Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Esai

Siapa yang Gila, Siapa yang Sesat?

Rusdi Mathari oleh Rusdi Mathari
10 Juli 2015
0
A A
Siapa yang Gila, Siapa yang Sesat?

Siapa yang Gila, Siapa yang Sesat?

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Hari Jumat, Cak Dlahom benar-benar kumat. Siang, tiba-tiba dia ikut salat Jumat di masjid. Duduk di barisan paling depan, di antara deretan lelaki yang oleh orang-orang di kampung dianggap sebagai punya kelebihan dan keistimewaan. Ada Pak Lurah, ada kiai, ada ustadz, ada orang-orang kaya, ada Mat Piti, dan sebagainya. Cak Dlahom duduk di bagian tengah. Persis di belakang imam. Di sampingnya Pak Lurah dan Mat Piti.

Selesai salat, Cak Dlahom mengangkat tangannya sembari membaca doa dengan suara keras. Matanya melirik ke Pak Lurah dan Mat Piti yang duduk di kiri dan kanannya. “Ya Allah, jauhkan aku dari segala penyakit hati. Dengki, iri, hasud, ghibah, ria, cinta dunia, sumah, senang jadi pemuka dan senang jadi pesohor.”

Doa itu diulang berkali-kali dengan bahasa Arab yang fasih. Sesudahnya, dia meninggalkan masjid dan tidak menyapa orang-orang di sana.  Mat Piti tertunduk, lalu diam-diam berdoa sembari menangis.

“Duh Gusti, aku malu dengan Cak Dlahom. Sungguh hatiku ini masih dipenuhi amarah. Suka bergunjing mengabarkan keburukan orang. Senang disanjung-puja, dan susah dicela. Jadikan aku gila melebihi Cak Dlahom, ya Allah.”

Puncak kumatnya Cak Dlahom, terjadi pada malam hari. Sekitar jam 10 malam, ketika tadarus Al Quran baru saja selesai di masjid, pembacanya terakhirnya hanya tinggal empat orang: Mbah Siha, imam masjid yang sepuh itu, dan Atmo anak mbah Karto, bersama dua kawannya.

Puasa memang tinggal beberapa hari lagi. Dan jangankan menderes Al Quran, orang-orang yang tarawih pun mulai banyak berkurang. Jamaah yang datang, jumlahnya sudah bisa dihitung jari. Orang-orang mungkin mulai sibuk mempersiapkan Lebaran. Sebagian mungkin sudah tidak puasa. Sudah tidak penting lagi.

Maka malam itu, Cak Dlahom diam-diam masuk ke dalam masjid yang pintunya memang tidak dikunci. Busairi dan Warkono, yang menjaga masjid, hanya lenyeh-lenyeh di teras masjid. Mereka tahu Cak Dlahom masuk masjid dan membiarkannya, karena tahu Cak Dlahom bukan pencuri.

Sekitar 30 menit kemudian, Cak Dlahom menyalakan perangkat pengeras suara di masjid lalu dia berazan.

“Allahu Akbar, Allahu Akbar”

“Allahu Akbar, Allahu Akbar”

Busairi dan Warkono yang sudah tertidur, segera terbangun. Dia menyangka sudah subuh, tapi segera sadar ada yang keliru. Mereka masuk ke masjid dan mendapati Cak Dlahom berdiri di dekat mimbar. Dua tangannya menutup telinganya. Wajahnya dekat dengan mikrofon. Ya, tidak salah, Cak Dlahom memang azan. Masalahnya, azan apa?

Itu hampir tengah malam. Subuh masih jauh, isya sudah lewat, tapi dua penjaga masjid itu tak berani menegur Cak Dlahom. Hasilnya Cak Dlahom azan sampai tuntas meski yang terjadi kemudian, halaman masjid dipenuhi orang-orang kampung. Pak RT, Pak Lurah, Mat Piti semua datang.

Sebagian datang dengan wajah beringas seperti Cak Dullah, korak kampung. Badannya berotot. Tatonya sebadan. Istrinya enam. Kata orang-orang, Cak Dullah dulu imam masjid yang disegani. Dia lulusan pondok dan banting setir jadi korak karena kecewa, tapi orang-orang kampung tak punya bahan untuk menjelaskan, Cak Dullah kecewa pada apa atau siapa. Pokoknya kecewa. Hanya itu penjelasannya, dan kecewanya Cak Dullah yang semacam itu, sudah menjadi rahasia umum orang-orang di kampung.

“Busairi…Busairi, siapa yang azan itu?” Suara Cak Dullah memecah keriuhan.

Busairi tak berani menjawab. Warkono apalagi. Lalu dari dalam masjid, Cak Dlahom keluar sambil cengar-cengir. Dia menemui Cak Dullah. Orang-orang mengerebung. Pak RT mempersilakan orang-orang untuk duduk di teras dengan tertib.

“Aku yang azan Dul. Ada masalah rupanya?”

“Ya masalah, Cak. Ini waktunya orang tidur dan bukan waktunya salat.”

“Oh, begitu. Kamu terganggu?”

“Bukan saya saja, Cak, semua orang terganggu.”

“Kenapa kamu terganggu?”

