Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Simbah di Desa Tanya: ‘Social Distancing’ itu Makanan Apa?

Nurhidayah oleh Nurhidayah
20 Maret 2020
A A
Simbah di Desa Tanya: ‘Social Distancing’ itu Makanan Apa?

Simbah di Desa Tanya: ‘Social Distancing’ itu Makanan Apa?

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Istilah “social distancing” atau “lockdown” itu gampang dipahami milenial dan kelas menengah, tapi jauh untuk simbah saya yang tinggal di dusun pelosok.

“Disuruh social distancing, Mbah,” kata sepupu saya.

Waktu itu, saya dan adik sepupu sedang mengantarkan “berkat” (semacam hantaran makanan) ke rumah saudara tua saya ini.

Berita mengenai merebaknya corona memang sudah sampai di berbagai pelosok negeri, termasuk di pelosok Bantul, Yogyakarta. Dan simbah saya yang kerjaannya petani itu pun ikut-ikutan sibuk membahas corona. Yah, walaupun bahas sebisanya yang beliau bisa bahas aja sih.

Meski tak seheboh di kota-kota kayak Jakarta, Semarang, atau Surabaya, di dusun sini pun fenomena panic buying ada. Hanya saja karena tempatnya pelosok begini, ya tentu skalanya jauh lebih kecil.

Yang keliatan banget sih, stok Indomie dan Mie Sedap jadi ludes. Paling tidak, sampai saat ini saya harus nyari ke lima toko buat beli Indomie goreng doang. Udah begitu, alkohol juga makin susah dicari.

Masker sama hand sanitizer? Ah, itu sih jangan tanya… saya aja sampai lupa wujud masker dan hand sanitizer itu gimana.

Dalam hal ini, harus diakui media sudah bekerja dengan baik. Media sudah berhasil memberikan informasi ke rakyat secara meluas. Pandemi global yang harusnya ditangani dengan serius ini, alhamdulillah, pesan itu sudah tersampaikan.

Perkara panic buying dan efek pemberitaan media lainnya sih tinggal diatur lah sama pemerintah. Dan memang pemerintah harus mengatur. Sosialisasi harus dilakukan lebih gencar termasuk menyiapkan faskes kita untuk menampung pasien corona.

Hanya saja, pandangan saya yang serba positif soal cara komunikasi pemerintah itu mendadak berubah ketika kemarin berkunjung ke rumah simbah saya itu. Terutama ketika Simbah tanya soal apa itu “social distancing”.

“Lah, social distancing kuwi opo, Nduk?” (Lah, social distancing itu apa, Nduk?), begitu tanyanya ketika adik sepupu saya menerangkan usaha-usaha pencegahan corona selain lockdown.

Saya dan adik saya sempat bingung juga bagaimana menjelaskan social distancing ini ke Simbah. Soalnya, selain harus dijelaskan dengan bahasa yang simpel dan nggak mbulet, Simbah juga harus tahu kalau itu penting untuk dilakukan.

“Ya, pokoknya di rumah aja, nggak usah deket-deket sama orang, Mbah,” begitu akhirnya adik saya membuka penjelasan.

Melalui dialog sederhana itu, saya jadi berpikir lebih jauh. Oh, iya juga ya, jebul memang lumayan banyak istilah keminggris yang dipakai dalam kasus corona kali ini. Hal yang tanpa disadari bikin kita se-Indonesia mendadak jadi anak Jaksel semua.

Iklan

Coba deh itung aja. Ada istilah lockdown, fatality rate, panic buying, hand sanitizer, WFH alias work from home, self isolation, self quarantine, dan seterusnya. Yah, lumayan banyak. Terutama untuk simbah saya yang nggak punya akun Facebook atau Twitter.

Kita mungkin awalnya sama-sama nggak tahu ada istilah itu. Tapi karena kelas menengah kayak kita punya medsos, kita bisa dapat penjelasan dari netizen lain. Dari yang tadinya nggak paham, jadi paham. Beda dengan orang-orang di dusun kayak simbah saya ini.

Bukan tidak mungkin di dusun pelosok luar sana ada juga orang kayak simbah saya yang cuma komentar gini ketika denger Pak Jokowi pidato.

“Presidenku iki lagi ngomong opo toh?” (Presidenku ini lagi ngomong apa sih?).

Padahal hampir semua istilah itu sangat penting. Istilah lockdown misalnya. Saya jadi bayangin simbah saya lagi nonton berita. Lantas dia denger, Pak Presiden Jokowi nggak akan memberlakukan lockdown.

Hayaaa jelas bingung simbah saya dengan istilah semacam itu. Bener-bener nggak dekat dan membumi aja buat beliau. Iya sih, istilah itu membumi untuk milenial dan kelas menengah kayak saya atau kamu, tapi terasa jauh banget untuk Simbah.

Belum kalau dikasih tahu lebih lanjut, misalnya, “Mbah, Indonesia nggak lockdown, tapi kita nerapin social distancing. Usahakan juga pakai hand sanitizer dan sebaiknya work from home. Mbah nggak usah khawatir ya, Mbah, jangan ikutan panic buying.”

