Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Tragedi Kanjuruhan: Menormalisasi Hal yang Tidak Normal Adalah Mula Malapetaka

Sengkarut ketidaknormalan penggunaan gas air mata ini menunjukan buruknya koordinasi antara PSSI, PT Liga Indonesia Baru (LIB), panpel, dan aparat keamanan.

Fajar Junaedi oleh Fajar Junaedi
3 Oktober 2022
A A
Tragedi Kanjuruhan: Menormalisasi Hal yang Tidak Normal Adalah Mula Malapetaka MOJOK.CO

Ilustrasi Tragedi Kanjuruhan: Menormalisasi Hal yang Tidak Normal Adalah Mula Malapetaka. (Mojok.co/Ega Fansuri)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Tragedi Kanjuruhan menjadi puncak dari benang kusut koordinasi yang dinormalisasi pemangku kebijakan dalam tata kelola sepak bola Indonesia.

Pernahkan Anda menonton pertandingan sepak bola langsung di stadion? Jika pernah, mari kita bersama mengingat momentum sebelum pertandingan. Dihadiri oleh ribuan penonton, sebelum pertandingan adalah kesempatan terbaik untuk mengumumkan tentang mitigasi. Perangkat pertandingan bisa mengumumkan melalui pengeras suara dan/atau videotron tentang jalur evakuasi jika terjadi bencana. Sayangnya, panitia pelaksana (panpel) pertandingan sepak bola acap abai dengan hal ini.

Bencana bisa terjadi kapan saja dan di mana saja. Meskipun tidak ada dari kita yang mengharapkan terjadinya bencana seperti yang terjadi di Kanjuruhan, Malang. Merujuk Undang-undang No.24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Ketidaknormalan yang didiamkan

Ketidaknormalan yang dinormalisasi dalam tata kelola pertandingan memantik pertandingan sepak bola menjadi serangkaian peristiwa bencana. Ketidaknormalan pertama adalah lagu “Dibunuh Saja!” yang masih terus dilestarikan. Lagu ini adalah banalitas kejahatan (banality of evil). Tentang banalitas kejahatan, kita bisa merujuk pada Hannah Arendt, yang tekun meneliti kejahatan para penjahat Perang Dunia II. 

Arendt menyebut banalitas kejahatan merupakan situasi di mana kejahatan dirasakan sebagai sesuatu yang banal atau biasa sekali. Lagu “Dibunuh Saja!” dinyanyikan dengan tanpa beban, dinormalisasi dengan dibiarkan terus bergema. Inilah banalitas kejahatan. Puncaknya suporter yang marah, mudah melakukan kekerasan karena dalam alam bawah sadarnya, mereka terpatri membunuh sebagai hal yang biasa.

Ketidaknormalan kedua adalah ketidakmampuan PSSI, operator kompetisi dan panpel pertandingan dalam mengelola pertandingan sepak bola yang terus dibiarkan. Penjualan tiket di Kanjuruhan yang melebihi kapasitas dan ketiadaan mitigasi bencana adalah bukti tidak normalnya pertandingan sepak bola kita. 

Tidak ada kesadaran akan mitigasi di stadion

Saya pernah melakukan penelitian tentang bagaimana suporter sepak bola memandang persoalan mitigasi dalam pertandingan. Nyaris semua yang saya temui selalu menyatakan bahwa panpel tidak melakukan mitigasi bencana. Tidak ada pengumuman tentang jalur evakuasi jika terjadi bencana, apa yang harus dilakukan saat terjadi bencana, dan papan petunjuk jalur evakuasi.

Beberapa informan yang saya temui menyatakan bahwa terjadi tindakan represif yang mereka alami. Ketika akan keluar stadion untuk mengevakuasi diri, mereka menemui pintu stadion yang terlalu kecil seperti di Stadion Kanjuruhan. Dalam stadion yang temboknya tidak terlalu tinggi, mereka mengatakan bahwa memanjat tembok menjadi pilihan terbaik. Meskipun harus ditebus dengan luka atau cedera karena meloncat saat turun.

Sayangnya, hal yang tidak normal ini terus dibiarkan. Di pertengahan Juni 2022, dua suporter Persib Bandung meninggal setelah berdesakan, saat kompetisi pra-musim Piala Presiden. Setelah tragedi yang mematikan ini, tuntutan publik dan media adalah pembenahan tata kelola pertandingan. Faktanya, tidak ada upaya dalam penyelenggaraan pertandingan sepak bola. Buktinya adalah Tragedi Kanjuruhan di mana akses penonton untuk keluar ketika terjadi kekacauan tidak ideal.

Sebelum kompetisi, seharusnya federasi dan operator liga melakukan verifikasi kelayakan stadion. Kelayakan stadion dalam hal mitigasi harus diperhatikan. Ini misalnya mencakup tentang bagaimana kapasitas pintu stadion sebagai jalur evakuasi ketika terjadi bencana.

Sepak mula yang terlalu malam

Ketidaknormalan ketiga adalah penyelenggaraan pertandingan sepak bola yang terlalu larut malam. Mengakomodasi kepentingan pemegang siar, pertandingan sepak bola digelar malam hari, termasuk big match. Risiko keamanan semakin akut dengan pertandingan malam. Ketiadaan transportasi publik yang memadai ke stadion bahkan telah menyebabkan suporter harus bermalam menunggu transportasi publik. 

