Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai Kepala Suku

Dipilih Secara Sah, Dilindungi dengan Fitnah

Puthut EA oleh Puthut EA
2 Oktober 2019
A A
jokowi pandemi virus corona sri mulyani bpjs kesehatan agus mulyadi gibran rakabuming calon wali kota solo mojok.co dijatuhkan presiden jokowi puthut ea opini tulisan nonfiksi esai mojok.co analisis politik angkatan 2019

jokowi pandemi virus corona sri mulyani bpjs kesehatan agus mulyadi gibran rakabuming calon wali kota solo mojok.co dijatuhkan presiden jokowi puthut ea opini tulisan nonfiksi esai mojok.co analisis politik angkatan 2019

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Walau sudah ada DPR yang secara formalitas dipilih dan mewakili suara warga negara, hak warga negara untuk menyampaikan pendapat kepada legislatif dan eksekutif tak otomatis hilang.

Setiap penguasa negara ditopang bukan hanya oleh legitimasi formal elektoral. Dia juga butuh legitimasi lain.

Sebab pemerintah menjalankan fungsinya selama 5 tahun, sementara suara elektoral hanya diberikan ketika surat suara tercoblos, yang prosesnya hanya butuh waktu sekian detik. Begitu surat suara masuk kotak, tepat di saat itu terputus pula hubungan warga negara dengan pemerintah. Putus hubungan antara pemberi suara dan penerima suara. Selanjutnya, hubungannya berupa relasi formalitas belaka, yang “seolah-olah” diwakili oleh DPR.

Presiden dan DPR adalah institusi yang mendapat mandat dari warga negara, dari warga negara yang golput sekalipun. Sebab, menjadi golput bukan berarti melepas seseorang dari kewarganegaraannya. Ketika seorang presiden memenangi pertarungan elektoral, maka dia terpilih untuk memerintah sebuah negara dan melindungi semua warga negara, baik yang memilihnya, tidak memilihnya, maupun yang golput.

Sehingga agak aneh sebetulnya kalau ada orang bilang bahwa sudah cukup DPR yang mewakili ekspresi politik warga negara. Sebab suara warga negara diberikan kepada presiden dan DPR. Selepas pemilihan, warga negara masih berhak menyampaikan ekspresi mereka secara langsung kepada siapa pun, baik presiden maupun DPR.

Sekarang balik ke soal legitimasi. Selain legitimasi formal berupa kemenangan elektoral, seorang presiden untuk menjalankan pemerintahannya membutuhkan banyak legitimasi politik lain. Misal saja: legitimasi intelektual, legitimasi moral, legitimasi kultural. Sebab ketika menjalankan satu keputusan, yang dihitung bukan soal disetujui oleh DPR saja, tapi apakah keputusan itu berterima atau tidak bagi warga negara.

Kalau pemerintah hanya membutuhkan legitimasi politik formal, yang mana itu dari DPR, akan ada konsekuensi jangka panjang yang tidak baik, yakni menipisnya legitimasi dari warga negara. Apa dampaknya? Banyak. Dari mulai kecuekan warga negara atas semua program pemerintah, menurunnya tingkat partisipasi publik untuk semua agenda pemerintahan, sampai pada pembangkangan sipil. Presiden sebagai kepala pemerintahan kemudian “seolah-olah” memerintah saja.

Masyarakat yang cuek atau makin menurunnya tingkat partisipasi mereka terhadap agenda negara sudah tentu tidak baik buat pemerintahan siapa pun. Terutama jika menghadapi persoalan-persoalan yang multidimensi: perlambatan ekonomi, bencana alam, gesekan antarkomunitas, dll.

Situasi termutakhir yang terjadi di Indonesia, menurut saya, sudah ada di fase yang mestinya Presiden Jokowi mendengarkan suara masyarakat. Tidak relevan lagi membicarakan fase elektoral. Itu sudah selesai. Beliau sudah menang dan putus sudah hubungan elektoral itu. Sekarang yang mesti beliau perhitungkan adalah jangan sampai tingkat kepercayaan masyarakat kepadanya makin hari makin menipis. Sebab, Indonesia sedang menghadapi banyak masalah multidimensi: perlambatan ekonomi, bencana alam, dan gesekan antarwarga negara. Untuk menangani itu semua, butuh kepercayaan yang besar dari masyarakat agar inisiatif dan agenda pemerintah untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut mendapatkan dukungan maksimal masyarakat.

