MOJOK.CO – Bisnis rental mobil dan motor penuh dengan risiko dan kisah pilu. Salah satunya di Cikarang, ketika bos rental mati ditembak orang jahat.
Tidak ada habis-habisnya orang-orang yang berkomplot, orang licik dengan alasan kepepet duit. Sampai orang yang sekadar ingin mendapatkan uang, hanya untuk kebahagiaan sesaat, dengan menggadaikan kendaraan yang bukan miliknya. Ya, itu adalah sebagian alasan dari para pelaku penggelapan kendaraan milik rental mobil atau motor.
Tidak ada habisnya. Selalu punya ide kejahatan mutakhir, semakin rapi, dan terkesan tidak pernah diberantas hingga hari ini.
Di Jogja, lebih dari 60 rental mobil dan motor jadi korban
Para pemilik rental di Kota Jogja saja, kalau kita bikin rata-rata, ada 100 rental mobil dan motor. Di antara mereka, mungkin sudah lebih dari 60 rental yang pernah kehilangan kendaraan, baik roda 2 atau roda 4.
Biasanya, orang jahat ini akan menggadai kendaraan milik rental mobil. Ada juga yang mempreteli dan menjualnya dengan harga murah ke end user langsung di daerah-daerah tertentu.
Sebagai supir wisata freelance, saya punya belasan rekanan rental mobil. Sebenarnya puluhan, tapi saya lebih suka setia menggunakan kendaraan milik rental mobil yang saya yakin unitnya bagus. Terutama mesin dan interiornya. Dari mereka pula, saya yang sudah belajar rental sejak 2013, mendapatkan banyak cerita mengenai kejadian-kejadian penggelapan kendaraan.
Saya menulis ini karena begitu marah setelah membaca berita meninggalnya seorang bos rental mobil di Cikarang. Dia ditembak oleh orang jahat yang menggondol mobilnya. Belum lagi, beberapa bulan yang lalu, viral sebuah kabar bahwa sebuah daerah di Jawa Tengah menjadi sarang penadah atau semacamnya.
Rental mobil yang menanggung risiko tinggi
Sekitar 3 bulan yang lalu, sebuah rental mobil langganan saya kehilangan Agya produksi 2022, karena raib oleh penyewa “gaib”. Mau tahu GPS-nya terakhir aktif di daerah mana? Ya di salah satu daerah di Jawa Tengah itu.
Setelah melakukan penyelidikan, ada kemungkinan pelaku mencopot GPS di “daerah itu”. Sementara itu, pelaku dan mobilnya kemungkinan berada di Jabodetabek atau menyeberang sedikit lebih ke barat. Kalian tebak saja itu di mana.
Jujur saja, rental mobil wajib mewaspadai KTP daerah tertentu. Yang sering terjadi, daerah itu menjadi pusat komplotan atau sering bikin kasus. Beberapa rental mobil bahkan sudah memasukkan KTP daerah itu ke dalam blacklist. Dan, data tersebut, akan masuk ke dalam database komputer-komputer para pemilik rental.
Namun, meski sudah sangat waspada, rental mobil memang selalu diintai risiko tinggi. Orang jahat ini selalu saja punya cara baru untuk memanipulasi dan pada akhirnya pemilik rental kecolongan.
Makanya, banyak pemilik rental mobil sangat berhati-hati apabila ada calon sopir baru. Wawancara awal sebelum sopir membawa unit mereka sudah sebanding dengan wawancara HRD dari perusahaan multinasional. Ketat. Detail. Kadang rasanya kayak diinterogasi aparat setelah kena operasi tangkap tangan. Ini kenyataan.
Tidak Lepas kunci bukan solusi
Lalu, apakah solusi menyewakan kendaraan tanpa lepas kunci bisa menjawab persoalan tadi? Jawaban saya: tidak.
Coba kalian cari lagi kasus pembegalan sopir taksi, supir pribadi, rental atau bahkan ojol. Coba hitung, dalam setahun terakhir, sudah ada berapa kasus?
