MOJOK.CO – Apa yang kamu lakukan saat membongkar sebuah makam tua, lalu di dalamnya bukan manusia yang dikubur tapi malah babi hutan?
Fanshuri terpogoh-pogoh mendatangi Kiai Kholil. Baru saja ada kabar aneh dari kampung tetangga dan Fanshuri merasa perlu menceritakannya kepada Kiai Kholil sebagai tokoh kampung. Kejadian yang membuat geger banyak orang.
Geger-geger ini bermula dari rencana pemugaran makam di daerah tetangga kampung Kiai Kholil yang memang akan ada pembangunan jalan raya besar-besaran. Salah satu efek dari pembangunan adalah membongkar makam-makam tua yang sebagian besar makam tak dikenal.
Anehnya, ketika akan membongkar salah satu makam yang sudah sangat tua dan tidak dikenal, semua pekerja pembongkaran menemukan hal ganjil. Salah satu makam yang dibongkar tidak berisi kerangka manusia melainkan kerangka babi hutan. Tentu saja desas-desus bahwa jenazah yang dikubur di makam tersebut sudah kena azab segera muncul.
Kiai Kholil yang mendengar cerita dari Fanshuri sempat terkejut.
“Beneran, Pak Kiai. Ini tanda orang tersebut kena azab apa ya?” tanya Fanshuri setelah bercerita soal pembongkaran makam tersebut.
Kiai Kholil merebahkan diri sejenak. Merenung dan berpikir.
“Sudah dibongkar lagi sampai bawah?” tanya Kiai Kholil.
“Dibongkar gimana maksudnya Pak Kiai?” tanya Fanshuri bingung.
“Ya dibongkar lagi. Coba imbau para pemugar makam itu supaya bongkar lagi makam itu sampai yang terbawah. Ke dasar lagi,” kata Kiai Kholil.
Fanshuri tidak mengerti dengan permintaan Kiai Kholil. Bingung.
“Silakan pugar lagi sampai ke bawah. Kalau tidak ditemukan sesuatu saya tidak bisa komentar banyak, tapi kalau ada sesuatu di bawah liang lahat kerangka babi hutan itu, maka saya bisa jelaskan fenomena apa yang sedang kalian saksikan itu,” kata Kiai Kholil.
Meski bingung dengan perintah Kiai Kholil, Fanshuri pun undur diri untuk memenuhi permintaan yang sama-sama ganjil ini.
Keesokan harinya, Fanshuri kembali mendatangi kediaman Kiai Kholil. Tentu setelah memenuhi permintaan Kiai Kholil untuk meneruskan bongkar makam itu sampai ke dasar terbawah.
“Jadi, apa yang kalian temukan?” tanya Kiai Kholil sebelum Fanshuri sempat menjelaskan.
“Jenazah manusia, Pak Kiai. Ada jenazah orang. Kerangka manusia. Betul seperti dugaan Kiai Kholil, ternyata kerangka babi hutan itu tidak sendiri. Ternyata babi hutan itu dikubur bersama di liang lahat bareng manusia, tapi posisi babi hutannya ada di atasnya,”
“Masya Allah. Subhanallah,” kata Kiai Kholil mengelus dada.
“Itu ada apa, Pak Kiai? Kenapa ada makam seperti itu? Pak Kiai Kholil tahu sesuatu?” tanya Fanshuri buru-buru.
“Aku sudah menduganya. Ternyata di daerah sekitaran kita pada zaman dahulu ada yang ikut thariqah yang sangat tua yang pernah hidup di Nusantara,” kata Kiai Kholil.
“Pengikut thariqah? Thariqah apa Pak Kiai, kok sampai ekstrem begitu?” tanya Fanshuri semakin penasaran.
Kiai Kholil masih tampak terkejut meski Fanshuri sudah memberondong banyak pertanyaan seperti itu.
“Sebentar, Fan. Aku perlu waktu untuk menjelaskan ini agar kamu tidak salah mengerti,” kata Kiai Kholil.
Fanshuri lalu terdiam, bersiap-siap menerima penjelasan akan fenomena ganjil yang baru saja terjadi di kampung sebelah.
“Jadi, Fan. Pada zaman dulu, di Nusantara ini ada salah satu thariqah yang sangat tua masuk. Jika sekarang ini masih ada thariqah Qadiriyah sampai Naqsabandiyah, maka pada era terdahulu pernah ada thariqah namanya Malamatiyah atau Maulanatiyah,” kata Kiai Kholil.
“Ada apa dengan thariqah itu, Pak Kiai?” Fanshuri kembali tidak sabar.
