Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Mengatur Selangkangan Perempuan dari Orde Baru hingga Orde Gita Savitri

Memang, program kontrasepsi KB melibatkan laki-laki dan perempuan. Namun, pada kenyataannya, selangkangan perempuan menjadi figur utamanya.

Paksi Raras Alit oleh Paksi Raras Alit
13 Februari 2023
A A
Mengatur Selangkangan Perempuan dari Orde Baru hingga Orde Gita Savitri MOJOK.CO

Ilustrasi Mengatur Selangkangan Perempuan dari Orde Baru hingga Orde Gita Savitri. (Mojok.co/Ega Fansuri)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Pada saat itu, wacana beranak-pinak yang dibangun kekuasaan penjajah atas selangkangan bangsa Indonesia adalah “banyak anak banyak rejeki”. Tentu saja kaum kolonial mempunyai tujuan ketika aparatusnya mengkonstruksi masyarakat agar menyetujui sekaligus mempraktekkan kawin-mawin blong tanpa rem, sehingga menghasilkan populasi penduduk nusantara dalam jumlah banyak. 

Belanda, pada saat itu, membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah banyak sebagai buruh demi praktik-praktik eksploitasi ekonomi. Bahkan di Jawa, perempuan yang beranak banyak dianggap mempunyai derajat sosial yang lebih baik daripada yang beranak sedikit. Kalau hidup di zaman ini, Gita Savitri bakal pusing banget. Nggak jadi awet muda.

Ideologi “banyak anak banyak rejeki” masih dilanggengkan Sukarno ketika Belanda berhasil diusir dari Nusantara dan Indonesia merdeka. Namun, jumlah populasi yang banyak tidak lagi diagendakan oleh Sukarno sebagai tenaga kerja buruh.

Sukarno melanggengkan ideologi banyak anak banyak rezeki

Beliau, pada waktu itu, merasa sebagai negara yang baru saja merdeka, ancaman dari kembalinya penjajah maupun gerakan separatis dari dalam negeri, masih menjadi momok keamanan negara muda ini. Makanya, tenaga penduduk yang banyak dibutuhkan untuk menjadi benteng kemerdekaan. Inilah salah satu perbedaan besar antara Orde Lama dan Orde Baru, dan Orde-nya Gita Savitri.

Waktu itu, Sukarno juga berpendapat bahwa luasnya wilayah Indonesia tidak menjadi masalah untuk jumlah penduduk melimpah. Yang menjadi permasalahan adalah ketidakmerataan penduduk yang hanya berpusat di Jawa, sehingga transmigrasi merupakan solusi dan upaya untuk meratakan penduduk sekaligus meratakan kekuatan nasional ke seluruh wilayah Nusantara. 

Pada masa itu, di dunia sudah mulai gencar wacana pembatasan reproduksi. PKBI, cikal bakal Keluarga Berencana (KB), masuk ke Indonesia pada 1957. Tetapi, Sukarno (yang anti-Barat) tidak setuju program KB yang dinilai sebagai propaganda bangsa Barat kepada negara pascakolonialisme. Sukarno yang pro-natalis (pendukung kelahiran) adalah juga pelaku poligami yang otomatis mendukung wacana “banyak anak banyak rejeki” ini.

Soeharto membuka pintu KB

Pada zaman Soeharto dan Orde Baru, wacana selangkangan, eh reproduksi, berubah lagi. Soeharto, yang pro-Barat mendorong PKBI dengan promosi besar-besaran program KB. Wacana “dua anak cukup” diperkuat oleh aparatus Soeharto dalam berbagai propaganda. Mulai dari pusat hingga ke wilayah RT. 

Kita tentu masih menyaksikan sisa-sisa alat propaganda tersebut dalam bentuk patung bapak-ibu menggandeng dua orang anak di setiap gang di pelosok negeri. Aturan-aturan pembatasan tunjangan anak diterapkan ke PNS yang merupakan pion-pion kekuasaan Soeharto. 

Memang, program kontrasepsi KB melibatkan laki-laki dan perempuan. Namun, pada kenyataannya, selangkangan perempuan menjadi figur utamanya. Kesadaran kultural dibangun pada masa Orde Baru bahwa perempuan yang mendaftar KB adalah mereka yang berperan membantu kesuksesan pembangunan. Gita Savitri bisa agak bahagia di zaman ini. Nggak awet muda banget. Dikit aja.

Selangkangan yang mengancam

Secara statistik, 90% pelaksana KB adalah perempuan. Pertambahan penduduk Indonesia turun secara signifikan di era Soeharto menjadi 2,2% dalam dekade pertama kekuasaanya, dibanding dengan angka 3,5% pada masa Sukarno. 

Program KB di Indonesia dipuji-puji di dunia internasional, terutama tentu oleh negara Barat, sebagai penyokong dana terbesar KB. Kita tahu, bantuan terbesar dana mengekang selangkangan datang dari USAID (Amerika) dan AUSAID (Australia). 

