MOJOK.CO – Tarif pajak 0,5% bakal menggerogoti peluh pedagang kecil. Mereka disulap menjadi tulang belikat. Sudah menopang, eh masih juga digerogoti.
Ramai di media sosial, terutama X, mengenai rencana pemberlakukan tarif pajak 0,5% bagi pedagang online. Spesifik dalam hal ini ya yang berjualan di platform e-commerce seperti TikTok, Shoppe, atau Tokopedia. Seperti biasa, banyak yang mendukung, banyak juga yang kontra. Yah, potret netizen Indonesia lah, ya.
Sebenarnya wajar kalau pemberlakuan kebijakan ini menuai reaksi yang beragam. Bahkan bukan hanya soal pajak. Soal kebijakan apa saja, pasti menuai pro dan kontra.
Inilah gambaran kalau pemerintahan sebuah negara begitu amatir dalam mensosialisasikan kebijakannya. Ditambah lagi komunikasi publik para pejabatnya yang sangat berantakan. Jadi wajar, setiap kebijakan, selalu menciptakan kegaduhan.
Sebetulnya tarif pajak ini sudah berlaku sejak lama
Pada dasarnya, pemberlakukan tarif pajak ini sudah dimulai sejak lama, hanya sasarannya saja yang diperluas. Pajak ini adalah bagian dari PPH Final UMKM yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No.23 Tahun 2018.
Inti dari tarif pajak ini adalah potongan atas omsetnya ya cuma 0,5% itu dan nggak perlu dihitung lagi untuk dasar pemotongan pajak penghasilan lain. Dalam konteks pedagang olshop, ya mereka kena potongan kalau omsetnya sudah menyentuh lebih atau sama dengan Rp500 juta per tahun. Tapi, ada syarat dan ketentuan yang berlaku.
Bagi pedagang yang statusnya milik pribadi, alias tidak punya badan hukum, maka pemberlakuannya maksimal selama 7 tahun. Bagi badan misal CV/Firma, selama 5 tahun. Untuk badan jenis PT atau Koperasi, pemberlakuannya maksimal 3 tahun.
Jadi, setelah durasi waktu tersebut, para pedagang akan dikenai pajak progresif sesuai PPH pasal 17 yang dihitung dari laba bersih omset. Dan persentase potongannya pun mulai dari 5 sampai 30%. Jadi, pemberlakuan pajak ini tuh hanya sementara, tidak selamanya.
Tapi ada catatan tambahan, nih. Pemberlakuan tarif pajak ini akan otomatis berakhir (meski belum mencapai batas waktu) ketika omset sebuah usaha sudah di atas Rp4,8 miliar atau ketika usaha tersebut melakukan merger dengan usaha lainnya.
Sekarang yang jadi pertanyaan adalah apakah pemberlakuan tarif 0,5% ini akan mengikuti aturan yang plek ketiplek sama dengan PP No.23 Tahun 2018 atau ada penyesuaian?
Sekali lagi, informasi yang separuh-separuh dari pemerintah bikin orang jadi bingung. Tapi kabarnya, pemberlakuan tarif pajak ini akan dilakukan dengan skema potongan bulanan secara otomatis melalui tiap platform e-commerce.
Madu dan racun
Tapi begini. Secara ekonomi, sebenarnya pungutan pajak kepada para pelaku Olshop ini bisa jadi madu tapi di satu sisi mengandung racun. Saya akan uraikan dari sisi madunya dulu.
Jadi, dalam diskursus ekonomi makro, keadilan fiskal itu sangat penting. Soalnya begini, UMKM (fisik) sudah dipotong 0,5% omsetnya tiap tahun, karyawan, pekerja, atau pegawai juga kena pajak melalui PPH pasal 21 yang mana kalau total pendapatannya setahun sudah di atas Rp50 juta, akan dipotong minimal 5%.
Nah, para pedagang olshop ini, terutama yang omsetnya besar sekalipun, mayoritas tidak mampu dijangkau sebagai pelaku wajib pajak aktif. Pasalnya, husnudzon-nya begini, mereka itu nggak punya NPWP, nggak semua melakukan pembukuan atau pencatatan omset secara rutin.
Setelah itu, pemeriksaan dan penarikan tarif pajak secara aktif hampir tidak dilakukan kepada mereka oleh pemerintah, karena data omzet sulit dideteksi. Jadi banyak penjual online bahkan tidak tahu batas omzet kena pajak UMKM. Kebanyakan fokus hanya pada aktivitas penjualan, bukan kepatuhan pajak.
Tapi di sisi lain, ada suudzon-nya juga. Para pedagang kelas kakap di olshop ini juga banyak yang nakal. Mereka yang omsetnya sudah besar dan harusnya wajib pajak tidak melaporkan seluruh pendapatannya secara transparan.
Keberadaan yang nggak dibebankan pajak, membuat mereka seenaknya memainkan harga. Mereka merasa omset mereka bisa menutupi biaya promo potongan harga yang mereka keluarkan. Oleh sebab itu, mereka akhirnya menciptakan persaingan yang nggak sehat. Akhirnya, para pedagang baru dan kecil di olshop bisa kalah bersaing.
Baca halaman selanjutnya: Madu dan racun kebijakan pemerintah.