Makanya, sebagai sopir wisata, saya selalu memeriksa latar belakang calon tamu secara mendalam. Mau dari daerah mana, pasti saya akan cari info soal mereka. Biasanya lewat media sosial, aplikasi Get Contact, atau apa saja yang bisa saya pakai. Intinya, ya demi keamanan saya sendiri yang membawa mobil rental.
Kan nggak enak ya, lagi menikmati jalanan Kulon Progo yang sejuk, eh malah kena begal. Saya lalu ditinggal di tengah hutan tanpa hape dan alas kaki. Tapi syukurlah, sampai hari ini, hal itu tidak terjadi, dan amit-amit, jangan sampai.
Pengalaman memburu kendaraan yang dibawa kabur orang jahat
Saya sendiri pernah terlibat dalam upaya memburu kendaraan yang dibawa kabur orang jahat. Saya menulis di sini sebagai cara melampiaskan emosi melihat berita meninggalnya bos rental mobil di Cikarang yang ditembak. Selain itu, saya tahu kalau para pemilik rental menghabiskan energi besar ketika mengejar kendaraannya.
Yang pertama terjadi pada tahun 2012. Saat itu saya bekerja di perusahaan tour and travel bernama Pamitran Tours Yogyakarta.
Kasusnya sederhana, kendaraan roda 2 di tempat ini ada yang khusus disewa harian, mingguan, dan bulanan. Mereka membedakan jenisnya karena ada selisih harga sewa, jenis motor, dan soal jadwal servis berkala.
Saat itu, sepasang suami istri ber-KTP Jogja menyewa motor bulanan. Karena datang baik-baik dan memenuhi syarat peminjaman, kantor mengeluarkan unit.
Bulan pertama, lancar saja. Bulan kedua, ketika sang suami melakukan perpanjangan sewa, dia tidak membawa unit dengan alasan dipakai istrinya. Padahal, salah satu syarat kami adalah membawa unit ketika perpanjangan untuk cek kondisi.
Saat itu, kami para karyawan sudah menaruh curiga. Makanya, sebelum memasuki bulan ketiga, kami meminta motor dikembalikan dulu untuk servis berat. Nyatanya, di bulan ketiga ketika perpanjangan dia tetap datang dengan kendaraan lain.
Seminggu setelah perpanjangan bulan ketiga, pemilik rental dan karyawan sepakat untuk mendatangi rumah mereka. Benar tebakan salah satu karyawan, motor itu digadai tanpa STNK.
Kami sedikit cekcok dengan penyewa dan orang-orang di rumahnya. Tapi, pada akhirnya motor berhasil kami bawa. Konyolnya, motor itu digadai ke salah seorang tetangga gang rumah.
Eh, kami ribut lagi dan akhirnya tebus separuh harga. Uang tebusan tentu saja kami yang memberikan. Karena masih karyawan baru, saya hanya berdiri diam saja di belakang karyawan yang ribut. Saat itu mata saya melihat apakah di sekitar ada besi, kayu, atau batu bata yang bisa saya ambil seandainya terjadi chaos.
Kasus Yamaha Mio J
Kasus kedua terjadi di tahun berikutnya. Ketika itu saya sudah pindah tugas dari tukang mengantar motor menjadi sopir wisata. Ini tahun-tahun awal saya menjadi sopir wisata tanpa Google Maps.
Ketika itu, sebuah Yamaha Mio J berwarna kuning-putih buatan tahun 2013 dan baru saja bayar pajak milik Pamitran, disewa seorang wanita pendatang. Dia hendak menghadiri wisuda kakaknya di Jogja.
Karena bukan orang yang hafal daerah-daerah yang sering disambangi maling-maling kampret saat itu, dengan polosnya beliau memarkir motor (dikunci stang) di sebuah gang di daerah Seturan.
Hanya 10 menit saja motor itu langsung raib. Tentu saja ini jadi PR lagi buat Pamitran. Apalagi di era itu belum banyak kos yang memakai CCTV.
