Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai Kepala Suku

Apakah PSI Akan Lolos Ambang Batas Parlemen?

Puthut EA oleh Puthut EA
17 November 2018
A A
kepala suku
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Ada beberapa poin yang memberatkan PSI untuk lolos ambang batas parlemen dalam Pileg 2019.

Sebagai orang yang punya banyak teman politikus, juga berteman dengan mereka yang bergelut dengan tema politik, saya cukup sering mendapat pertanyaan di atas. Sebelum menjawab pertanyaan jenis itu, tentu kita perlu melihat beberapa hal terkait dengan tema itu.

Pertama, hampir di semua survei pemilu, PKS selalu masuk ke dalam daftar partai yang tidak lolos ambang batas parlemen, seingat saya mulai tahun 2009, 2014, sampai menjelang tahun Pemilu 2019. Tapi pada kenyataannya, partai tersebut selalu lolos dengan persentase yang cukup tinggi.

Pertanyaannya, kenapa bisa begitu? Hal ini dikarenakan, survei tentang partai, menggiring pada ‘merek’ partai itu sendiri. Padahal pada kenyataannya, ketika pileg dilaksanakan, lebih banyak orang yang memilih orang dibanding partai itu sendiri.

Saya ambil contoh, misal Jamhari dari partai X. Orang lebih memilih Jamhari daripada partainya. Bahwa dengan dipilihnya Jamhari, secara otomatis akan menyumbang perolehan suara ke partai, itu sudah jelas sekali. Nah, di hampir semua survei, rata-rata faktor Jamhari dihilangkan. Namun faktor partai X yang sering digunakan.

Sementara, kerja Jamhari yang paling bakal mendominasi perolehan suaranya ada pada minggu-minggu akhir menjelang minggu tenang, termasuk ketika minggu tenang. Istilah ‘tenang’ itu hanya formalitas belaka. Prakteknya justru di minggu tenang, pertarungan makin sengit terjadi di lapangan.

Hal seperti itulah yang bisa menjelaskan kenapa misalnya PAN juga tetap mendapatkan suara cukup banyak dengan strategi mendorong para selebritas untuk mencalonkan diri. Para selebritas sudah lebih dulu punya modal nama dan keterkenalan. Hal inilah yang mungkin akan susah dilakukan oleh orang yang nisbi tak begitu dikenal.

Hal itu pula, lepas dari perdebatan etis atau tidak, terjadi migrasi caleg dari satu partai ke partai lain. Ketika Jamhari yang sudah teruji sukses jadi anggota legislatif dari partai X, maka ketika dia pindah ke partai Y, jika modal sosialnya kuat, kemungkinan besar dia akan terpilih kembali. Hal inilah yang secara cerdik dilihat oleh Partai Nasdem.

Kedua, bagaimana dengan Nasdem yang langsung sukses dalam pemilu pertama yang diikutinya? Hal pertama yang harus dibaca adalah Nasdem itu dipimpin oleh Surya Paloh, orang yang berpuluh tahun malang melintang sebagai politikus di Indonesia. Oleh karena itu, jaringan politiknya tentu luas sekali. Selain itu, dia memiliki media massa, baik teve maupun surat kabar, sehingga kampanye lebih mudah dijalankan. Lalu yang terakhir, dia termasuk orang kaya. Faktor finansial tetap tidak bisa diremehkan.

Ketiga, Pileg 2019 ini agak berbeda karena dibarengi dengan laga pilpres. Itu artinya, parpol mesti punya mesin ganda: mesin untuk kekuatan pileg dan mesin untuk pilpres. Tentu tidak mudah menyetel kedua mesin ini dalam satu kinerja partai. Pasalnya, semua caleg sebagai salah satu mesin paling dominan akan sibuk dengan diri masing-masing, baik bersaing antarpartai maupun antarkolega separtai. Sementara itu berbagai jenis relawan capres-cawapres akan turun juga ke dapil. Suasana tambah pikuk. Menyelaraskan itu semua dengan berbagai dimensi kepentingan bukanlah sesuatu yang mudah.

Dengan beberapa poin umum di atas, tentu pada Pileg 2019 berat bagi PSI untuk lolos dalam ambang batas parlemen. Pertama, tentu saja kekuatan caleg. Sebagai partai anak muda, kekuatan caleg mereka di dapil belum tentu kuat. Pengalaman politik yang paling sahih adalah pengalaman memenangkan suara di TPS. Dilihat dari situ, para caleg PSI termasuk paling minim dalam pengalaman lapangan.

