MOJOK.CO – Airlangga Hartarto tengah jadi bulan-bulanan. Sebabnya sederhana, blio mengkritik rencana PSBB ketat yang diumumkan Anies Baswedan. Loh?
Khusus di Indonesia, negara yang pemimpinnya percaya pada keluasan dan keleluasaan ilmu pengetahuan, perekonomian memang serupa azimat. Ia dijaga sekaligus dijadikan tameng, malah kadang dipuja serupa dewa-dewa.
Hasilnya? Covid-19 kian menggila meski konon perekonomian berisiko hancur lebur dibayang-bayangi resesi yang bakal melegenda. Dan kita tahu bagaimana cara kerja azimat, ia menjadi ampuh apabila kita menaruh kepercayaan penuh.
Di Indonesia, di mana alam pikir warga tak mampu mengimbangi kecerdasan pemimpinnya yang subhanallah-keren-banget, boro-boro buat percaya, yang ada gugatan dan penolakan datang lebih cepat ketimbang motor bebek milik Komeng.
Hari-hari ini misalnya, Airlangga Hartarto tengah menjadi bulan-bulanan warga. Sebabnya sederhana, blio mengkritik wacana PSBB ketat yang digaungkan Anies Baswedan. Terutama ketika melihat grafik kenaikan angka positif Covid-19 di Jakarta makin gila-gilaan.
Kata Pak Bos Airlangga Hartarto, iktikad PSBB ketat dari Gubernur DKI Jakarta membawa dampak buruk di sektor ekonomi.
“Karena announcement Anies Baswedan tadi malam, indeks tadi pagi sudah di bawah lima ribu,” kata Airlangga dalam Rakornas Kadin.
Masalahnya, kritik Airlangga Hartarto ini kemudian balik dikritik warganet.
Dasarnya, yang bersangkutan dianggap lebih mengutamakan “kepentingan ekonomi” alih-alih serius memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Lebih mentingin kesehatan ekonomi ketimbang kesehatan masyarakat beneran.
Sebentar… gimana? Gimana?
Lho, lho, kritik dari warganet Indonesia semacam itu kan sejatinya mirip upaya seorang juru silat memukul gerak angin, kelihatannya doang gagah tapi nggak bernilai sama sekali bagi Pak Airlangga Hartarto.
Hayaaa mau bagaimana? Hawong Airlangga Hartarto memang dibayar dan ditugaskan untuk kepentingan menjaga kesehatan ekonomi. Kritik yang datang ke blio itu kan tendensinya seolah Airlangga cinta cuan belaka. Duh, duh, jahat bener deh warganet Indonesia ini.
Padahal ketimbang menerima cercaan, seharusnya blio ini mendapat pujian dari warganet dong. Kan sikap ini mempertegas bahwa blio merupakan seorang ekonom tekun? Ingat, kesehatan itu memang yang utama, tapi gimana bisa sehat kalau cicilan utang nggak bisa dibayar?
Apalagi, sebagaimana kita semua tahu, semenjak ditandatangani Perpres Nomor 82 Tahun 2020, segala urusan wabah kini di bawah kendali “Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional”. Nah, secara kebetulan pula Pak Airlangga Hartarto didaulat sebagai ketuanya.
Bukan saintis, bukan ahli medis, tapi seorang politisi ekonom tulen.
Lagian, saya kira, cukup sekadar melihat nama lembaga tersebut, yang dibebani embel-embel “Pemulihan Ekonomi Nasional”, kita bisa memaklumi seluruh tindak-tanduk Pak Airlangga Hartarto.
Kalau di mata Airlangga, IHSG anjlok karena pengumuman PSBB Jakarta yang akan digelar awal minggu depan, ya itu kan sudah pasti udah ada itung-itungannya secara rigid.
Ingat lho, ekonomi itu ilmunya angka mbulet semua. Udah gitu, Pak Airlangga pula Menko Ekonominya. Karena ngerjain angka-angka mbulet di bidang ekonomi, pasti pernyataan Pak Airlangga Hartarto valid dan bisa dipertanggungjawabkan. Ya kan Pak Airlangga?