Namun, yang terjadi untuk sementara ini, ada sekian ratus guru besar, sekian ribu dosen, sekian puluh ribu suara mahasiswa dan pelajar yang turun di jalan, belum menggerakkan Presiden untuk membuat perppu. Itu artinya, ada legitmasi politik yang sedang dipertaruhkan. Legitimasinya, sekali lagi, bukan legitimasi elektoral, melainkan legitimasi yang sangat dibutuhkan untuk memerintah selama 5 tahun ke depan.

Sekarang legitimasi non-elektoral itu yang sedang dibutuhkan oleh Presiden Jokowi. Sementara, warga negara yang meminta Presiden mengeluarkan perppu memiliki semua legitimasi itu: baik intelektual, moral, maupun kultural.

Dalam fenomena politik di atas, justru yang menguat ke publik, yang berhadapan dengan publik, adalah wakil rakyat dan para pendengung (buzzer). Situasi itu bisa terjadi karena wakil rakyat dan presiden dipilih secara terpisah. Warga negara memilih presiden, dan presiden terpilih memimpin semua warga negara tanpa kecuali. Warga negara punya hak untuk melakukan desakan politik. Desakan itu punya konsekuensi legitimasi non-elektoral yang sangat penting.

Di sisi lain lagi, Presiden justru dijaga oleh pendengungnya yang justru kontraproduktif. Berbagai manuver mereka berhasil dibongkar oleh warga negara sebagai langkah-langkah fitnah. Sudah tentu hal semacam ini membuat Presiden makin kekurangan legitimasi intelektual, moral, dan kultural.

Sungguh aneh, seorang presiden yang terpilih secara sah, dijaga oleh barisan pendengung yang kerjanya memfitnah.

Iklan

Tapi saya secara pribadi cukup percaya, Presiden Jokowi mengerti betul akan hal itu. Beliau hanya menunggu waktu yang tepat untuk mengeluarkan perppu.

BACA JUGA Om Denny Siregar Dibela Polisi, tapi Polisi Cuma Bisa Ngebela Dirinya Sendiri atau artikel rubrik KEPALA SUKU lainnya.

Terakhir diperbarui pada 17 Januari 2020 oleh

Tags: buzzerdpr rijokowi
Puthut EA

Puthut EA

Kepala Suku Mojok. Anak kesayangan Tuhan.

Artikel Terkait

Kereta Cepat Whoosh DOSA Jokowi Paling Besar Tak Termaafkan MOJOK.CO
Esai

Whoosh Adalah Proyek Kereta Cepat yang Sudah Busuk Sebelum Mulai, Jadi Dosa Besar Jokowi yang Tidak Bisa Saya Maafkan

17 Oktober 2025
Seandainya Punya Gaji Rp104 Juta seperti para DPR, Ini yang Akan Saya Lakukan Mojok.co
Pojokan

Seandainya Punya Gaji Rp104 Juta seperti para DPR, Ini yang Akan Saya Lakukan

23 Agustus 2025
Sialnya Warga Banjarsari Solo: Dekat Rumah Jokowi, tapi Jadi Langganan Banjir Gara-gara Proyek Jokowi.MOJOK.CO
Aktual

Sialnya Warga Banjarsari Solo: Dekat Rumah Jokowi, tapi Jadi Langganan Banjir Gara-gara Proyek Jokowi

7 Maret 2025
3 Rupa Nasionalisme yang Mewarnai Indonesia Hari Ini MOJOK.CO
Esai

3 Rupa Nasionalisme yang Mewarnai Indonesia Hari Ini

26 Februari 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
Para penyandang disabilitas jebolan SLB punya kesempatan kerja setara sebagai karyawan Alfamart berkat Alfability Menyapa MOJOK.CO

Disabilitas Jebolan SLB Bisa Kerja Setara di Alfamart, Merasa Diterima dan Dihargai Potensinya

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.