Penyelenggaraan pertandingan yang terlalu malam telah banyak mendapat protes. Namun, federasi dan operator liga tetap bebal menggelar pertandingan malam hari. Akibatnya, mengatasi kerusuhan yang terjadi di malam hari itu jauh lebih sulit. Di Tragedi Kanjuruhan, konon, sudah ada permintaan untuk menggelar laga di sore hari, tapi ditolak. Aneh sekali.

Gas air mata sudah dilarang, tapi masih dipakai

Ketidaknormalan keempat adalah penggunaan gas air mata. Jelas dalam regulasi keamanan dan keselamatan di stadion yang dirilis FIFA disebutkan larangan penggunaan gas air mata. Di beberapa peristiwa, kericuhan yang terjadi di stadion, penggunaan gas air mata terbukti mematikan. 

Misalnya pada 3 Juni 2012, seorang suporter Persebaya Surabaya meninggal karena berdesakan setelah polisi menembakan gas air mata ke arah tribun. Sepuluh tahun kemudian, aparat kembali menembakan gas air mata. Jumlah korban berlipat. Ratusan Aremania meninggal dalam tragedi memilukan di Stadion Kanjuruhan, Malang, 1 Oktober 2022. Bukan hanya suporter, aparat keamanan juga menjadi bagian dari korban.

Iklan

Sengkarut ketidaknormalan penggunaan gas air mata ini menunjukan buruknya koordinasi antara PSSI, PT Liga Indonesia Baru (LIB), panpel, dan aparat keamanan. Koordinasi yang buruk ini telah terjadi secara menahun, sebagai terbukti dalam berbagai kekerasan yang terjadi di stadion. Sayangnya, sengkarut itu dibiarkan terus melalui normalisasi. Pertandingan tetap digelar. Tragedi Kanjuruhan menjadi puncak dari benang kusut koordinasi yang dinormalisasi pemangku kebijakan dalam tata kelola sepak bola.

Stadion jadi tempat angker

Kekerasan di stadion semakin membenamkan sepak bola Indonesia pada titik nadir. Penonton takut datang ke stadion karena ketidaknormalan yang dinormalisasi telah mengakibatkan malapetaka. Penelitian yang dilakukan oleh Gai Guerstein pada 2018 berjudul berjudul “Does Football Fans’ Violence Influence Match Attendance?” menyebutkan bahwa kekerasan di stadion berimplikasi pada minat penonton untuk datang. Sebagian responden yang diteliti menyatakan bahwa mereka tidak lagi berminat datang ke stadion karena adanya kekerasan. 

Tentu kita semua sedih terhadap tragedi Kanjuruhan. Kita semua menundukan kepala, mendoakan semua korban. Di saat bersamaan, kita semua marah terhadap PSSI dan perangkat terkait yang tidak becus mengelola sepak bola.

Pengurus PSSI harus mundur!

Suporter, warga sipil, dan aparat menjadi korban dari tata kelola yang buruk. Pengurus PSSI harus mundur sebagai bentuk pertanggungjawaban. Harus!

Harus ada tim investigasi yang berasal dari pihak-pihak independen. Investigasi yang dilakukan PSSI adalah puncak ketidaknormalan dalam penanganan Tragedi Kanjuruhan! 

Mereka yang seharusnya diinvestigasi, bukan justru mereka menginvestigasi. Percaya kepada para pengurus PSSI, adalah ketidaknormalan yang hakiki.

BACA JUGA Dilarang di Stadion, Pakar Jelaskan Bahaya Gas Air Mata dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.

Penulis: Fajar Junaedi

Editor: Yamadipati Seno

Terakhir diperbarui pada 3 Oktober 2022 oleh

Tags: kanjuruhanMalangPSSItragedi kanjuruhan
Fajar Junaedi

Fajar Junaedi

Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan sekretaris Lembaga Pengembangan Olahraga Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Artikel Terkait

Jadi ojol di Malang disuruh nyekar ke Makam Londo Sukun. MOJOK.CO
Liputan

Driver Ojol di Malang Pertama Kali Dapat Pesanan Bersihin Makam dan Nyekar di Pusara Orang Kristen, Doa Pakai Al-Fatihah

16 November 2025
Kerja keras bawa Annes kuliah di Universitas Brawijaya (UB) Malang gratis hingga kerja sebelum wisuda MOJOK.CO
Kampus

Universitas Brawijaya (UB) Bawa Saya Kuliah Tanpa Biaya, Bisa Kerja Sebelum Wisuda buat Tebus Masa-masa Berat Sekolah Sambil Kerja Sejak Remaja

15 Oktober 2025
Pilih kos murah di Malang karena gaji nggak UMR. MOJOK.CO
Ragam

Cara Bertahan Hidup Anak Kos di Malang dengan Gaji Rp2 Juta setelah Orang Tua Tiada, Tersiksa tapi “Kudu Legawa”

8 Oktober 2025
Derita Mahasiswa Kota Malang Nekat Kumpul Kebo demi Perhatian MOJOK.CO
Esai

Mahasiswa Kota Malang Nekat Kumpul Kebo karena Haus Kasih Sayang tapi Berakhir Jadi Korban Kekerasan Pacarnya, Ada yang Hamil di Luar Pernikahan

24 September 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

musik rock, jogjarockarta.MOJOK.CO

JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan

5 Desember 2025
Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
Bakpia Mojok.co

Sentra Bakpia di Ngampilan Siap Jadi Malioboro Kedua

1 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.