Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai Kepala Suku

Lockdown Mandiri ala Kampung di Yogya

Puthut EA oleh Puthut EA
27 Maret 2020
A A
es teh es kopi reshuffle kabinet gibran rakabuming adian napitupulu erick thohir keluar dari pekerjaan utusan corona orang baik orang jahat pangan rencana pilpres 2024 kabinet kenangan sedih pelatihan prakerja bosan kebosanan belanja rindu jalan kaliurang keluar rumah mudik pekerjaan jokowi pandemi virus corona nomor satu media kompetisi Komentar Kepala Suku mojok puthut ea membaca kepribadian mojok.co kepala suku bapak kerupuk geopolitik filsafat telor investasi sukses meringankan stres
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Bekal pengalaman menghadapi dua bencana dahsyat gempa dan erupsi gunung berapi membuat warga Yogya tanggap pada bencana-bencana lain. Kali ini dengan mengadakan lockdown mandiri di kampung-kampung. 

Semalam di lini masa Twitter bertebaran banyak sekali foto lockdown di kampung-kampung yang berada di wilayah Yogyakarta. Saya sarankan Anda membaca dengan tuntas tulisan ini, supaya tahu apa yang sebetulnya terjadi. Maklum, sekarang ini banyak pihak sensitif soal lockdown, baik yang kontra maupun yang mendukung.

Secara sosial, masyarakat Yogya punya dua pengalaman kolektif yang penting dalam menghadapi bencana alam dalam skala yang sangat besar. Pertama ketika terjadi gempa bumi pada Mei tahun 2006, dan pada saat erupsi Merapi di bulan Oktober tahun 2010. Kebetulan, saya sebagaimana kebanyakan orang Yogya saat itu, terlibat menjadi relawan.

Pada gempa tahun 2006, hanya selang sehari, saya bersama teman-teman sudah langsung menggalang posko relawan. Dua bulan penuh, kami ikut dalam situasi tanggap darurat bencana. Berangkat subuh, pergi ke daerah-daerah yang menjadi fokus kerja kami di Bantul dan Gunungkidul, pulang sampai posko sudah larut malam. Tidak langsung tidur. Kami mesti rapat evaluasi dan mempersiapkan apa yang kami kerjakan di hari berikutnya. Praktis, kami hanya tidur kira-kira tiga sampai empat jam sehari. Baru di bulan ketiga, ketika sudah banyak sekali relawan dari luar kota dan lembaga-lembaga internasional yang lebih berpengalaman dalam menangani bencana, kegiatan agak lebih berkurang. Kami lanjutkan dengan kerja-kerja pendampingan masyarakat terdampak bencana, mulai dari mendampingi adik-adik untuk sekolah di tenda-tenda, ikut membantu mendirikan rumah, dan kegiatan rekonstruksi serta rehabilitasi. Kegiatan itu kami lakukan lebih dari setahun.

Penanganan gempa di Yogya telah banyak dijadikan rujukan tentang bagaimana daya dukung sosial masyarakat sangat penting, dan menjadi pelajaran penting bagi penanganan bencana yang dianggap sangat efektif dan cepat.

Saat merapi meletus di Yogya pada Oktober 2010, sebetulnya posisi saya sedang bekerja di Jakarta. Saya yang waktu itu masih dibilang pengantin muda (saya menikah pada bulan Juni di tahun tersebut), langsung cepat pulang ke Yogya karena istri saya yang berasal dari Jakarta sudah saya boyong ke Yogya. Hanya saja di saat itu, saya tidak seintens waktu jadi relawan gempa tahun 2006. Kami berdua ikut jadi relawan di dapur umum yang didirikan di hampir semua kampung, karena jumlah pengungsi dari daerah dekat Merapi membutuhkan banyak sekali dukungan makanan. Kalau malam hari, saya berdiri di tepi jalan membawa air bersama ratusan warga di Jalan Kaliurang untuk menyiram kaca mobil para petugas yang hilir mudik, mengevakuasi korban.

Dari dua pengalaman itu, saya tahu persis bagaimana jagat batin warga Yogya dalam menghadapi bencana. Masyarakat langsung tahu apa yang mesti mereka lakukan. Mereka berusaha berkontribusi dengan cara masing-masing.

Pandemi corona yang juga terjadi di Yogya pun disikapi masyarakat Yogya dengan cara yang khas. Mulai dari membuat hand sanitizer sendiri untuk dibagi-bagikan, di banyak kampung bahkan membuat alat semprot desinfektan sendiri. Apa yang terjadi dengan istilah “lockdown mandiri kampung”, yang foto-fotonya bertebaran itu pun dilakukan dengan mandiri dan spontanitas.

Setelah Kemarin di timline ramai tentang gotong royong penyemprotan disinfektan, Kini timeline ramai beberapa dusun di wilayah Pakem, Turi Sleman melakukan lock down dusun secara mandiri.

Panjang umur warga berdaya ?

