Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Kabur Aja Dulu: Yang Tidak Dikatakan Influencer Itu Kepadamu

Armandoe Gary Ghaffuri oleh Armandoe Gary Ghaffuri
17 Februari 2025
A A
Kabur Aja Dulu Yang Tidak Dikatakan Influencer Itu Kepadamu MOJOK.CO

Ilustrasi Kabur Aja Dulu Yang Tidak Dikatakan Influencer Itu Kepadamu. (Mojok.co/Ega Fansuri)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Australia bukan negara “mudah”

Nick Molodysky, warga Australia totok yang terkenal melalui akunnya @masak2dengannick mengemukakan bahwa banyak orang Indonesia yang tergiur oleh postingan influencer yang bekerja di Australia dengan daya tarik utama, gaji tinggi. Gaji di Australia memang lebih tinggi dibandingkan UMR Indonesia, tetapi biaya hidupnya juga sangat mahal, bahkan bagi warga lokal. 

“Karena inflasi itu konsep universal,” tulis Nick.

Meskipun sering digambarkan sebagai tempat dengan penghasilan besar, kenyataannya banyak pekerja migran di Australia harus bekerja lebih dari 60 jam per minggu ditambah hidup super hemat. Ini sudah termasuk nggak pernah makan di luar, tinggal di satu apartemen bersama 11 orang lain, dan berbagi satu toilet (di mana ini illegal). 

Banyak juga yang bertahan untuk menabung sebelum kembali ke Indonesia, bukan untuk menetap. Nick menegaskan bahwa di samping semua kelebihan yang dimiliki Australia, ada harga yang harus dibayar jika ingin bekerja di negara itu. 

Mencari validasi, mencari ketenangan

Menurut Maslow, manusia butuh memiliki kebutuhan akan penghargaan dan pengakuan dari orang lain. Singkatnya, validasi. 

Validasi diperlukan untuk meredam disonansi kognitif. Salah satu caranya: mengajak orang lain mengikuti jejaknya. Semakin banyak yang meniru, semakin kuat pembenarannya. Begitulah isu kabur aja dulu bekerja.

Beberapa diaspora yang saya lihat, mereka mengajak pengikutnya untuk mengikuti jejak mereka dengan konten perbandingan Indonesia dengan negeri barunya. Bahkan, tak jarang, ada yang lebay, seakan Indonesia adalah jamban mampet, padahal ya, di beberapa sudut, emang iya. 

Tapi serius, narik perbandingan dari hal-hal kayak “omongan tetangga,” “santet menyantet,” atau “rekan kerja iri dengki” tuh bukan cuma malesin, tapi juga males mikir.

Perbandingan-perbandingan yang mereka buat, kebanyakan merupakan hasil cherry picking sehingga tidak bisa menjadi acuan yang akurat secara data untuk urusan kabur aja dulu. Contohnya, membandingkan kualitas pendidikan tanpa melihat konteks sosial, geografis, demografis, dan ekonomi yang sangat berbeda.  

“Ketika membandingkan, banyak orang lupa bahwa penduduk Finlandia hanya 5 juta, sedangkan Indonesia ada 270 juta,” kata Dinda, pekerja startup di Jakarta yang pernah menempuh master di Finlandia.

Saya dan Dinda sedang berdiskusi soal pendidikan di Indonesia dan Finlandia. Sistem pendidikan Finlandia memang berbau wangi dan dianggap sebagai standar pendidikan yang adiluhung dan cocok untuk kabur aja dulu. Padahal pendidikan di Finlandia bukan tanpa cela.

Tidak ramah migran

“Sistem pendidikan Finlandia tidak dirancang untuk anak-anak imigran,” kata Samah Zain, imigran Arab Saudi di Finlandia, dikutip Yle.fi pada 2024. Setelah 8 tahun tinggal di Finlandia, Samah menemukan bahwa sistem pendidikan di Finlandia kadang menyulitkan anak-anak imigran untuk berkembang. 

Anak-anak imigran yang tidak bisa berbahasa Finlandia dengan lancar akan dimasukkan ke sebuah kelas khusus. Menurut pengakuan Samah, pengajaran yang diberikan di kelas tersebut lebih lambat dibanding kelas reguler.

