MOJOK.CO – Tokopedia memberi pesangon besar kepada 450 karyawan yang kena PHK. Kabar ini bikin karyawan lain pengin kena PHK juga. Sungguh tidak bijak.
Belakangan, kabar PHK yang semakin menggila menggemparkan dunia kerja. Adalah Tokopedia, yang kini menjadi pusat perhatiannya. Salah satu raksasa e-commerce ini, per 14 Juni 2024 melakukan PHK terhadap 450 karyawannya. Kabar yang membikin detak jantung para pekerja lain di luar sana berdegup cukup kencang sekaligus was-was. Mungkin juga sambil membatin, “Bjir, apakah nasibku akan serupa atau aman-aman saja?”
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, juga memperkirakan bahwa badai PHK akan terus berlanjut di 2024. Terhitung dari sekarang, berarti masih ada sekira satu semester lagi waktu bagi para pekerja merasakan sensasi yang nggak nyaman ini. Situasi-kondisi yang betul-betul nggak pasti. Dan para pekerja, siap atau tidak, mau nggak mau harus tetap menjalani dinamika ini.
Pesangon besar dari Tokopedia bikin banyak orang kehilangan kewarasannya
Mirisnya, di antara dilema, dinamika, serta balada PHK ini, sebagian orang malah heboh membahas soal pesangon yang kira-kira diterima oleh para karyawan Tokopedia. Lebih gilanya lagi, saat mengetahui gambaran pesangon yang diterima, nggak sedikit yang berpikir bahwa di-PHK, apalagi dari Tokopedia, nggak rugi-rugi amat. Sebab, nominal pesangon yang diterima sangat lebih dari cukup untuk sekadar bertahan hidup sampai mendapat pekerjaan anyar.
Bahkan, ada yang berharap di-PHK saja dari kantor sekarang biar dapat pesangon yang sebesar atau mirip-mirip dengan karyawan Tokopedia. Coba dipikir pelan-pelan. Kalian yakin, pasrah di-PHK begitu saja? Pengin di-PHK? Sudah yakin akan dapat pesangon besar?
Di tengah badai PHK seperti sekarang ini, pemikiran tersebut, sejujurnya nggak bijak. Apalagi tanpa perencanaan yang matang. Nominal pesangon yang diterima, sebesar apapun, hanya akan menjadi kesenangan sesaat tanpa hitung-hitungan nir kepastian.
Normalnya, PHK merupakan langkah paling akhir yang bisa ditempuh oleh perusahaan melalui berbagai pertimbangan dan perhitungan. Kalau perlu melibatkan para karyawan untuk berdiskusi untuk mencapai kesepakatan bersama. Jadi, tidak bisa gegabah dan/atau dilakukan secara serampangan. Apalagi, malah ngebet terkena PHK kayak pegawai Tokopedia. Aneh betul.
PHK masih menjadi isu sekaligus PR besar bagi pemerintah
Hal ini nggak mungkin dilempar begitu saja kepada para praktisi HRD, influencer dunia kerja, apalagi para pekerja diminta mencari solusi sendiri. Tolong sekali, Bapak/Ibu dewan, uang pajak yang dipungut dari kami dan diminta dilaporkan tiap tahunnya itu, dimaksimalkan untuk urgensi serupa ini.
Selain itu, bagi kalian yang ngarep di-PHK seperti pegawai Tokopedia, tanpa maksud meng-amini nasib sial akan terjadi, apakah yakin nominal pesangon pasti tidak bikin kecewa? Sebab, masih ada perusahaan yang mem-PHK pekerjanya dan tidak memberikan paket pesangon sama sekali. Bahkan, sebelum diberhentikan, tidak sedikit pekerja yang tidak menerima upah berbulan-bulan lamanya. Seperti yang dialami oleh pekerja di industri tekstil. Masih kurang? Oke. Masih ada 4 efek laten lainnya.
