Hidup Itu Tidak Harus Sukses - Mojok.co
  • Kirim Artikel
  • Terminal
Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Kilas
    • Susul
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Kilas
    • Susul
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Podcast
Home Esai Kepala Suku

Hidup Itu Tidak Harus Sukses

Puthut EA oleh Puthut EA
18 Mei 2021
0
A A
ilustrasi Kita Boleh Menyerah Kalah uthut EA mojok motivasi kesuksesan kegagalan keberhasilan kita boleh menyerah

ilustrasi Kita Boleh Menyerah Kalah uthut EA mojok motivasi kesuksesan kegagalan keberhasilan kita boleh menyerah

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

Sukses adalah salah satu mantra penting di hidup ini. Ia diucapkan di mana-mana.

Di sekolah, di rumah, saat Lebaran, di berbagai ruang seminar dan motivasi hidup, dll., tapi kita semua tahu, hanya sedikit dari kita yang sebetulnya bisa benar-benar sukses. Apalagi jika definisi sukses itu adalah sukses dalam bidang ekonomi.

Kalau kita perhatikan, sebetulnya sukses yang selalu dimaksud di banyak kesempatan itu memang sukses secara ekonomi. Baik yang diucapkan secara langsung maupun yang diucapkan sembari muter-muter. Karena sebetulnya itulah definisi tunggal sukses, maka itulah yang tertanam di kepala kita sejak kecil.

Coba kalau kita sedang di kampung halaman atau sedang reunian, kalau ada teman atau tetangga kita menempelkan kata “sukses” pada orang lain, maka pasti tak jauh-jauh dari definisi itu. 

Sukses lebih sering diartikan punya rumah besar, punya mobil lebih dari dua, bisa keliling ke berbagai tempat di belahan dunia. Mungkin dikasih tempelan lain, semacam menaikkan haji orangtua, menyumbang masjid puluhan bahkan ratusan juta, berderma kepada fakir dan miskin sampai ratusan juta pula. 

Baca Juga:

Hei, Sejarah Bukan Hanya Ditulis oleh para Pemenang!

Lelah Miskin, Meniti Jalan Sufi, Malah Hidup Berkecukupan

Merasa Sangat Kaya Raya sampai Kangen Jadi Miskin Lagi

Pada intinya, semua keterangan itu kalau kita ambil kesimpulan, mustahil dilaksanakan jika seseorang tidak kaya.

Dalam berbagai doa dan usaha manusia pun sesungguhnya kita tak bisa jauh-jauh dari persoalan sukses secara ekonomi. Jika seseorang diharapkan pintar dalam segi pendidikan. Itu maksudnya, kalau dia pintar, berarti nanti diharapkan mudah mendapatkan pekerjaan. Kalau mudah mendapatkan pekerjaan diharapkan bisa mendapatkan banyak uang.

Demikian juga kalau kita meletakkan kesuksesan orang dengan sifat ulet-dalam-bekerja, misalnya. Itu juga tidak jauh-jauh dari jika dia punya sifat itu maka akan tidak malu mengambil pekerjaan apa saja, memulai dari bawah, tabah dalam meniti karier, lalu suatu saat jenjangnya akan naik, akan jadi pejabat, dan ujung-ujungnya tentu saja: kaya.

Sementara kita tahu, dunia yang sekarang ini kita tinggali, punya mekanisme yang memastikan bahwa orang yang kaya hanya sedikit persentasenya. Piramida ekonomi itu niscaya. 

Artinya, benar bahwa selalu terbuka kesempatan bahwa setiap manusia bisa naik kelas, naik kasta, menerobos bangunan piramida, tapi yang hidupnya miskin dan kekurangan akan selalu jauh lebih banyak. 

Artinya, tingkat kompetisinya sangat keras. Artinya juga, selain seseorang bisa menaiki jenjang piramida, bisa juga seseorang akan turun dan terperosok ke bangunan bawah piramida.

Dulu, sekolah menjadi bagian dari tiket untuk berkompetisi. Tapi semenjak teknologi informasi dan dunia digital berkembang, sekolah sudah bukan satu-satunya tiket eksklusif. Terlebih, ketika sekolah sudah menjadi bagian yang lazim bahkan berlebihan. 

Semua orang, misalnya, ingin menjadi master, padahal yang dibutuhkan dunia kerja kita sesungguhnya adalah lulusan SMK dan atau D3. 