Amerika dan sekutunya mempunyai kekhawatiran akan masalah demografis negara berkembang. Populasi penduduk yang tidak terkontrol dianggap sebagai ancaman demografi dunia, dan membahayakan negara maju. 

Australia misalnya, sebagai negara tetangga terdekat merasa terancam akan terjadinya over-populasi di Indonesia yang dapat mengakibatkan gelombang migrasi orang Indonesia ke Australia. Begitu pula sikap Amerika terhadap negara-negara berkembang tetangganya di wilayah Amerika tengah. Ledakan populasi “bangsa berwarna” dipandang akan membawa kehancuran ekonomi negara maju. (Terbukti dengan kebangkitan Cina dan India hari ini).

Kesadaran baru

Pada era 1990-an, bersamaan dengan tumbangnya Soeharto, muncul pula kesadaran dari para perempuan di Indonesia yang tidak mau lagi diatur caranya bereproduksi. Gerakan-gerakan feminis mulai muncul dan wanita Indonesia merasa bahwa selangkangan dan rahim merupakan otoritas penuh milik mereka yang tidak perlu diatur negara. Gita Savitri melompat bahagia. Saya bisa merasakannya.

Iklan

Paradigma program KB bergeser menjadi “dua anak lebih baik”, dengan tiadanya paksaan-paksaan untuk perempuan untuk mengikuti program KB. Aparatus KB menyurutkan kampanyenya. Patung KB tidak lagi dibangun, penyuluhan KB dengan layar tancap film Saur Sepuh dan Tutur Tinular tidak lagi berkeliling di desa-desa, PKK juga tidak lagi gencar mempromosikan KB.

Jika sebelumnya wacana pengontrolan anak-pinak berdasarkan pada permasalahan ekonomi, pada era Gita Savitri ini muncul kembali wacana pembatasan kelahiran dengan tambahan alasan kerusakan lingkungan dan masa depan yang tidak baik-baik saja untuk keturunan manusia, dalam ideologi childfree. 

Agenda kekuasaan di antara selangkangan

Ingat ya, di balik wacana selalu ada agenda kekuasaan. Entah apa lagi kali ini kepentingan para pemegang kekuasaan di dunia ini, sehingga wacana childfree gencar sekali dipropagandakan lewat media-media yang terbarukan. Hal ini juga telah menjadi kesadaran kultural masyarakat yang pro akan konsep itu, namun barangkali “tidak sadar” sedang menjadi bagian dari aparatus kekuasaan atas selangkangan.

Saya setuju jika sebuah wacana murni dilakukan demi kehidupan kemanusiaan yang lebih baik. Seperti juga kata Gita Savitri bahwa childfree itu bertujuan untuk masa depan kemanusiaan yang lebih baik. Kalau demi kemanusiaan, kenapa dalam mempromosikan program kemanusiaan mesti mencederai manusia orang lain dengan misuh-misuh di medsos? Hayo.

Artikel ini adalah kutipan sederhana dari jurnal ilmiah. Mereka yang saya kutip adalah pakar studi gender Wening Udasmoro, Julia Suryakusuma, dan artikel sosio-humaniora lainnya. 

Demikian dari saya, Paksi Raras Alit, seniman beranak tiga.

BACA JUGA Gita Savitri, Childfree Bikin Awet Muda Itu Omong Kosong dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.

Penulis: Paksi Raras Alit

Editor: Yamadipati Seno

Halaman 2 dari 2
Prev12

Terakhir diperbarui pada 13 Februari 2023 oleh

Tags: childfreeGita SavitrigitasavOrde BaruOrde Lamaperempuanselangkanganselangkangan perempuanSoehartoSukarno
Paksi Raras Alit

Paksi Raras Alit

Seniman dan pegiat aksara Jawa.

Artikel Terkait

Nasib buruh usai Marsinah jadi pahlawan nasional. MOJOK.CO
Ragam

Suara Hati Buruh: Semoga Gelar Pahlawan kepada Marsinah Bukan Simbol Semata, tapi Kemenangan bagi Kami agar Bebas Bersuara Tanpa Disiksa

12 November 2025
Kami Berdoa Setiap Hari agar Soeharto Jadi Pahlawan Nasional MOJOK.CO
Ragam

Kami Berdoa Setiap Hari agar Soeharto Jadi Pahlawan Nasional. Sejarawan: Pragmatis dan Keliru

11 November 2025
Suara Marsinah dari Dalam Kubur: 'Lucu! Aku Disandingkan dengan Pemimpin Rezim yang Membunuhku'.MOJOK.CO
Ragam

Suara Marsinah dari Dalam Kubur: ‘Lucu! Aku Disandingkan dengan Pemimpin Rezim yang Membunuhku’

10 November 2025
Alasan Soeharto tak layak dapat gelar pahlawan, referensi dari buku Mereka Hilang Tak Kembali. MOJOK.CO
Aktual

Buku “Mereka Hilang Tak Kembali”, Menyegarkan Ingatan bahwa Soeharto Tak Pantas Dapat Gelar Pahlawan, tapi Harus Diadili Mantan Menantunya

1 November 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.