Kedua, faktor kekuatan jaringan. Bagaimanapun setiap anggota legislatif yang punya jam terbang tinggi, didukung dana dari pemerintah untuk mengurus dapil mereka, tentu lebih mudah dalam melakukan kerja-kerja politik. Jaringan mereka lebih matang dan lebih dulu mengakar.

Ketiga, PSI kurang didukung oleh media yang kuat. Sekalipun ini medsos, tentu saja media konvensional juga tetap dibutuhkan. Pasalnya di berbagai daerah di Indonesia, media dianggap sebagai ‘media’ jika itu berwujud (fisik) dan dikenal. Koran daerah maupun media digital yang sudah mapan seperti Detik, Kompas, Merdeka, dll, tentu lebih dipercaya dibanding media sosial.

Keempat, efek ujung jas jelas akan bekerja dengan baik, sehingga bagaimanapun juga PDIP maupun Gerindra akan mendulang suara besar karena Jokowi dan Prabowo. Prabowo kalah atau menang, suara Gerindra bakal naik. Padahal basis suara PSI serupa dengan basis konstiuen PDIP dan Gerindra, moderat-nasionalis.

Iklan

Kelima, brand PSI sebagai suara ‘milenial’ memang bagus. Tapi persoalannya, studi politik soal milenial di Indonesia baru sampai pada karakter mereka, belum sampai pada aspirasi politik dan belum menyentuh arsiran antara milenial dan teritori maupun sektor.

Seperti kita ketahui, pembagian politik itu jamaknya ada dua: sektoral dan teritorial. Dalam prakteknya kecerdikan membaurkan dan merumuskan kedua hal itulah yang bisa membesarkan suara partai. Baru kemudian, pada perkembangannya muncul variabel pemilih pemula dan milenial.

Tapi jangan keliru, keduanya pun tidak lepas dari variabel sektoral dan tertorial. Milenial yang menjadi pegawai negeri sangat mungkin berbeda dengan yang bekerja di industri kreatif. Milenial di Jeneponto sangat mungkin punya aspirasi dan ekspresi politik yang berbeda dengan milenial di Sragen maupun di Cirebon.

Tentu saja, apapun itu, PSI adalah partai yang telah membuktikan diri bisa menjadi peserta pemilu. Artinya, pasti punya modal dasar untuk lolos ambang batas parlemen. Selain itu, PSI juga mulai identik dengan Jokowi. Kalau strategi itu makin dikencangkan, bisa jadi ada sedikit efek ujung jadi kepala banteng yang direbutnya, sehingga bisa lolos ambang batas parlemen.

Tapi seandainya pun PSI tidak lolos, masih ada tahun 2024. Pemilu 2019 akan menjadi modal pengalaman penting bagi caleg mereka, dan kalau nanti Jokowi berkuasa lagi, para politikus PSI bisa ikut memanen bersama hasil kerja mereka. Panen politik itu penting untuk modal berlaga pada 2024. PSI dapat menjadi sebuah partai baru yang punya potensi langsung untuk belajar berkuasa. Tidak banyak partai yang seperti itu di dunia.

Terakhir diperbarui pada 17 November 2018 oleh

Tags: Ambang batas parlemenjokowiPileg 2018psi
Puthut EA

Puthut EA

Kepala Suku Mojok. Anak kesayangan Tuhan.

Artikel Terkait

Kereta Cepat Whoosh DOSA Jokowi Paling Besar Tak Termaafkan MOJOK.CO
Esai

Whoosh Adalah Proyek Kereta Cepat yang Sudah Busuk Sebelum Mulai, Jadi Dosa Besar Jokowi yang Tidak Bisa Saya Maafkan

17 Oktober 2025
Sialnya Warga Banjarsari Solo: Dekat Rumah Jokowi, tapi Jadi Langganan Banjir Gara-gara Proyek Jokowi.MOJOK.CO
Aktual

Sialnya Warga Banjarsari Solo: Dekat Rumah Jokowi, tapi Jadi Langganan Banjir Gara-gara Proyek Jokowi

7 Maret 2025
3 Rupa Nasionalisme yang Mewarnai Indonesia Hari Ini MOJOK.CO
Esai

3 Rupa Nasionalisme yang Mewarnai Indonesia Hari Ini

26 Februari 2025
Afnan Malay: Membedah Hubungan Prabowo-Jokowi Setelah Pemilu dan Janji Program MBG
Video

Afnan Malay: Membedah Hubungan Prabowo-Jokowi Setelah Pemilu dan Janji Program MBG

18 Februari 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Relawan di Sumatera Utara. MOJOK.CO

Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor

3 Desember 2025
Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

30 November 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.