nilai-nilai rahmatan lil ‘alamin Islam hingga akhir zaman.

Lalu siapa ulama? Apakah anggota MUI?

Hm, begini dulu.

Ulama itu hanyalah mereka yang takut kepada Allah. Begitu tutur Surat Yunus. Bukan takut kepada selainNya. Apalagi takut istri, misal.

Rasa takut kepada Allah Swt adalah ontologi keimanan seorang mukmin yang kaffah. Namanya ontologi, ia menjiwai keseluruhannya kemudian. Dari pikiran, cara bicara, menulis, berstatus, berkomentar, berpakaian, berceramah, beli mobil, bikin garasi, berbisnis, dan sebagainya.

Ontologi adalah suatu worldview yang melandasai ke-Ada-an kita. Cara kita mengada.

Orang yang ontologinya dapat keuntungan strategis jika Prabowo atau Jokowi menang pilpres, mati-matianlah mereka mengejawantahkan seluruh sumber dayanya untuk goal tersebut, termasuk berantem, mencaci, memfitnah, sampai ngakali teks hukum legal-formal. Yang tak sejamaah, salah, jelek, harus disalahkan, harus dijelekkan. Sampai lupa pada kesalahan dan kejelakannya sendiri untuk hidup di dunia.

Orang yang ontologinya meranaaa banget kapan dapat pasangan, seluruh meng-Ada-nya mengarah ke situ. Apa-apa jadi bribikan, potensi cinta, menowo ini jodoh, dan lain sebagainya.

Begitulah ontologi bekerja dalam denyut hidup kita. Nah, ihwal epistemologinya, gampanglah. Mana ada cocok yang utang bacotan. Ndak ada. Semua penuh saldo.

Udah jelas-jelas menghina kiai sepuh, lambenya ya tetap turah untuk ngeles, bahkan nyerang balik. Anda familiar sekali kan belakangan ini dengan istilah “kriminalisasi”? Nah itu, semua dibingkai dengan istilah tersebut hanya untuk menggolkan ontologinya sendiri, bukan kebenaran cum kebaikan.

Kita semua berkecenderungan kuat untuk akur dan sobatan hanya pada ontologi yang sama. Ontologi yang lain? Salahkan, jelekkan. Begitu saja terus sampai mdrccte.

Adakah ontologi yang lebih agung dari takut kepada Allah, yang memungkinkan pemiliknya untuk berani berdusta, berkelit, ngakali, ndobos, dan mdrccte?

Jelas mustahil!

Nah, karenanya, logis betul bahwa bila kita mencari keutamaan kebenaran dan kebaikan, dalam keragamannya, tiada lain jalannya selain menukil, meguru, dan ngikut mereka yang ontologi hidupnya hanyalah takut kepada Allah. Merekalah para ulama itu….

Mereka bisa ada di mana saja. Ada yang duduk di lembaga formal pemerintahan, ada yang di pesantren, sekolah, kampus, organisasi, masjid, atau mushalla.

Lalu bagaimana supaya kita, pencari kebenaran dan kebaikan, bisa menakar dan mengetahui seseorang itu adalah bagian dari ulama yang haq?

Saya kutipkan nasihat Abah Gus Mus saja, ya. Ulama senantiasa berorientasi pada kemakrufan. Kebaikan.

Pertama, ulama memiliki kemampuan keilmuan untuk mengenali, memahami, dan memandang suatu hal dalam keluasan yang luas-seluasnya. Bukan penyembah yang mulia kacamata kuda, sehingga dunia hanya berisi halal versus haram, nyunnah versus bid’ah belaka. Orak, Bambang!

Kedua, ulama tahu betul cara menyampaikan kemakrufan itu dengan sepenuh kemakrufan pula. La yuzalu al-dhararu bi al-dharar, tidak boleh menghapus keburukan dengan keburukan lainnya, begitu nasihat Ushul Fiqh. Ini dipegang benar.