Bisa-bisa saya malah ditimpali balik sama Simbah.

“Kowe ki ngomong opo kemu to, Nduk?” (Kamu itu ngomong apa lagi kumur-kumur sih, Nduk?).

Iya, kelihatannya masalah ini emang sepele sih, tapi ya nggak sepele-sepele amat. Kalau pemerintah mau, harusnya sosialisasi soal pandemi corona ini digalakkan secara serius. Pesannya harus benar-benar sampai ke masyarakat, termasuk orang-orang kayak Simbah yang konsentrasinya habis untuk mikirin masa tanam dan masa panen doang.

Jangan sampai pedagang pasar, nelayan di pulau pelosok sana, masyarakat adat yang tinggal di hutan, atau simbah saya di dusun pelosok Bantul ini nggak ngerti sama apa yang dimaksud pemerintah. Istilah-istilah kerennya mungkin tahu, tapi maksudnya yang nggak tahu.

Oleh karena itu, ada baiknya pemerintah jangan hanya konsentrasi pada komunikasi ke kelas menengah yang udah melek teknologi aja. Tapi beri intruksi khusus ke Pak Camat, Pak Lurah, agar memberi imbauan dengan bahasa-bahasa yang lebih sederhana ke orang-orang kayak simbah saya.

Ya saya cuma khawatir gara-gara mereka nggak ngerti apa itu social distancing. Nggak ngerti itu gunanya buat apa. Nggak ngerti seberbahaya apa corona buat keluarga mereka. Mereka jadi abai. Lalu risiko tertular malah tinggi.

Untungnya sih, simbah saya sering ditengok. Jadi bisa dikit-dikit dijelasin. Sekarang, coba gimana dengan nasib “simbah-simbah” lain di luar sana, tanpa ada cucu atau tetangga yang sama-sama melek teknologi dan punya akses seluas kita?

Pernah saya baca komentar netizen yang bilang bahwa orang Indonesia disuruh social distancing aja ngeyel. Dulu sih, saya amini saja komentar itu karena memang benar. Saya lihat sendiri kebanyakan orang Indonesia santuy bener meski penyakit ini sudah mulai merebak ke mana-mana.

Tapi sekarang, saya jadi mikir, apa jangan-jangan masyarakat kayak simbah ini bisa selow dan santai karena sebenarnya beliau nggak ngerti?

Jangan-jangan istilah social distancing aja mereka nggak paham arti dan tujuannya. Lah wong kejelasan soal seperti apa social distancing aja jarang juga kok dibahas di dusun pelosok simbah saya ini.

Pemerintah sebetulnya bisa mencontoh iklan-iklan zaman orde baru dulu kok. Kita harus akui bahwa meski orde baru itu gelap gulita, tapi ada juga hal-hal yang bisa dicontoh di zamannya.

Salah satunya, misalnya, iklan layanan masyarakat yang biasanya sederhana tapi mengena. Bukannya malah pidato ndakik-ndakik atau ribut di acara debat tipi tapi malah nggak bikin paham bagi rakyat jelata kayak simbah saya.

BACA JUGA Epidemi Virus Corona dan Ketimpangan di Sekitarnya atau tulisan Nurhidayah lainnya.

Terakhir diperbarui pada 20 Maret 2020 oleh

Tags: coronajokowilockdownsocial distancing
Nurhidayah

Nurhidayah

Mahasiswa Pascasarjana, tinggal di Bantul.

Artikel Terkait

Kereta Cepat Whoosh DOSA Jokowi Paling Besar Tak Termaafkan MOJOK.CO
Esai

Whoosh Adalah Proyek Kereta Cepat yang Sudah Busuk Sebelum Mulai, Jadi Dosa Besar Jokowi yang Tidak Bisa Saya Maafkan

17 Oktober 2025
Sialnya Warga Banjarsari Solo: Dekat Rumah Jokowi, tapi Jadi Langganan Banjir Gara-gara Proyek Jokowi.MOJOK.CO
Aktual

Sialnya Warga Banjarsari Solo: Dekat Rumah Jokowi, tapi Jadi Langganan Banjir Gara-gara Proyek Jokowi

7 Maret 2025
3 Rupa Nasionalisme yang Mewarnai Indonesia Hari Ini MOJOK.CO
Esai

3 Rupa Nasionalisme yang Mewarnai Indonesia Hari Ini

26 Februari 2025
Afnan Malay: Membedah Hubungan Prabowo-Jokowi Setelah Pemilu dan Janji Program MBG
Video

Afnan Malay: Membedah Hubungan Prabowo-Jokowi Setelah Pemilu dan Janji Program MBG

18 Februari 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Para penyandang disabilitas jebolan SLB punya kesempatan kerja setara sebagai karyawan Alfamart berkat Alfability Menyapa MOJOK.CO

Disabilitas Jebolan SLB Bisa Kerja Setara di Alfamart, Merasa Diterima dan Dihargai Potensinya

2 Desember 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
musik rock, jogjarockarta.MOJOK.CO

JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan

5 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.