Itu sebabnya ada yang agak lucu, ketika anak SMK sekarang ini jauh lebih mudah mencari kerja dibanding mahasiswa lulusan S2 bahkan dari universitas ternama sekalipun. Apalagi jika lulusan SMK-nya dari jurusan yang sedang banyak dicari, seperti otomotif, animasi, dan tata boga.

Dengan teknologi informasi yang main canggih, orang bisa belajar sendiri, dan punya peranti untuk berkompetisi. Sialnya, teknologi informasi yang canggih, belum terbukti bisa mengubah bangunan piramida perekonomian manusia. Itu artinya, tetap saja yang miskin dan nestapa akan tetap yang paling banyak.

Bedanya adalah, mungkin, jika dulu yang miskin adalah yang tidak punya akses terhadap pendidikan, sistem sosial, dan berbagai sistem lain yang memungkinkan mereka punya tiket untuk berkompetisi, maka ke depan yang berada di bangunan bawah adalah orang-orang yang sudah punya tiket semuanya, namun dunia memastikan mereka tidak kuat berkompetisi lalu jatuh.

Dulu, orang miskin misalnya adalah identik dengan orang yang tidak sekolah tinggi, tinggal di desa atau di pulau terpencil yang susah mendapatkan akses informasi dan tetesan kue pembangunan, maka ke depan sangat mungkin yang miskin itu adalah sarjana, tinggal di kota, dan punya beragam keterampilan hidup. 

Mereka rata-rata bekerja di perusahaan dengan gaji tinggi, tapi karena perusahaan tempat mereka bekerja kalah berkompetisi dengan perusahaan lain, maka perusahaannya bangkrut.

Mau mendaftar bekerja di tempat lain, kebanyakan perusahaan juga bangkrut karena juga kalah dalam berkompetisi, maka jadilah piramida dengan catatan yang berbeda dengan piramida terdahulu.

Menarik sebetulnya mencermati gejala sosial tersebut. Perlahan tapi pasti itu mulai terjadi, dan kira-kira akan punya implikasi seperti apa pada sistem sosial kita.

Kembali ke soal mantra hidup sukses yang pada dasarnya sebetulnya adalah hidup kaya. Saya hampir tidak pernah mendengar, konsepsi sukses itu misalnya, baik dengan tetangga. Atau baik dengan teman. 

“O, Si A itu Sekarang sudah sukses, lho….”

“O, ya? Sukses bagaimana?”

“Dia itu luar biasa baik dengan teman, setia kawan, dengan tetangga pun baik…”

Dialog seperti itu, saya yakin bakal menjadi dialog ganjil tentang konsepsi kesuksesan. Saya belum pernah mendengar ada orang mendefinisikan sukses karena misalnya rajin membayar iuran siskamling dan rajin ikut gotong-royong. 

Kalau pun toh ada hubungan dengan sistem nilai, misal berbakti kepada orangtua, selalu pasti yang dilihat hanya pada pola pemberian materi. Bukan misalnya, rajin mendoakan orangtua.

Artinya, jumbuh sudah apa yang ada dalam pikiran dan mental kita dengan sistem sosial yang sedang terjadi. Dan kalau sudah jumbuh, maka punya implikasi sosial pada segala bidang. 

Itu yang membuat orang tidak malu menjadi koruptor, sekaligus masyarakat juga permisif terhadap koruptor karena mereka sering bagi-bagi rezeki kepada orang lain. 

Tanpa pernah menyadari bahwa korupsi orang tersebut berarti sedang memiskinkan orang lain. Dan seterusnya. Dan seterusnya.

Maka untuk mencoba mengguncang itu semua, rasanya, kita memang tidak harus sukses dalam menjalankan hidup ini. 

Kedua, secara faktual, kita semua juga harus siap bahwa dengan sistem yang sekarang ini berjalan, sebagian besar dari kita akan masuk dalam kategori tidak sukses. Suka atau tidak suka begitulah. 

Karena yang tidak sukses akan selalu jauh lebih banyak dibandingkan yang tidak sukses. Cuma karena sebagian dari kita sedang dalam proses berkompetisi, belum ketahuan kalau kalah, maka kita masih belum merasakan tidak sukses alias gagal. 

Ya, begitulah…. 

BACA JUGA Kita Boleh Menyerah Kalah dan esai Puthut EA lainnya.  