Hari itu juga, pak bos meminta 3 karyawan untuk menyusuri beberapa daerah. Kami sudah memegang daftar nama daerah di DIY yang punya kemungkinan menjadi tempat motor-motor “dibuang”.
Saya kebagian di daerah selatan, mulai dari sekitar Giwangan hingga jauh ke selatan dan mampir di salah satu “pasar otomotif” terkenal saat itu. Khususnya ketika kamu mencari spare part roda 2.
Bermodal kunci inggris di dalam tas selempang, dengan jantung berdebar kencang, beberapa kali saya berhenti di jalan-jalan kecil tertentu. Saya mengamati sekitar, bertanya secara random. Mampir di sebuah angkringan karena saya haus dan lapar. Saya juga melihat-lihat apakah ada motor yang baru “cabut plat”.
Setelah kurang lebih 4 jam, atau hanya berselang 6 jam setelah motor hilang, saya menyerah dan kembali ke garasi. Dua jam setelahnya, rekan saya kembali nyaris bersamaan. Ketiganya nihil, tidak ada petunjuk. Bos kami hanya pasrah dan ikhlas.
Apesnya rental mobil dan perjalanan menuju Salatiga
Kejadian ketiga terjadi di tahun yang sama. Kasus kali ini menimpa rental mobil yang sudah menjadi kenalan baik saya.
Suatu hari, ayah dari pemilik rental memanggil saya. Beliau meminta saya menemami anaknya ke Salatiga untuk mengambil mobil. Saat itu, sopir lain sedang keluar. Saya tentu saja bersedia untuk membantu.
Ketika sampai di rumahnya, saya agak kaget. Di sana, sudah ada 2 sopir lain yang kebetulan saya kenal. Wajah keduanya memang sangar, bertubuh gempal, dan tingginya hampir sama dengan saya (180 sentimeter). Ketika duduk di ruang tamu, kami bertiga malah lebih mirip debt collector. Sebut saja nama mereka Mikail dan Jon. Biar terdengar sangar saja.
Benar saja, ayah pemilik rental ini mengumpulkan kami bertiga untuk mendatangi sebuah perumahan. Di sana, tinggal seorang aparat yang menerima gadaian rental mobil. Apesnya, salah satu mobil teman saya jadi “korban”.
Kami berangkat hari pada Sabtu pukul 8 pagi. Singkat cerita, setibanya di perumahan itu, kami berlima yang menggunakan Kijang Krista berbagi tugas. Teman saya beserta ayahnya akan mendatangi rumah penerima gadaian mobil rental. Sementara saya, Mikail, dan Jon menunggu di mobil.
Beberapa menit kemudian, saya dan Mikail (yang bertato) duduk-duduk di sekitar rumah sambil merokok. Kami mengawasi apabila terjadi sesuatu dan secara khusus sang ayah meminta Jon agar tidak berbicara ketika terjadi sesuatu. Cukup pasang wajah sangar dan modal badan tinggi besar. Maklum, sekali Jon berbicara, semua akan tampak lucu karena suaranya yang cempreng dan kadang suka salah ucap.
Kali ini kami berhasil membawa pulang mobil rental Avanza 2013. Pemilik rental menebus sesuai harga gadai. Walau negosiasi alot hampir 2 jam, tapi paling tidak kami pulang dengan utuh.
Ini pengalaman yang sungguh seram. Setiap detik rasanya nyawa kami terancam. Saya, Jon, dan Mikail sesekali bergantian berdoa agar hari itu kami masih pulang ke Jogja dengan bernyawa.
Kali ini menuju Bantul
Tahun 2015, seorang teman rental mobil dari Ungaran punya unit sewa di Jogja. Apesnya, mobil itu digadai di daerah Bantul. Dia meminta saya menemani untuk mengambil.