Kedua pilar itu mengakumulasikan kompetensi yang otoritatif antara ilmu dan amal sekaligus. Alim dan soleh sekaligus. Walhasil, ejawantah ungkapan dan tindakannya berkarakter kebijaksanaan. Semeleh. Menep, madep, mathuk.

Riwayat-riwayat tentang kebijaksanaan menyikapi suatu hal, termasuk yang mungkar-mungkar sekalipun, amat lekat pada diri Rasulullah Saw sendiri, lalu turun kepada para sahabatnya, salafus shalih, dan ya para ulama yang ada hari ini.

Rasulullah Saw melarang umar menebas kepala musuh yang telah menyerah; beliau Saw juga melepaskan musuh yang petentang-petenteng ke Madinah hendak membunuhnya dan tak mau bersyahadat walau telah dikalahkan; Beliau Saw juga bantuin istrinya untuk bersih-bersih rumah; Beliau Saw santai saja makan roti pakai lauk pauk cuka; hingga Beliau Saw menghargai Bani Najran Nashrani yang melaksanakan sembayang di Masjid Nabawi-nya.

Alaisa nafsan? Bukankah dia juga manusia?

Begitu Rasulullah Saw memarahi sahabat dekatnya, Umar bin Khattab, yang hendak membunuh lawannya yang tiba-tiba bersyahadat kala tertekuk lunglai di hadapan Umar.

Wooo, tooo, betapa nilai-nilai kemanusiaan sangatlah dimuliakan oleh Rasulullah Saw, itu artinya Allah Swt, iman, dan Islam—sebab mustahil kan Rasulullah Saw tak dituntun Allah Swt—kepada musuhnya, kaum musyrik sekali pun? Masa iya kita malah mengkafirkan yang muslim hanya karena beda sarungan dan selawatan?

Saya contohkan satu tuturan bijak dari Gus Baha’. Beliau didatangi beberapa muslim dan menyampaikan niat mulia untuk meningkatkan iman dan takwa dan ibadah para warga. Yakni menggelar shalat tahajjud bersama-sama setiap malam.

Gus Baha’ menukas cepat, “Ora usah aneh-aneh….”

“Lho, Gus, ini kan amal soleh, bahkan ayatnya ada dalam Al-Quran, waminal laili fatahajjad bihi nafilatan laka….”

“Koyok Cah Tsanawiyah wae senengane ndalil, heee….”

“Gus, mohon dukungannya, ini program yang sangat mulia. Rasulullah Saw dikabarkan shalat sampai betisnya bengkak kan…..”

“Rungokno,” kata Gus Baha’, “Tahajjud iki sunnah. Tur tidak ada aturan berjamaah. Sehingga bisa dilaksanakan sendiri-sendiri. Tok kiro ngeloni bojo ki ora berpahala gede, po? Tok kiro istirahat wengi ben sesuk sehat sergep nyambut gawe demi nafkahi anak bojo ki ora gede pahalane?”

“Iya sih, Gus, tapi ini kan maksud kami adalah menggalang kemuliaan….”

“Wes, rasah aneh-aneh. Islam iki ra angelan. Gampangan banget. Sek marai angel rak ming sampeyan-sampeyan iki. Opo sek tok pikir mulia bukanlah satu-satunya kemuliaan di mata Allah Swt. Benke Allah Swt sek ngerteni, ora awak dewe, menungso akhir zaman ngene. Wes, saiki sampeyan-sampeyan balio, keloni bojone dewe-dewe. Dewe-dewe lho ya. Tur ora usah berjamaah….”

Bhaaaa, mdrccte.

Terakhir diperbarui pada 10 Februari 2019 oleh

Tags: BidahGus Baha'gus musrasululama
Edi AH Iyubenu

Edi AH Iyubenu

Yang punya Kafe Basabasi.

