Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Sudah Tajir Kok Cari Beasiswa Bidikmisi, Kemaruk Amat Kayak Fir’aun

Bagus Muhammad oleh Bagus Muhammad
25 Juni 2018
A A
ilustrasi Sejarah Rujak Cingur Ditulis Ulang Media, Berakhir Salah Tafsir sebagai Favorit Firaun mojok.co

ilustrasi Sejarah Rujak Cingur Ditulis Ulang Media, Berakhir Salah Tafsir sebagai Favorit Firaun mojok.co

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Masih saja ada orang tajir yang ngebet dapat beasiswa Bidikmisi, beasiswa khusus untuk orang-orang tidak mampu. Situ orang kaya apa Fir’aun? Kemaruk amat jadi manusia.

Beberapa bulan lalu saya main ke kota kelahiran saya, salah satu kota di Jabodetabek. Gara-gara saya “pulang kampung”, diadakanlah reuni sederhana oleh teman semasa kecil. Yang datang bukan cuma teman saya, tapi orang tua mereka juga ikutan nimbrung.

Alhamdulillah, saya senang sekali. Bisa silaturahmi antargenerasi. Saya yang sudah lama gak ketemu mereka, jadi diberondong banyak pertanyaan. Dari bertanya kabar saya dan keluarga, alasan saya memanjangkan rambut, jenis umbi-umbian, anggota Akatsuki favorit… pokoknya macam-macam.

Tapi, yang paling nggatheli bagi saya adalah ketika ditanyai tentang kuliah.

“Mas kuliah di Solo, ya? Pake Bidikmisi nggak?”

FYI, teman sepermainan saya memang banyak yang lebih muda. Dan yang bertanya ini baru lulus SMA. Jawaban “iya” yang terlontar dari saya tentu saja tak mampu meredam semangat muda serta ke-kepo-annya itu. Akhirnya saya diminta menjelaskan secara rinci tentang Bidikmisi, dari A sampai Z. Padahal, kata “Bidikmisi” sama sekali tidak mengandung dua huruf tersebut. Ajaib, bukan?

Setelah saya selesai menjelaskan, ibu dari teman saya ini menasehati, “Tuh, si fulan (menyebut nama anaknya). Kamu ngambil Bidikmisi aja. Enak, nggak bayar.” JLEBB! Rasanya kapak Thor menancap di dada saya.

Untuk kalian yang belum tahu, Bidikmisi adalah bantuan pemerintah untuk orang tidak mampu yang ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Wujud bantuannya adalah digratiskannya biaya kuliah selama 4 tahun (tidak termasuk biaya untuk tugas ya, Lur). Selain itu, penerima Bidikmisi juga mendapat uang saku sebesar Rp650.000 per bulan, dicairkan tiap enam bulan (dulu tiga bulan).

Yup. Bidikmisi diperuntukkan bagi orang yang tidak mampu, alias misquen. Kalo saya sih nggak masalah dikatain misquen, karena faktanya memang begitu. Bapak saya hanya pedagang keliling yang penghasilannya belum bisa mengungguli kru Mojok. Rumah saya kecil dan belum semuanya ditembok. Kendaraan termewah saya pun cuma Supra Fit seken.

Sedangkan teman saya yang kepo tadi, dia berasal dari keluarga yang terkenal berduit, rumahnya bertingkat, punya mobil, borjuis tulen pokoknya. Bukan anak burjois seperti saya ini. Ketika sobat-sobat saya yang misquen—termasuk saya—cuma bisa makan nasi kucing, teman saya yang kepo tadi bisa beli… nasi kucing juga, cuma yang ras persia plus kandangnya.

Celetukan ibu yang bilang “enak, nggak bayar” itu diperparah oleh ibu dari teman saya yang lain yang kebetulan juga sepemikiran. Oh iya, keadaan ekonomi keluarga ibu kedua ini juga tidak bisa dikategorikan sebagai keluarga kelas menengah. Bisa dilihat dari mobil kinclong yang terparkir di depan rumahnya. Bahkan Supra Fit kebanggaan saya, kalau dimodif jadi Fortuner pun tak akan mampu menandingi kemewahan mobil miliknya.

Mendengar ucapan kaum borjuis begitu, tentu saja perasaan saya yang misquen ini hancur berpixel-pixel. Kapak Mas Thor tadi belum sempat dicabut, eh ini dibonusin petir yang menyambar ubun-ubun saya. Rasa-rasanya gimana gitu, dengar orang sudah tajir mampus masih kepengen gratis pula kuliahin anaknya pakai beasiswa yang buat orang misquen. Sudah tajir kok ya cari beasiswa Bidikmisi, kemaruk amat jadi Fir’aun, Bu.

Permintaan kedua ibu-ibu ini memang bisa saja direalisasikan, sobat misquenku. Soalnya, walau dua syarat pengajuan Bidikmisi adalah slip gaji orang tua dan foto rumah, tapi hal tersebut pada praktiknya sangat bisa diakali lho, Lur.

Contohnya sobat misquen gadungan di kampus saya, untuk yang memalsukan foto, Indah namanya (bukan nama sebenarnya). Waktu semester awal, dia pernah bilang ke saya kalau foto yang dikumpulkan bukanlah foto rumahnya, melainkan foto simbahnya yang menurut dia layak dikasihani. Benar-benar perbuatan yang tak se-indah namanya.

Iklan

Ya kalo kasihan, kok dia malah memanfaatkan ya kan? Tapi saya tidak mau memikirkan lebih jauh. Untuk apa mikirin lawan jenis yang nggak mikirin kita? Ya nggak, Lur?

