MOJOK.CO – Jika BPJS menjamin kesehatan, BP Tapera menjamin anggotanya yang kebanyakan generasi milenial bisa punya tabungan buat beli rumah.
Selama masa pandemi, ternyata tak hanya masker dan hand sanitizer yang laku keras di pasaran. Konsol gim Nintendo Switch pun ternyata laris manis bak jamur crispy pada musim hujan.
Penyebabnya, banyak orang yang menghabiskan waktu di rumah saja selama masa swakarantina, lantas memutuskan main Nintendo Switch dengan Animal Crossing sebagai gim andalannya.
Animal Crossing adalah gim simulasi di mana pemainnya tinggal di sebuah desa dengan memancing ikan, menangkap kumbang, dan lain-lain. Animal Crossing disebut-sebut sebagai permainan yang memenuhi impian generasi milenial untuk memiliki rumah dengan halaman luas dan punya banyak teman seperti Sherina cilik.
Ada yang berpendapat bahwa sebagian besar generasi milenial hanya bisa punya rumah di gim simulasi Animal Crossing, The Sims, Harvest Moon, dan sebangsanya. Sebab di kehidupan nyata, keadannya berbanding terbalik dengan pencapaian di dunia virtual: milenial terancam tidak mampu beli rumah.
Ditambah lingkar pertemanan yang mengecil (belum termasuk dampak adanya pembatasan sosial dan fisik).
Di dunia kerja, milenial dikenal sebagai generasi yang sering pindah-pindah kerja. Bahkan beberapa milenial bisa bekerja tanpa kantor, makanya bisa pindah-pindah co-working space kerja.
Dari karakteristik milenial yang tidak betah di satu tempat, rumah bisa saja dianggap beban. Sebab ada dorongan harus pulang ke rumah yang mungkin letaknya jauh dari tempat kerja. Sementara kos-kosan bisa cari yang dekat kantor. Kalau nggak betah, bisa gampang pindah.
Prediksi yang mengatakan milenial bakalan kesulitan memiliki hunian, mungkin tidak jadi soal bagi generasi milenial itu sendiri. Sebab milenial masih bisa mengontrak rumah atau apartemen. Biarlah harga properti semakin tahun semakin mahal, tak jadi beban pikiran.
Ada pula milenial yang pekerjaannya tidak terikat kantor secara formal. Lantas memutuskan nomaden dan mengisi agenda hidupnya dengan traveling ke berbagai negara. Bisa ditebak, generasi milenial tipe pengelana ini tontonan favoritnya sewaktu kecil adalah serial Kera Sakti.
Milenial yang lahir di keluarga berencana dengan dua anak, masih berkesempatan diwarisi rumah oleh orang tuanya. Dengan catatan, ikhlas berbagi tempat tinggal dengan saudara kandung maupun saudara angkatnya.
Namun, pemerintah sepertinya tidak ingin generasi muda hidup tanpa kepastian terpenuhinya kebutuhan primer berupa papan. Oleh sebab itu, pemerintah menerbitkan aturan agar Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat atau BP Tapera bisa segera beroperasi.
Dengan harapan, negara bisa membantu rakyatnya memiliki rumah dengan cara menabung. Hm, kelihatan mulia sekali memang.
Selama ini, rakyat bisa saja menabung secara mandiri untuk beli rumah. Namun, belum terkumpul uangnya sudah terpakai untuk kebutuhan lain. Kondisi tersebut bisa saja terjadi di tengah zaman yang dinamis.
Nah, sebagai pengelola negara, pemerintah hadir di tengah kegalauan rakyat dengan menjadi pengelola uang rakyat juga.
Semangat BP Tapera sama seperti BPJS Kesehatan dan BP Jamsostek. Jika BPJS menjamin kehidupan sosial berupa jaminan kesehatan dan jaminan pensiun, BP Tapera bercita-cita menjamin anggotanya bisa memiliki rumah, setidaknya punya tabungannya dulu.
Semua pekerja wajib ikut serta dalam program Tapera. Pekerja yang membuka tabungan di Tapera sama seperti meletakkan bata pertama untuk pondasi bangunan rumahnya secara finansial.
Namun, kehadiran Tapera menjadi polemik, terutama bagi generasi milenial. Ada yang menyambut hangat, ada yang sambat. Pekerja milenial melihat program pemerintah ini sebagai harapan untuk memiliki hunian impian yang belum kesampaian.
Di sisi lain, pengusaha justru melihatnya sebagai beban. Sebab setiap perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya dalam program Tapera sebelum 2027.
Ditambah pengusaha mesti menanggung setoran untuk simpanan Tapera dengan besaran 0,5 persen dari gaji karyawan. Persentase tersebut memang terlihat kecil, tetapi jika dikalikan dengan total gaji karyawan satu perusahaan, nilainya bisa membengkak.
Ada pula kelas pekerja yang merasa keberatan dengan kebijakan pemerintah ini. Sebab selama ini, gaji mereka sudah dipotong iuran BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, pajak penghasilan, dan potongan lainnya seperti pinjaman koperasi dan kasbon kantor.
Lantas mau ditambah potongan Tapera sebanyak 2,5 persen? Hmmm.
Wajar sih kalau ide ini dianggap hanya mengurangi penghasilan saja. Kendati sifatnya tabungan/simpanan yang bisa diambil manfaatnya kelak.
Simpanan Tapera sendiri adalah 3 persen dari total gaji/penghasilan bulanan pekerja. Dengan dibagi bebannya, 0,5 persen ditanggung pemberi kerja, sementara 2,5 persen ditanggung pekerja.
Alasan lainnya, beberapa orang sudah punya rumah. Apakah tetap wajib bin fardhu ikut Tapera?
Tapera menjawab pertanyaan tersebut dengan fasilitas berupa pembiayaan. Selain bisa mengajukan KPR, peserta juga bisa mengajukan pembiayaan untuk renovasi rumah. Kalau tidak mau renovasi rumah?
Pada akhir masa kepesertaan, setiap peserta bisa menarik simpanannya ditambah hasil pemupukannya.
Cuma ya itu, bagi pekerja generasi milenial sudah punya rumah, mereka tetap diharuskan untuk membayar premi. Maka dari itu, bisa dipahami kalau kebijakan ini beneran pengejewantahan nyata dari kredo: iuran duit rakyat itu untuk membiayai kebijakan-kebijakan pemerintah.
Kalau kamu tanya, lah terus pajak kita ke mana dong? Ya udah habis-habisan buat gaji orang-orang yang bikin kebijakan ini lah. Bijimana sih?
Oleh karena itu, buat kamu generasi milenial, kalau mau keliling dunia atau membuat istana, semua itu yang penting uangnya masih cukup banyak setelah dipotong buat iuran BPJS dan BP Tapera. Jangan sampai gaji kalian berujung dijadikan konten Jouska.
Kalau diledekin Atta Halilintar di iklan kartu seluler karena belum punya rumah, ya jangan marah. Proteslah kepada pemerintah. Karena selain bikin kebijakan baru buat narik iuran ke rakyatnya, pemerintah juga terbukti tak bisa kendalikan pasar properti yang harganya selalu naik tiap hari Senin.
BACA JUGA 13 Pertanyaan untuk BP Tapera dan Pemerintah atau tulisan Haris Firmansyah lainnya.