“Di mana-mana azan itu ada waktunya Cak. Ini isya enggak, subuh belum, sampeyan azan.”

Suasana agak tegang. Sebagian orang mengamini pendapat Cak Dullah: Cak Dlahom memang gila. Penganut aliran sesat. Azan jam 11 malam adalah bukti, Cak Dlahom gila dan sesat.

Cak Dullah kembali bersuara. “Bagaimana ini, Pak RT, Pak Lurah? Saya kira hal-hal semacam ini tak bisa dibiarkan terus-menerus.”

“Tenang dulu. Kita dengarkan apa kata Cak Dlahom…” kata Pak RT.

“Orang gila kok diberi kesempatan terus…” kata seseorang.

“Sudah jelas-jelas sesat…”

“Sudah, diusir saja. Bikin masalah melulu.”

“Bagaimana, Cak Dlahom?”

Cak Dlahom yang sebelumnya bersuara lembut, tiba-tiba menjawab dengan suara keras.

“Dul, kamu pernah jadi imam masjid. Kamu tahu ilmu agama. Azan itu untuk apa Dul?”

“Ya panggilan untuk salat, Cak.”

“Tadi, waktu azan isya, ke mana kamu? Ke mana kalian semua? Kenapa tidak ada yang datang ke masjid?”

“Ya anu, Cak…”

“Taek kamu, Dul. Taek kalian semua. Sekarang giliran aku azan tengah malam, kalian malah datang ke masjid. Beramai-ramai. Siapa yang gila sebetulnya, Dul? Siapa yang sesat?”

“Sampeyan yang gila, Cak…eh anu…Saya Cak yang gila…”

Di teras masjid, Dullah yang penuh tato gelagapan. Dia tak berani menatap Cak Dlahom. Begitu juga yang lain. Suara Cak Dlahom yang sebetulnya, yang asli, ternyata telah melumpuhkan saraf keberingasan Dullah dan orang-orang yang marah. Satu per satu mereka meninggalkan masjid.

Mereka kini tahu, Cak Dlahom memang bertambah gila.

 

(sebagian diinspirasi dari cerita yang disampaikan Gus Ubaidillah, Pedurungan Semarang)

Terakhir diperbarui pada 5 November 2018 oleh

Tags: #MerconCak DlahomMat PitiRamadanSesat
Iklan
Rusdi Mathari

Rusdi Mathari

Artikel Terkait

Perang sarung dulu buat seru-seruan kini jadi tindakan kriminal MOJOK.CO
Ragam

Perang Sarung Kini Jadi Tindakan Kriminal, Apa Sih yang Sebenarnya Para Remaja Ini Perlukan?

13 Maret 2025
anak sma dari jogja ngajar ngaji di jepang.MOJOK.CO
Aktual

Anak SMA dari Jogja Dakwah di Jepang Selama Ramadan, Emak-emak Semangat Minta Diajar Ngaji Sampai Tengah Malam

3 April 2024
Minta Tanda Tangan Imam di Ramadan itu Merepotkan MOJOK.CO
Ragam

Minta Tanda Tangan Imam di Bulan Ramadan, Kegiatan yang Pernah Dianggap Imam Masjid Merepotkan dan Membuang Waktu

28 Maret 2024
Acara Bukber di Tempat Makan Menyiksa Juru Masak MOJOK.CO
Ragam

Bukber di Tempat Makan Adalah Acara yang Menyiksa Juru Masak, Sebel Masak Ratusan Porsi untuk Orang yang Sok Berbuka Padahal Nggak Puasa

27 Maret 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

lolos CASN lebih menjanjikan ketimbang kuliah S3. MOJOK.CO

Merelakan Kuliah S3 usai Lolos CASN adalah Pilihan Realistis di Tengah Kondisi Negeri yang Semrawut, meski Penempatan Tak Sesuai Harapan

17 Juni 2025
POCO X5 5G Nggak Jelek, cuma Nggak Tahu Malu Aja MOJOK.CO

POCO X5 5G Bukan Hape Jelek karena Pernah Menyandang Status Price to Performance, tapi Cuma Nggak Tahu Malu Aja

18 Juni 2025
Fadli Zon menyangkal pemerkosaan massal dalam kerusuhan 1998. MOJOK.CO

Muslihat Penulisan Ulang Sejarah Mei 1998: Memberikan Penghargaan kepada Soeharto dan Menyangkal Bukti Pemerkosaan

17 Juni 2025
Tinggalkan Probolinggo untuk kerja di Korea Selatan demi bantu Ibu. Dapat cuan gede malah dituduh tetangga jual diri MOJOK.CO

Nekat Kerja di Korea Selatan demi Bantu Ibu, Dapat Cuan Gede Malah Dituduh Tetangga Jual Diri hingga Tak Mau Pulang Lagi

17 Juni 2025
Bus ekonomi Mira, saksi perantau Surabaya nekat ke Jogja tanpa bekal apa-apa buat cari kerja. Tujuh jam menderita dengan kerandoman penumpang MOJOK.CO

Naik Bus Mira karena Pengin Nikmati Perjalanan dengan Harga Murah, Malah Menderita karena “Keanehan” Penumpangnya

16 Juni 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.