Bermodalkan GPS, kami menuju daerah Samas. Sekitar 30 menit kami berada di titik GPS, mobil rental itu akhirnya ketemu. Avanza itu terparkir di dalam garasi. Saat itu, kami nekat memanjat pagar karena tidak ada yang keluar. Untungnya, teman saya berinisiatif izin dan menjelaskan lebih dulu kepada 2 tetangga rumah sebelum kami memanjat.
Selang beberapa saat, Pak RT tiba. Kami menjelaskan kronologinya dan Pak RT menyarankan kami untuk mengunjungi orang tua pemilik rumah. Syukurlah, kedua orang tua pemilik rumah percaya dan bersedia menjembatani kami. Kebetulan, anaknya sedang di Pantai Parangtritis bersama istri dan anaknya. Sejam kemudian, ketika sudah ketemu, kami menjelaskan baik-baik.
Beliau menerima dengan baik, bahkan tersenyum dengan ramah. Apakah langsung selesai? Tentu tidak.
Setelah 30 menit negosiasi, teman saya menolak untuk menebus mobil rental miliknya sendiri. Si pria itu juga menolak memberikan kalau tidak ada uang. Kami ancam melaporkan ke pihak berwajib, dia balik mengancam akan membawa yang berwajib lainnya. Bangsat.
Akhirnya, kami pulang dengan membawa surat perjanjian bermaterai bahwa persoalan ini akan diselesaikan dalam waktu 1 minggu. Mobil rental itu tetap di Bantul, sementara teman saya akan berusaha mencari pelaku gadai sekuat tenaga.
Minimal kalau tidak ada uangnya, tangannya patah satu atau cacat seharga Avanza baru. Bodo amat sama urusan hukum yang selalu ruwet dan tidak solutif. Ini sudah persoalan jalanan, kata teman saya.
Ajaibnya, 4 hari kemudian, si pelaku ketemu. Pelakunya seorang pekerja swasta di Tegal. Soal kondisi fisik setelah ketemu, saya nggak tahun persis. Yang jelas, teman saya ini bisa dikatakan mantan preman level B di Ungaran..
Mobil rental itu bisa kembali, tapi teman saya tetap rugi banyak. Tapi mungkin dia punya perhitungan ketika rela menebus mobil itu.
Banyak rental mobil dan motor yang apes
Lalu, apakah semua kasus rental mobil dan motor bisa berakhir seperti 4 contoh kasus yang saya ceritakan? Tidak. Banyak yang apes. Cikarang salah satunya.
Bahkan saya pasti bersedia kalau diminta bantuan mengurus mobil rental di Cikarang itu. Saya bersedia menyusuri daerah yang diduga menjadi tempat terakhir mobil rental itu berhenti. Semua ini hanya semata-mata soal solidaritas dan muak dengan sikap aparat yang kadang oke kadang nggak oke banget.
Iya, tidak semua aparat itu brengsek. Tapi ada saja yang bikin muak untuk penanganan kasus tertentu. Pembaca pasti paham, lah.
Tahun 2024 yang lalu, saya dan seorang teman memulai bisnis rental motor kecil-kecilan di Jogja. Pikiran saya selalu campur aduk. Antara senang punya unit sewaan milik sendiri, sekaligus kepikiran akan secanggih apa dan senekat apa para pelaku kejahatan kendaraan bermotor di negara ini, khususnya Jogja.
Dan saya yakin, para pemilik bisnis rental mobil atau motor di Bali, Lombok, Malang, atau kota wisata lainnya pasti sedang ketar-ketir juga menyambut 2025. Modus, skenario, atau teknik kejahatan seperti apa yang akan muncul di tahun ini?
Sata ini, jamming GPS dan pemalsuan identitas sudah mulai usang. Sehat-sehat dan panjang umur buat kalian pemilik bisnis rawan maling ini. Duka saya juga untuk korban penembakan di Cikarang. Semoga pelaku nggak bisa kencing seminggu lalu kantong kemihnya pecah dan bernanah.
Penulis: Khoirul Fajri Siregar
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Bisnis Mobil Rental: Keuntungannya Selangit, Risikonya Juga Selangit dan pengalaman lainnya di rubrik ESAI.