Lagian apa sih yang nggak bisa dipastiin dari angka-angka duit? Sebagai seorang politisi sekaligus sosok yang ngurus ekonomi, Pak Airlangga pasti paham.
Pilihan lurah aja bisa dipastiin pakai duit, koruptor kabur ke Papua Nugini aja bisa dipastiin pakai duit, bahkan e-KTP aja bisa dipastikan tertunda karena duit. Intinya, kalau soal duit, pasti semua jadi valid.
Jadi IHSG anjlok itu nggak mungkin ada penyebab lain. Ini pasti gara-gara ulah Anies Baswedan yang ngumumin PSBB ketat di Jakarta!
Jadi, meski prediksi rumah sakit di Jakarta akan melebihi kapasitas pada pertengahan September 2020 kalau tidak segera PSBB ketat dan tenaga medis akan makin kewalahan dalam beberapa waktu ke depan, kalau secara perhitungan ala Pak Hartarto nggak mashoook, ya berarti nggak mashoook. Bodo amaaat.
Saya sendiri sangat takjub pada pria kelahiran Surabaya ini. Sulit rasanya mencari sosok seperti Pak Airlangga Hartarto, yang tetap teguh pada tugas yang telah diamanatkan di pundak.
Blio ini tipe orang yang lempeng-lempeng saja dan relatif fokus. Disuruh A tidak mungkin mengerjakan B. Seperti robot canggih, hanya menuntaskan misi yang telah dirancang sejak awal. Tidak ada interupsi, bodo amat hati nurani, yang penting tugas kelar.
Belum lagi, Airlangga yang aktif dan multitalenta ini punya banyak jabatan duniawi yang mentereng. Selain Menko Perekonomian dan Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, blio diam-diam juga merupakan Ketua Umum Partai Golkar sejak 2017 lalu.
Oleh karena itu, ada tiga spektrum yang menjelaskan siapa sosok Airlangga Hartarto ketika menyentil Anies Baswedan. Gubernur Jakarta yang waspada dengan kenaikan jumlah positif Covid-19 di Jakarta.
Bagi Airlangga Hartarto, ini semacam sekali dayung dua tiga pulau terlampaui.
Pulau pertama, Anies dianggap gangguin kerjaan Pak Airlangga yang sedang berusaha memulihkan ekonomi nasional. Pulau kedua, Anies dianggap overtaking kerjaan blio sebagai pemimpin yang nangani Covid-19. Lalu pulau ketiga, Anies punya preferensi politik berseberangan dengan partai yang diketuainya.
Bahkan bisa dibilang, kecenderungan sudah mengarah kuat ke arah situ. Setelah PSI, rupa-rupanya Golkar adalah partai nomor dua paling rajin memberi petuah bijak pada Anies Baswedan belakangan ini. Habis Giring, terbitlah Aldi Taher. Habis PSI, terbitlah Golkar.
Paling tidak, dalam kasus rencana PSBB ketat di Jakarta, kita juga dengar Sekretaris Fraksi Golkar DPRD DKI Jakarta Judistira Hermawan turut menolak kebijakan PSBB, dengan suara yang sama nyaringnya seperti Airlangga.
Hmmm… sangat kompak rasa cueknya… sama kesehatan masyarakat.
Meski begitu, setidaknya kita patut bersyukur. Sebab saling lempar kritik adalah indikator sederhana bahwa mayoritas pejabat negara kita telah mencerminkan aura kritis di tengah krisis.
Sekaligus menjadi bukti, bahwa mau kesehatan ekonomi kek, mau kesehatan masyarakat kek, ternyata kesehatan politik itu jauh lebih bernilai harganya.
BACA JUGA Jokowi Disebut Sudah Sadar dan Siuman dan tulisan Muhammad Nanda Fauzan lainnya.