Efek laten pertama: Persaingan yang sudah berat, pasti semakin berat
Pertama, setelah PHK, tidak sedikit yang sudah pasti akan giat mendapatkan pekerjaan lagi untuk tetap produktif dan menyambung hidup. Persaingan akan menumpuk dan lintas generasi. Jual-beli kemampuan, pengalaman, serta obral besaran gaji yang diterima, akan menjadi suatu tantangan besar.
Di satu sisi, lulusan baru dan belum berpengalaman sulit menuntut gaji terlalu besar. Di sisi lain, pekerja senior yang terdampak PHK, akan selalu ada yang menurunkan ego (menurunkan nominal gaji sebelumnya) untuk bisa segera bekerja kembali.
Efek laten kedua: Kamu siap bersaing dengan mantan pekerja Tokopedia?
Kedua, begini, lho. Dalam kasus PHK Tokopedia ini, FYI, di luar sana, banyak perusahaan menilai mantan pekerjanya sudah punya value. Pada titik tertentu, menjadi rebutan agar bisa segera ditampung kembali dan dimaksimalkan kemampuannya, pengetahuannya, untuk banyak posisi yang dibutuhkan.
Pertanyaannya, tanpa maksud mengerdilkan semangat atau kemampuan, lagi-lagi, apakah kalian siap dengan kondisi demikian? Sudah siap head to head dengan ex pekerja Tokopedia, yang dianggap sudah bisa ini-itu dengan value serta segudang pengalaman sebelumnya?
Ingat, ada 70% dari 2700-an ex pekerja Tokopedia yang secara hitungan kasar akan berkompetisi satu sama lain. Mereka akan memperebutkan pekerjaan di berbagai lini bisnis dengan pekerja lainnya. Jadi, jangan gegabah berharap ingin terkena PHK juga.
Efek laten ketiga: Market kerja akan berantakan
Ketiga, market pencari kerja, untuk sementara waktu boleh jadi akan tidak beraturan. Berantakan! Adalah gaji dari ex pekerja Tokopedia yang sebelumnya sudah sesuai atau lebih dari cukup, kemudian berembuk dengan pencari kerja lainnya di bursa pencarian kerja.
Jika pencari kerja terdampak PHK bersedia menurunkan besaran gaji di kantor baru, pertanyaannya, perusahaan mana yang tidak mau menampung pekerja dengan pengalaman sekaligus jadi project mentereng di perusahaan sebelumnya? Apalagi jika gaji negotiable dari sisi calon pekerja.
Dalam hal ini, realitasnya, pencari kerja lain, termasuk lulusan baru, kemungkinan hanya dipertimbangkan dari proses seleksi semakin besar.
Efek laten keempat: Angka pengangguran terus melonjak tanpa ada kepastian
Keempat, PHK tidak boleh dan tidak bisa dinormalisasi tanpa sebab. Mau sampai kapan membiarkan angka pengangguran terus melonjak tanpa ada kepastian di masa depan?
Sampai kapan para pekerja terus menanggung beban dari embel-embel, “Tanggung jawab bersama”? Sudahlah mendapat pekerjaan sulit, solusi rakyat juga yang menanggung. Poin ini buat Bapak/Ibu dewan yang saya hormati, sih. Semoga jadi pusat perhatian, ya.
Terakhir, sebagai pengingat saja, kawan. Tidak semua proses PHK itu smooth. Beberapa di antaranya ada yang dipaksa mengajukan surat resign sehingga tidak dapat pesangon dan harus melalui proses yang panjang. Dan persoalan ini tidak boleh sedikit pun dinormalisasi.
Seberapa besar pun pesangon yang didapat, PHK, tetap menjadi suatu kemalangan tersendiri untuk banyak pekerja. Ditambah lagi mesti berhadapan dengan situasi juga kondisi yang tidak menentu seperti sekarang ini. Di antara kalut itu, ujung-ujungnya para pekerja juga yang diminta berpikir sendiri jalan keluarnya. Kan, mumet, ya?
Penulis: Seto Wicaksono
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Yang Sebaiknya Dilakukan Pekerja ketika Terkena PHK dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.