Membangun desa bukan ajang uji coba
Tanpa harus berdebat panjang, logika KKN untuk membangun desa ini sudah patah bawah. Selain karena dilaksanakan mandiri, aktivitas memang tidak jadi bagian program pembangunan desa dari pemerintah. Tugas dari kampus ini tidak memiliki instrumen yang cukup untuk membangun desa.
Urusan pembangunan desa bukan barang sederhana. Tidak bisa terus menerus trial and error. Apalagi tanpa mengkaji lebih dalam kebutuhan desa dengan pembangunan yang dilakukan. Urusan ini juga seharusnya jadi kewenangan pemerintah.
Oleh sebab itu sering terjadi beda pandangan antara warga dengan mahasiswa peserta. Warga berharap adanya pembangunan infrastruktur. KKN menawarkan implementasi sistem manajemen desa, dan seringkali berbasis digital. Ya wajar saja aktivitas ini dipandang tidak memuaskan. Sedangkan mahasiswa merasa tidak dapat berbuat banyak di desa. Paling aman kalau bukan plangisasi ya membuat lomba 17-an. Karena itu saja yang bisa dilakukan.
Perbedaan kebutuhan desa dan kemampuan KKN seharusnya tidak perlu terjadi. Tapi ketika dipaksakan sebagai pemenuhan SKS, perbedaan ini dibiarkan jadi polemik. Bukan hanya tidak memuaskan warga desa, namun juga mahasiswa. Karena para mahasiswa peserta juga sedang terjebak.
Mahasiswa KKN terjebak jas almamater
Jangan dikira mahasiswa dalam posisi nyaman di program KKN ini. Mereka juga sama-sama terjebak dalam situasi ruwet karena sistem yang usang. Apalagi untuk mahasiswa yang harus membiayai sendiri program mereka. Jas Almamater akhirnya menjadi sekat yang menambah masalah.
Banyak mahasiswa yang kesulitan membawa program bermanfaat bagi desa. Selain perkara kebutuhan, jurusan kuliah juga membatasi karya mereka. Tuntutan untuk bekerja nyata sesuai keilmuan sering berbenturan dengan ekspektasi warga.
Misal Anda kuliah di jurusan Sastra Prancis. Kira-kira program apa yang bisa Anda tawarkan pada desa yang masih punya isu perkara wajib belajar? Memberi les Bahasa Prancis? Anda saja tidak dibekali basis ilmu mengajar. Siapa juga yang membutuhkan les Bahasa Prancis, ketika pendidikan dasar saja belum terpenuhi? Akhirnya program yang dilakukan pasti di luar jurusan.
Program yang kelewat ketat akhirnya menjadi masalah. Diperparah dengan tidak adanya riset mendalam tentang situasi dan kebutuhan desa tujuan. Warga desa belum butuh program tersebut, tapi mahasiswa peserta harus melakukan.
Padahal para mahasiswa ini sedang didesak untuk mengumpulkan pengalaman. Terutama agar siap jadi roda gigi penggerak industri. KKN tidak memberi pengalaman yang cukup bagi mereka. Akhirnya, seperti biasa, kegiatan ini dilaksanakan hanya sebagai syarat lulus semata. Tanpa ada semangat ataupun harapan mendapat pengalaman.
Waktunya berpikir lebih cerdas daripada sekadar KKN
Akhirnya kita harus kembali menilik apa tujuan KKN. Merangkum dari berbagai universitas, saya menemukan beberapa poin. Pertama adalah menghubungkan pendidikan tinggi dengan kebutuhan masyarakat. Berikutnya adalah mendorong pemberdayaan masyarakat. Lalu untuk memberikan ruang adaptasi bagi mahasiswa dalam kehidupan masyarakat. Terakhir adalah menumbuhkan rasa empati mahasiswa pada kondisi masyarakat.
Apakah rangkuman poin di atas dijawab oleh KKN? Jika iya, sudah pasti polemik ini tidak akan muncul. Pelaksanaan yang terkungkung dalam mindset perguruan tinggi memunculkan dinding tak kasat mata. Menghalangi pertemuan organik antara mahasiswa dengan masyarakat.
Nama KKN sendiri terlanjur disemati stigma yang keliru. Maka suka tidak suka, perlu diberangus. Model program baru perlu diwujudkan untuk menjawab poin di atas. Sembari melepaskan mahasiswa dari tuntutan tidak masuk akal dari stigma KKN selama ini. Saya yakin, para civitas academica masing-masing universitas bisa menemukan solusinya. Masak harus saya juga yang mencari solusi?
Tapi jika masih dipertahankan, maka gambaran di paragraf pertama akan terus ada. Warga tidak puas dengan KKN. Mahasiswa bingung menerapkan ilmunya. Mereka terpisah oleh sekat yang mempersempit gerak. Semata-mata hanya demi pemenuhan kewajiban belajar.
Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Warga Desa Sebenarnya Muak dengan Mahasiswa KKN: Nggak Bantu Atasi Masalah Desa, Cuma Bisa bikin Les dan Acara 17 Agustusan dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.