“Thariqah ini didirikan oleh Syaikh Hamdun bin Ahmad bin Ammarah Al-Qushar dari Khurasan, Iran. Thariqah ini pada prinsipnya merupakan bentuk protes terhadap lelaku ibadah pada simbol-simbol formal. Sebuah kritik terhadap bungkus-bungkus ibadah sebagai usaha untuk menyucikan hubungan seorang manusia dengan Tuhannya. Salah satu prinsipnya adalah mencela diri sendiri,” jelas Kiai Kholil.
“Mencela diri sendiri? Maksudnya Pak Kiai?” tanya Fanshuri.
“Contoh termudah misalnya dengan mengakhirkan salat di akhir waktu. Agar orang lain di sekitarnya melihat si pengikut ini bukan seorang muslim yang taat. Atau sering tidur di masjid tapi kelihatan tidak pernah salat. Sampai nanti semua muslim di sekitarnya akan mengolok-oloknya. Dianggap sebagai orang yang tidak rajin ibadah, bahkan bisa sampai diejek karena cuma ‘Islam KTP’, atau bahkan sampai dianggap orang gila,” tambah Kiai Kholil lagi.
“Memang kenapa harus seperti itu Pak Kiai?”
“Harapannya agar hatinya jadi bersih dari pandangan orang-orang di sekitarnya. Tidak ingin hubungan intim dengan Tuhan diketahui oleh orang-orang. Pengikut thariqah ini akan beribadah saat memastikan tidak ada orang lain yang menyaksikan. Sembunyi-sembunyi. Menyembunyikan segala bentuk kebaikan dari pandangan orang lain karena takut muncul sifat ujub di hatinya. Meski caranya akan tergolong sangat ekstrem bagi orang di luar kelompok ini,” jelas Kiai Kholil.
“Bahkan jika kebaikan atau ibadah yang dilakukan diketahui orang lain, maka si pengikut thariqah ini akan berupaya memperburuk citranya di masyarakat. Bawa arak ke masjid misalnya, bikin masalah, agar orang lain melihatnya buruk dan penuh dosa. Mereka akan merasa malu kepada Tuhan kalau kebaikannya diketahui oleh orang lain,” tambah Kiai Kholil lagi.
Fanshuri cuma melongo kaget dengan penjelasan Kiai Kholil ini. Tapi penjelasan Kiai Kholil ini belum menjelaskan mengenai fenomena kerangka babi hutan di makam tua tadi.
“Lalu hubungannya dengan makam yang isinya kerangka babi hutan apa Pak Kiai?” tanya Fanshuri.
“Nah, lelaku ekstrem ini berlanjut bahkan sampai mati. Agar orang-orang di luar kelompok ini menganggap bahwa aliran ini sesat, tidak benar, lalu menghujatnya. Jadi ketika ada pertanyaan, ‘orang-orang seperti ini kalau mati jadi apa?’ lalu seperti yang tejadi kemarin, akan muncul dugaan bahwa orang yang mati ini kena azab karena jenazahnya berubah jadi babi hutan,” jelas Kiai Kholil.
Fanshuri menelan ludah mendengarnya.
“Bahkan sampai mati, orang-orang ini ingin dikenal karena keburukan-keburukannya. Tidak ingin dikenal karena kebaikan-kebaikannya. Semakin buruk citranya di masyarakat, berarti semakin berhasil apa yang dilakukannya,” terang Kiai Kholil kemudian.
Kali ini Fanshuri terdiam begitu lama mendengar penjelasan Kiai Kholil. Ingin rasanya bertanya, bagaimana dengan hukum thariqah ini, tapi Fanshuri memilih tidak bertanya lebih lanjut. Sebab, Kiai Kholil tidak membenarkan atau menyalahkan thariqah ini. Meski begitu, Kiai Kholi tampak memahami air muka Fanshuri yang masih dihinggapi rasa kebingungan.
“Makanya tadi aku bilang, aku perlu waktu untuk menjelaskan ini. Agar orang-orang yang baru tahu, tidak salah mengerti. Anggap saja itu sebagai pengetahuan baru. Tidak semua pengetahuan baru harus kita jalani. Karena untuk hubungan Tuhan dengan hamba-Nya, tak ada yang benar-benar tahu mana yang diridai dan mana yang tidak,” pungkas Kiai Kholil masih khawatir kalau-kalau Fanshuri menyimpulkan sesuatu yang macam-macam dari penjelasannya.
*) Diinspirasi dari ceramah Gus Muwafiq, Yogyakarta.