Foto: Dari Berbagai Sumber pic.twitter.com/CsTtYaVgdY

— Merapi News (@merapi_news) March 26, 2020

Kalau dilihat dari polanya, itu bukan sebuah “pembangkangan” kepada pemerintah pusat. Sebab kita semua tahu keputusan lockdown hanya boleh diputuskan oleh pemerintah pusat. Masyarakat hanya “meminjam” istilah “lockdown” yang memang sedang menjadi salah satu istilah yang paling sering didengar masyarakat baik dari media mainstream maupun dari media sosial.

Apa yang disebut “lockdown” itu pada prakteknya adalah menutup beberapa ruas jalan. Untuk masuk ke sebuah kampung, ada banyak jalan. Beberapa ruas ditutup sehingga orang hanya bisa lewat jalan tertentu. Fungsinya adalah untuk mengawasi orang yang masuk dan orang yang keluar dari kampung tersebut. Orang-orang kampung masih bisa melakukan aktivitasnya untuk keluar dan masuk kampung, tentu dengan memberi tahu mereka mau melakukan apa. Kalau tidak penting-penting amat, diminta tidak usah meninggalkan kampung. Jadi bukannya dilarang keluar beraktivitas.

Di beberapa kampung, orang yang akan masuk ke kampung tersebut disemprot oleh cairan desinfektan. Penyemprotan cairan desinfekan pun dilakukan secara reguler di kampung-kampung, baik secara mandiri oleh warga maupun bekerja sama dengan lembaga semacam BNPB dan SAR.

Sewaktu diwawancara oleh sebuah stasiun televisi, juru bicara pemerintah Achmad Yurianto menyatakan beberapa hal yang serupa dengan apa yang dilakukan oleh warga Yogya, yang baik buat ikut serta menanggulangi pandemi Corona. Pertama adalah menjaga komunitas. Dia mencontohkan bagaimana misalnya sebuah perumahan melakukan pengawasan yang ketat kepada anggota perumahan. Siapa saja yang mau keluar dari perumahan tersebut, apa tujuannya, dan jika tujuannya tidak penting maka diminta di rumah saja. Kalau mereka ingin membeli air galon, maka diteleponkan oleh kolektif perumahan. Kalau mereka butuh membeli beras, juga dibantu, dan hal lain semacam itu.

Kedua, dia mencontohkan sebaiknya warga Indonesia meneladani apa yang dilakukan oleh warga Vietnam. Di Vietnam, bahkan orang yang sudah diketahui kena corona, “dijaga” oleh tetangga mereka. Kebutuhan mereka dibantu oleh tetangga yang masih sehat. Yang sakit dikarantina di rumah dan semua kebutuhan mereka disokong oleh tetangga dekat mereka. Warga menjaga warga. Kolektivitas dan komunalitas menjadi kata penting.

Iklan

Apa yang dilakukan oleh warga Yogya sebetulnya sudah mirip dengan hal tersebut. Bahkan dapur-dapur umum mulai didirikan oleh komunitas-komunitas anak muda Yogya untuk membantu saudara mereka yang membutuhkan. Tentu pendirian dapur umum itu juga mengikuti prosedur ketat sehinga meminimalisir penyebaran corona.

Sebagai orang yang sudah tinggal selama 25 tahun di Yogya, dan menjadi bagian dari dua momentum besar saat terjadi gempa bumi dan erupsi Merapi, saya tidak heran dengan inisiatif warga untuk turut serta terlibat secara aktif dalam melalui masa-masa sulit sekarang ini. Kalau istilah yang dipakai di spanduk yang bertebaran di kampung memakai pilihan kata “lockdown“, percayalah bahwa itu pilhan kata saja. Bukan berarti pembangkangan terhadap pemerintah pusat. Prakteknya, ini inisiatif yang punya kontribusi besar secara sosial, dengan modal keguyuban dan kegotongroyongan yang tinggi.

Sebagai warga Yogya, tentu saja saya bangga. Tapi di Yogya, bangga saja tidak cukup. Ikut aktif dalam skala sekecil apa pun, itu seperti sebuah keniscayaan.

BACA JUGA ‘Lockdown’ Wuhan Telat 5 Hari Aja, Korban Corona Bakal 3 Kali Lipat dari Sekarang dan esai Puthut EA lainnya di KEPALA SUKU.

Terakhir diperbarui pada 28 Maret 2020 oleh

Tags: bencanaJogjalockdownvirus coronaYogya
Puthut EA

Puthut EA

Kepala Suku Mojok. Anak kesayangan Tuhan.

Artikel Terkait

Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO
Liputan

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO
Ekonomi

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO
Esai

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO
Ragam

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Relawan di Sumatera Utara. MOJOK.CO

Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor

3 Desember 2025
Para penyandang disabilitas jebolan SLB punya kesempatan kerja setara sebagai karyawan Alfamart berkat Alfability Menyapa MOJOK.CO

Disabilitas Jebolan SLB Bisa Kerja Setara di Alfamart, Merasa Diterima dan Dihargai Potensinya

2 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.