Selain Indah, ada satu lagi sobat misquen yang sejenis. Sebut saja namanya Cristiano. Dia ini penerima Bidikmisi susulan. Jadi, awalnya dia ini mahasiswa reguler. Tapi suatu waktu kampus saya membuka pendaftaran mahasiswa Bidikmisi susulan. Cristiano yang suka segala hal yang berkaitan dengan gratisan—termasuk makan di kondangan orang nggak dikenal—itu pun mencoba ikut. Anehnya dia bisa diterima.

Padahal UKT-nya sebelum menerima Bidikmisi termasuk golongan UKT yang tertinggi. Dengan kata lain, sebetulnya Cristiano ini tidak berasal dari keluarga misquen. Loh, horang kayah begito kok bisa lolos bantuan Bidikmisi, ya?

Begini sobat misquenku, sebenarnya hal menyebalkan begini bisa saja dihindari jika semua pihak melakukan prosedur yang benar. Misalnya, pihak perguruan tinggi melakukan survei ke calon penerima Bidikmisi. Mencocokkan data di lapangan.

Misalnya, apa benar anak ini berasal dari keluarga tak mampu? Slip gaji orang tuanya bohong nggak, nih? Benarkah bahwa rumahnya memprihatinkan? Serius orang ini nggak punya TV di rumah? Pertanyaan-pertanyaan macam itu harusnya terjawab dengan jelas jika survei dilaksanakan dengan benar.

Nah, masalahnya di banyak kampus sepertinya aturan ini tidak dilaksanakan secara serius. Ada sih yang disurvei, tapi cuma sedikit. Kalau pun ada juga cuma sebatas formalitas—bahkan bisa dikategorikan langka dan perlu dilindungi. Pada akhirnya, ya wajar saja kalau banyak bantuan Bidikmisi yang salah sasaran. Mahasiswa-mahasiswa dengan uang saku sebulan sampai jutaan, dapat Bidikmisi pula, kan ngguatheli namanya.

Yah, mau gimana lagi? Mau nyalahin Jokowi kok yo kurang wangun dan terkesan goblok. Tapi rakyat Endonesa ini memang harus diubah pola pikirnya. Sebetulnya saya mau pake istilah “revolusi mental”, tapi takut dicap tidak netral, dicap anti-Prabowo. Ya maklum, pembaca Mojok kan dari berbagai kalangan.

Memang sih perubahan memang tidak bisa instan. Jangan samakan dengan perubahan Kotaro Minami jadi Ksatria Baja Hitam atau perubahan posisi Pemred Mojok dari Cik Prima ke Agus Mulyadi. Perubahan itu normalnya berjalan perlahan-lahan tapi pasti. Dimulai dari langkah kecil. Dan itu bisa dimulai dari poin sederhana. Ya udah, mbok ya jangan mengambil hak orang lain. Apalagi hak orang yang sebenarnya lebih membutuhkan karena betulan dari keluarga misquen.

Saya yakin, kita semua pasti pernah diajari hal itu saat kecil. Sayangnya, ada saja yang tidak menerapkan itu. Istilahnya, masuk kuping kiri, keluar kuping kiri. Mental enggak punya urat malu. Istilah ilmiahnya: rai gedhek ndas tank.

Baiklah, saya tahu, beasiswa itu hak semua orang, semua pihak, bahkan yang tajir-tajir itu juga. Ya monggo, boleh. Hanya saja saran saya untuk orang yang berkecukupan tapi tetap ingin dapat beasiswa, hambok tolong jangan Bidikmisi. Jangan, plis.

Bukankah banyak beasiswa lain yang syaratnya tidak harus misquen? Ada juga beasiswa yang dasar kelolosannya berdasarkan prestasi. Bukankah yang begitu-begitu lebih mulia daripada harus membohongi diri sendiri, bahkan membohongi keluargamu? Kalau keluargamu jadi misquen beneran gimana? Sudah siap? Kalau saya sih siap, pengalaman soalnya.

Ya rasanya aneh saja, saat biasanya orang selalu berlomba-lomba supaya terlihat lebih ber-“punya”, tapi ketika ada bantuan untuk orang misquen, banyak orang yang malah memisquenkan diri berjamaah.

Saya jadi bingung, sebetulnya, orang misquen itu yang bagaimana, sih?

Yang tajir mampus karena punya mobil dan rumah mewah tapi ngotot cari beasiswa atau orang kere yang kerja serabutan tapi tetep mampu kuliahin anaknya tanpa tergantung sama beasiswa Bidikmisi?

Duh, tajir atau kere, ternyata betulan cuma masalah moral mental.

Terakhir diperbarui pada 24 Juni 2018 oleh

Tags: Agus MulyadiakatsukibidikmisiborjuisburjoisCristianoFiraunfortunerjabodetabekKotaro MinamiqorunsoloSupra fitukt
Bagus Muhammad

Bagus Muhammad

Mahasiswa ISI Surakarta. Jurusan Televisi dan Film.

Artikel Terkait

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga
Pojokan

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO
Liputan

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
Menjajal GoTransit yang Terintegrasi dengan GoCar, “Keluyuran” di Jogja dan Solo Jadi Lebih Mudah Mojok.co
Ragam

Menjajal GoTransit yang Terintegrasi dengan GoCar, “Keluyuran” di Jogja dan Solo Jadi Lebih Mudah

28 November 2025
Perjalanan hidup Supriadi menjadi atlet bulu tangkis kursi roda dan tampil di event internasional seperti Polytron Indonesia Para Badminton 2025 Solo MOJOK.CO
Sosok

Kondektur Bus, Tukang Las Keliling, dan Jalan Hidup ke Bulu Tangkis Kursi Roda

2 November 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
musik rock, jogjarockarta.MOJOK.CO

JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan

5 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.