MOJOK.CO – Dari pengalaman Dokter Tirta sendiri, blio akhirnya tahu orang kalau dikasih tahu dengan cara marah-marah dapat menimbulkan masalah baru.
Selama pandemi COVID-19, Dokter Tirta ngegas untuk mengimbau masyarakat supaya di rumah saja dan jaga jarak. Tak hanya bersuara lantang di media sosial, dr. Tirta juga turun ke lapangan dengan menjadi relawan dan menggalang donasi.
Walaupun sudah tidak menjabat sebagai dokter karena banting setir ke usaha cuci sepatu, Dokter Tirta masih punya kepedulian untuk bantu meringankan beban rekan sejawatnya di dunia kedokteran.
Berbagai cara dilakukan oleh dr. Tirta untuk mengumpulkan uang, termasuk bekerja sama dengan Holywings dalam pembuatan masker. Ketika sowan ke tempat usaha sahabatnya tersebut, blio menyempatkan foto bertiga dengan rekan-rekannya.
Apesnya, foto yang tidak menerapkan protokol jaga jarak itu diunggah di media sosial Holywings. Caption-nya kira-kira begini: “Dokter Tirta saja sudah merasakan keseruan Holywings new normal, kalian kapan?”
Tentu saja blunder ini memancing sifat lahiriah warganet. Akun media sosial dr. Tirta pun diserang. Mengingat blio sendiri yang dulu wanti-wanti untuk jaga jarak, tetapi kenapa sekarang beliau sendiri yang melanggarnya?
Ditambah admin Holywings seolah mengajak orang-orang untuk kumpul-kumpul dan nongkrong tanpa urgensi, mentang-mentang new normal.
Seorang netizen sampai membuat video berisi omongan ngegas ala Dokter Tirta beberapa bulan lalu tentang rakyat Indonesia yang ngeyel, tidak mau diam di rumah, malah liburan Corona. Namun, gambarnya adalah dr. Tirta rangkulan dengan kawan-kawannya. Judulnya “dr. Tirta mengedukasi dr. Tirta”.
Video sindiran itu hanyalah satu dari sekian kritikan warganet yang ditujukan kepada dr. Tirta. Dokter Tirta yang biasa ngegas, kini digas balik oleh warganet secara keroyokan.
Namun, dr. Tirta merasa dirinya adalah korban dari isu yang digoreng oknum pembenci. Beliau merasa ada yang ingin dirinya diam. Padahal, selama ini, beliau sudah berbuat banyak untuk membantu pemerintah dengan mengedukasi masyarakat. Ditambah beliau menjadi relawan dan menggalang dana untuk korban terdampak pandemi.
Sebelumnya, Dokter Tirta juga pernah sosialisasi ke pasar yang sangat sulit untuk menerapkan jaga jarak, tetapi tidak ada yang menggoreng. Giliran ke Holywings, kenapa digoreng? Apakah karena sayap ayam emang enak digoreng?
Selama tiga hari, Dokter Tirta menerima serangan warganet yang menurutnya sudah masuk ke ranah cyber–bullying. Untung, nggak sampai bunuh diri, cuitnya di Twitter. Gara-gara hujanan hujatan inilah blio terpantik untuk memperjuangkan kesehatan mental akibat cyber bullying. Mungkin bisa dimulai dengan tukar pikiran bersama Kekeyi sebagai sang penyintas.
Dari sudut pandang Dokter Tirta, mungkin beliau merasa senasib dengan Bintang Emon, sesama influencer yang moncer saat pandemi. Selama ini, melalui video komedi, Bintang Emon mengedukasi masyarakat tentang protokol kesehatan dengan gaya cair. Sampai-sampai ada isu Bintang Emon mau diangkat jadi jubir Corona. Namun, ketika menyentil kasus Novel Baswedan, Bintang Emon malah diserang buzzer. Sama seperti dr. Tirta yang diserang haters.
Bedanya, Bintang Emon sempat dilaporkan oleh seseorang yang disapa Bro Charlie ke polisi. Lantaran komedian itu dianggap awam dan tak berhak berkomentar tentang hukuman untuk pelaku penyerangan Novel Baswedan. Sementara, dr. Tirta berniat sebaliknya.
Untuk melawan serangan barbar sobat Twitter, Dokter Tirta mengeluarkan kartu sakti “laporkan ke polisi”. Di Instagram, blio mengunggah tangkapan layar cuitan para haters. Lengkap dengan ancaman membawa kasus ujaran kebencian itu ke jalur hukum. Setelah itu, barulah bermunculan permintaan maaf para warganet yang sempat menyerangnya. Haha, takut.
Drama seleb lapor haters ke polisi ini mengingatkan dengan skena Deddy Corbuzier sewaktu jadi bucin Chika Jessica. Sebelum jadi podcaster tempat klarifikasi influencer blunder, Om Deddy adalah pemburu hater pada masanya.
Siapa saja yang berani menghujatnya di media sosial, ia akan cari sampai ketemu. Barulah ketika ketemu, hater-nya melakukan klarifikasi. Namun, dulu belum musim podcast, jadi tidak diunggah ke YouTube untuk dipasang adsense.
Menjadi seleb dengan superpower memang mudah untuk menuntut keadilan yang tidak didapatkan di media sosial. Merasa sudah sering berbuat baik, tetapi yang dilihat hanya satu kesalahan, lantas tak terima diserang warganet. UU ITE yang jadi polemik bisa dimanfaatkan sebagai kartu pertahanan diri.
Dokter Tirta pernah berkata bahwa alasannya selalu ngegas adalah karena orang Indonesia nggak mau dengar kalau dikasih tahu baik-baik. Padahal blio itu nggak cocok ngegas. Nggak sesuai kodratnya. Kan tirta artinya air, bukan gas. Eaaaa.
Masalahnya, tidak semua orang bisa terima digas/dimarahi di depan umum/publik. Dokter Tirta yang biasa ngegas saja tidak terima digas balik, walaupun pakai suaranya sendiri. Ditambah beliau merasa nggak salah-salah amat, cuma lupa jaga jarak.
Teori yang menyatakan bahwa orang Indonesia hanya bisa dikasih tahu dengan cara ngegas, terbukti tidak sepenuhnya benar. Orang yang mengeluarkan teori tersebut saja bertindak sebaliknya.
Digas/dikasih tahu dengan cara marah-marah dapat menimbulkan masalah baru, kalau orang yang dimarahi sampai membawa kasusnya ke jalur hukum. Mentang-mentang Indonesia negara hukum. Sementara banyak kasus hukum berat diselesaikan secara kekeluargaan.
Indonesia sebagai bangsa yang ramah-tamah kini menjadi semakin asing. Sebab rakyat dan influencer-nya mudah untuk swearing.
BACA JUGA Dokter Tirta Digas Netizen karena Lalai Terapkan Protokol Jaga Jarak atau tulisan Haris Firmansyah lainnya.