Artikel Terkait

Sunnah Rasul dan Bid’ah Buah Kurma
Khotbah

Sunnah Rasul dan Bid’ah Buah Kurma

14 Januari 2022
Hanamasa dalam Debat Halal Haram
Esai

Hanamasa dalam Pusaran Halal-Haram bagi Manajemen dan Pelanggan

4 Januari 2022
Bagi Driver Ojol, Dengar Azan Itu Sholat Jamaah Dulu atau Antar Orderan Dulu?
Khotbah

Bagi Driver Ojol, Dengar Azan Itu Sholat Jamaah Dulu atau Antar Orderan Dulu?

26 November 2021
Mempertanyakan Hukum Kripto dalam Pusaran Fatwa MUI
Esai

Mempertanyakan Hukum Kripto dalam Pusaran Fatwa MUI

16 November 2021
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
pertumbuhan ekonomi

Sampai Akhir Masa Pemerintahannya, Jokowi Gagal Mewujudkan Janji Pertumbuhan Ekonomi 7 Persen

Tinggalkan Komentar


Terpopuler Sepekan

sekolah kedinasan mojok.co

10 Sekolah Kedinasan yang Paling Ramai dan Sepi Peminat

22 Maret 2023

Zaman Ketika Ulama Dikit dan Banyak Tukang Ceramah

11 Februari 2019
Toyota Fortuner Membuat Saya Kesulitan Menahan Ego di Jalan Raya MOJOK.CO

Toyota Fortuner Membuat Saya Kesulitan Menahan Hawa Nafsu di Jalan Raya

18 Maret 2023
Tinggal di Pinggiran Kota Jogja Itu Nggak Enak, Rasanya Kayak Neraka dan Petaka MOJOK.CO

Tinggal di Pinggiran Kota Jogja Itu Nggak Enak, Rasanya Kayak Neraka dan Petaka

15 Maret 2023
Samsung Galaxy A Series Android Terbaik MOJOK.CO

Samsung Galaxy A Series: Seri Terbaik untuk Kelas Midrange Android

21 Maret 2023
Derita Mahasiswa yang Kampusnya Tutup Tiba-tiba: Mimpi Kami Punya Ijazah Musnah. MOJOK.CO

Derita Mahasiswa yang Kampusnya Tutup Tiba-tiba: Mimpi Kami Punya Ijazah Musnah 

23 Maret 2023
Honda Supra X 125 Tetap Juara di Pelosok Indonesia MOJOK.CO

Honda Supra X 125: Tetap Juara di Pelosok Indonesia

20 Maret 2023

Terbaru

Duduk perkara penutupan patung Bunda Maria di Kulon Progo. MOJOK.CO

Duduk Perkara Penutupan Patung Bunda Maria di Kulon Progo

24 Maret 2023
alan Sunyi Kiai Bonokeling di Banyumas yang Sengaja Dibuat Menjadi Misteri Abadi. MOJOK.CO

Jalan Sunyi Wangsa Bonokeling di Banyumas yang Sengaja Menjadikan Leluhur Sebagai Misteri Abadi

24 Maret 2023
sekolah kedinasan kemenhub mojok.co

5 Sekolah Kedinasan di Bawah Kemenhub yang Paling Favorit

24 Maret 2023
bola timnas israel mojok.co

Bola Pembawa Malapetaka

24 Maret 2023
mimpi basah mojok.co

Apakah Mimpi Basah di Siang Hari Membuat Puasa Batal?

24 Maret 2023
5.000 Mahasiswa UMY Berburu Takjil Gratis, Dianggarkan Rp125 Juta Setiap Hari. MOJOK.CO

5.000 Mahasiswa UMY Berburu Takjil Gratis, Dianggarkan Rp125 Juta Setiap Hari

24 Maret 2023
kritik feminis muslimah tentang perempuan sumber dosa utama

Muhasabah Muslimah Feminis: Kok Bisa, Perempuan Jadi Sumber Dosa Utama Laki-Laki?

24 Maret 2023

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
DMCA.com Protection Status

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Kanal Pemilu 2024
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
    • Sosial
    • Tekno
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-Uneg
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In