Terakhir diperbarui pada 18 Mei 2021 oleh

Tags: akseskayakunci suksesmiskinseminarsukses
Puthut EA

Puthut EA

Kepala Suku Mojok. Anak kesayangan Tuhan.

Artikel Terkait

Hei, Sejarah Bukan Hanya Ditulis oleh para Pemenang!

Hei, Sejarah Bukan Hanya Ditulis oleh para Pemenang!

27 November 2021
Imam As'ad Lelah Miskin, Meniti Jalan Sufi dan Zikir, Malah Hidup Berkecukupan

Lelah Miskin, Meniti Jalan Sufi, Malah Hidup Berkecukupan

4 Juni 2021
Merasa Sangat Kaya Raya sampai Kangen Jadi Miskin Lagi

Merasa Sangat Kaya Raya sampai Kangen Jadi Miskin Lagi

5 Maret 2021
es teh es kopi reshuffle kabinet gibran rakabuming adian napitupulu erick thohir keluar dari pekerjaan utusan corona orang baik orang jahat pangan rencana pilpres 2024 kabinet kenangan sedih pelatihan prakerja bosan kebosanan belanja rindu jalan kaliurang keluar rumah mudik pekerjaan jokowi pandemi virus corona nomor satu media kompetisi Komentar Kepala Suku mojok puthut ea membaca kepribadian mojok.co kepala suku bapak kerupuk geopolitik filsafat telor investasi sukses meringankan stres

Apa Itu Sukses

23 Februari 2021
cara dapat gaji 20 juta sebelum umur 30 digital marketing profesi etos kerja tips mojok.co

Cara Dapat Gaji 20 Juta sebelum Umur 30

6 Februari 2021
Aturan No. 1 Kuliah di Luar Negeri: Jangan ke Australia kalo Bajet Ngepas

Aturan No. 1 Kuliah di Luar Negeri: Jangan ke Australia kalo Bajet Ngepas

1 Februari 2021
Pos Selanjutnya
Mayat Anak 7 Tahun di Temanggung Rupanya Korban Ritual Usir Genderuwo mojok.co

Mayat Anak di Temanggung Rupanya Korban Ritual Usir Genderuwo

Komentar post

Terpopuler Sepekan

ilustrasi Kita Boleh Menyerah Kalah uthut EA mojok motivasi kesuksesan kegagalan keberhasilan kita boleh menyerah

Hidup Itu Tidak Harus Sukses

18 Mei 2021
Horor Apartemen Tertua di Jogja yang Menghilang dari Ingatan MOJOK.CO

Horor Apartemen Tertua di Jogja yang Menghilang dari Ingatan

26 Mei 2022
Sinar Mandiri melaju di Pantura MOJOK.CO

Melintasi Pantura Bersama Roda Lusuh Bus Sinar Mandiri

21 Mei 2022
makam giriloyo mojok.co

Makam Giriloyo, Rumah Peristirahatan Terakhir Sultan Agung yang Dibatalkan

26 Mei 2022
Rumah milik Mbah Ngadiyo yang jadi tempat syuting KKN di Desa Penari

Cerita Sebenarnya di Rumah Tempat Syuting Film KKN di Desa Penari

25 Mei 2022
mie ayam om karman mojok.co

Mie Ayam Om Karman, Filosofi Meja Terisi, dan Semangat Perantau Wonogiri

22 Mei 2022
gelanggang mahasiswa ugm mojok.co

UGM akan Bangun GIK, Pengganti Gelanggang Mahasiswa

24 Mei 2022

Terbaru

Sungai Aare, Swiss untuk berenang

Orang Swiss Suka Hanyutkan Diri di Sungai pada Musim Panas

29 Mei 2022
buya syafii maarif mojok.co

Melepas Kepergian Buya

28 Mei 2022

Jokowi: Buya Syafii Maarif Sosok yang Menyuarakan Toleransi 

27 Mei 2022
Buya Syafii Maarif

Haedar Nashir Sempat Menemui, Buya Syafii Maarif Ditangani Tim Dokter Kepresidenan

27 Mei 2022
Indonesia Berduka, Buya Syafii Maarif Wafat Jelang Usia ke-87

Indonesia Berduka, Buya Syafii Maarif Wafat Jelang Usia ke-87

27 Mei 2022

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
DMCA.com Protection Status

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Kilas
    • Susul
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Podcast
  • Mau Kirim Artikel?
  • Kunjungi Terminal

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In