Bagaimanapun juga, Finlandia punya alasan kuat untuk merancang sistem pendidikan yang mengutamakan kebutuhan warga lokalnya. Sedangkan imigran? Mereka harus menyesuaikan diri atau tertinggal.

Iklan

Melangkah, tapi jangan buta arah

Konten perbandingan 2 negara jadi semacam selimut tipis buat sebagian diaspora. Mereka membalut diri dengan cerita tentang bobroknya Indonesia dan gemerlapnya negeri baru, berharap hangat. 

Keresahan mereka bisa disembuhkan oleh komentar-komentar dukungan kabur aja dulu. Validasi dari para pengikut itu mengendorkan syaraf, membuat keputusan mereka terasa sah. Tak ada lagi kegelisahan yang perlu dirawat. Tidur bisa lebih nyenyak, makan lebih enak.

Daripada mengonsumsi konten influencer diaspora, sebaiknya luangkan lebih banyak waktu untuk riset kabur aja dulu. Selain tetek bengek soal administrasi, bahasa, dan budaya, saya menyarankan untuk mempelajari kondisi politik negara tujuan. 

Banyak aturan soal kesejahteraan sosial dan ketenagakerjaan bergantung pada keputusan politik. Contoh gampang: politik Eropa sekarang lagi geser ke kanan. Artinya? Kebijakan anti-imigran bakal makin kenceng. 

Jangan nekat

Kenekatan adalah angin yang mendorongmu melompat ke laut. Tapi pengetahuanlah yang memastikan kau tak tenggelam di samudra gelap atau jatuh di sarang hiu.

“Kita bisa nyinyirin diaspora seperti ini mungkin karena kita tidak memutuskan menetap di luar negeri. Kalau kita hijrah ke sana, bisa jadi kita juga bakal butuh validasi kayak gitu. Mungkin, obrolan kita sekarang juga bentuk validasi. Validasi buat pilihan hidup kita sendiri,” tutup Dinda mengakhiri diskusi kami malam itu. 

Ah sial, pernyataan Dinda itu terus menghantui pikiran saya sepanjang malam.

Penulis: Armandoe Gary Ghaffuri

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Kerja di Jepang Bikin Kaya? Ah, Nggak Juga dan catatan menarik lainnya di rubrik ESAI. 

Halaman 2 dari 2
Prev12

Terakhir diperbarui pada 17 Februari 2025 oleh

Tags: AustraliaDiasporaFInlandiagaji di australiagaji di jepangkabur aja dulu
Armandoe Gary Ghaffuri

Armandoe Gary Ghaffuri

Bapak rumah tangga yang belum tertarik koleksi batu akik.

Artikel Terkait

Diaspora Indonesia mengenakan baju adat nusantara di Pasar Senggol Turkiye. MOJOK.CO
Ragam

Geliat Diaspora di Turkiye agar Tak Lelah Mencintai Indonesia hingga Menjaga Diplomasi Selama 75 Tahun

16 Oktober 2025
Mulanya, pemuda asal Aceh ini merasa tidak percaya diri kuliah di luar negeri karena tak bisa Bahasa Inggris, kini ia bisa kuliah sampai S3 dengan beasiswa LPDP. MOJOK.CO
Kampus

Pengalaman Trauma Pasca Tsunami Aceh Antarkan Pemuda Ini Kuliah ke London Jurusan Manajemen Bencana dengan Beasiswa

9 September 2025
Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi menerima kunjungan CEO dan Founder IndOz Australia, David Widjaja, di ruang kerjanya, Kamis, 28 Agustus 2025 MOJOK.CO
Kilas

Gubernur Jateng Dorong Peningkatan Investasi dari Australia

29 Agustus 2025
Dubes Australia Jatuh Cinta dengan Jawa Tengah, Janji Investasi MOJOK.CO
Kilas

Dubes Australia Jatuh Cinta dengan Jawa Tengah, Janji Bawa Investor

13 Agustus 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

30 November 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
jogjarockarta.MOJOK.CO

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.