Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Esai

Ironi Perayaan Gelar Sarjana: Sebuah Naskah Pidato Wisuda

Dewi Setya oleh Dewi Setya
5 Juni 2016
0
A A
ilustrasi Merencanakan Selebrasi, padahal Ngajuin Judul Skripsi Saja Belum. Kebiasaan! mojok.co
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Siapa sih yang nggak tahu mbak Erica Goldson? Lulusan terbaik Coxackie-Athens High School Amerika yang beberapa tahun silam pidato wisudanya menjadi viral di peredaran maya. Pidato nyinyir yang mengkritik sistem pendidikan ala peternakan. Berikut saya kutip secuil nyinyirannya.

“…the majority of students are put through the same brainwashing techniques in order to create a complacent labor force working in the interest of large corporations and secretive government, and worst of all, they completely unaware of it…”

“…mayoritas siswa dicuci otaknya agar puas menjadi tenaga kerja perusahaan besar dan badan rahasia pemerintah, dan yang terburuk dari itu semua, mereka sama sekali tidak menyadarinya…”

Terinspirasi darinya, saya pun menyusun naskah pidato untuk sebuah upacara yang sama. Sayangnya, saya enggak berkesempatan untuk berpidato, sebab bukan mahasiswa terbaik yang terindikasi memperoleh skor tertinggi.

Di sini kekecewaan berujung. Jika mahasiswa terbaik indikatornya hanya IPK, lantas bagaimana cara institusi pendidikan tinggi menghargai puncak karya ilmiah mahasiswa? Kenapa enggak ada skripsi terbaik?

Kan mesakne mahasiswa yang serius mengerjakan penelitian dengan segala asketisme dan idealismenya, eh, dianggap kalah berharga dibanding presensi kehadiran mahasiswa yang dikonversi menjadi Indeks Prestasi Akademik. Untung, saya bukan tipe mahasiswa yang mengerjakan karya ilmiah seserius itu.

Well, sebab naskah pidato ini enggak memuat sanjungan penuh takzim untuk para dosen sebagaimana lazimnya sehingga juga ditolak untuk dibacakan. Maka, dengan segala kepasrahan saya serahkan kepada Mas Eddward S. Kennedy, selaku pihak otoritatif dari situs paling bahagia se-jagat maya.

Berikut naskah pidato wisuda yang saya coba susun.

Assalammualaikum wr.wb..

Yang terhormat seluruh wisudawan-wisudawati setanah air…

Ada tiga momentum berurutan di mana linimasa medsos dipenuhi foto perayaan pelepasan status mahasiswa. Pendadaran, yudisium, dan upacara wisuda. Ini semacam prosesi lamaran, pre-wedding, lalu nikahan.

Karena ada 3 periode wisuda dalam setahun di kampus ini, maka sebanyak 9 kali setahun linimasa medsos saya mengalami musim upload foto nyengir memegang balon dan bunga, dengan interval waktu tertentu.

Ternyata perayaan gelar sarjana kini tak kalah ngepop dengan event hip hip hura UKM maupun BEM (Badan Event Mahasiswa). Coba bayangkan, berapa omset studio foto dan rias wajah wisuda per tahun? Hmm.. bisnis yang prospektebel, bukan?

Memandang upload-an foto dengan caption “Alhamdulilah” yang bisa saja lebih panjang dari kereta api Malioboro Express itu, saya bukannya iri, tapi, geli(sah) dan diliputi perasaan campur aduk setelah mengalami hal serupa yang disebut kelulusan.

Kelulusan sejatinya adalah melepas hak untuk mengakses jurnal-jurnal nasional hingga internasional yang dilanggankan oleh kampus (well, meski kita juga bayar sih, tapi kan kolektif, sehingga lebih murah). Melepas hak untuk berlangganan jurnal tertentu dengan biaya jauh lebih murah dari harga normal. Melepas diskon-diskon via member card bertipe mahasiswa di beberapa merchant tertentu. Melepas kesempatan makan enak di seminar-seminar besar dengan gratis atau dengan biaya lebih murah dan bonus-bonus lainnya.

Jadi, status mahasiswa dan bonus materi adalah sesuatu yang inheren.

Lha, gelar sarjana sodara sekarang? Apa bisa buat beli tiket ArtJog 9 di JNM dengan rabat 50%?

Terlepasnya status mahasiswa juga mengurangi rasa percaya diri untuk turut melafazkan SUMPAH MAHASISWA setelah beratus-ratus meter longmarch di jalanan. Ini, kawan-kawanku sekalian, akibat dari pranata sosial yang senantiasa mengusik melalui julukan “pengangguran”.

Wisudawan-wisudawati rahimakumullah…

Sudah berapa judul buku yang khatam Anda baca dan didiskusikan? Berapa karya ilmiah yang Anda produksi? Berapa ulasan kritis atas persoalan sosial yang Anda terbitkan? Seberapa luas bergaulkah Anda? Mampukah Anda kini membaca realitas sosial? Seberapa banyak lembaga riset yang pernah Anda kunjungi? Seberapa sering Anda berbaur di ruang-ruang diskusi? Berapa kali Anda turun aksi (meski cuma megangin bendera sambil selfie)?

Pertanyaan sarkas di atas harus selesai dijawab, sebelum Anda tergesa-gesa bangga mengupload foto-foto berkostum kebaya dengan seperangkat konde itu di seluruh akun medsos. Btw, kenapa, ya, musti kebaya? Kalau mau total berbudaya, harusnya sekalian pakai baju adat daerah masing-masing dong, supaya nggak Jawa-sentris, biar kita bisa juga karnavalan.

Jangan-jangan selfie cengar-cengir pamer selempang cumlaude itu enggak relevan dengan gelar sarjana Anda yang penuh beban ideologis?

Kan ngisin-ngisini kalau lulus sarjana taunya cuma kampus, warung kongkow, dan kos-kosan. Kalau kosannya mirip rumah kos Tjokroaminoto, tempat berkumpul orang-orang repolusioner, sih mending, lha ini cuma buat kelonan. Jangan-jangan sodara juga enggak tau Angmo? Keterlaluan betul. Kurang populer apa Mas Puthut EA mengudara di linimasa medsos sampai-sampai mahasiswa di kota berpredikat ‘pelajar’ ini enggak tau Angkringan Mojok?

Mereka yang mengantar kita sampai ke depan pintu gerbang kemerdekaan pastilah berangkat dari realitas sosial, bukan dari ruang berpendingin yang harum. Gimana sekarang mau membuka pintu gerbang dan masuk ke halaman kemerdekaan kalau membaca ruang sosial saja Anda belum tuntas? Mau selamanya di depan pintu gerbang?

Sudah begitu, sodara mengaku sebagai intelektual setelah dapet toga? Memangnya seberapa berarti karya ilmiah Anda dalam menuntaskan persoalan fakir, miskin, anak terlantar, hingga jomblo? Tanpa visi ideologis, jumlah angka yang dibanggakan itu hanyalah sarana transaksi antara tenaga dan kapital.

Duhai wisudawan-wisudawati yang berbangga diri…

Mari kita kenang masa kenikmatan menjadi mahasiswa. Masa di mana kebebasan berkarya dan kritik sana sini, tanpa merasa tertekan kala mengosongkan kolom gaji perbulan pada formulir pendaftaran SIM. Maka, ingin rasanya misuh saat menjumpai mahasiswa yang baru lulus ospek kok sudah kebelet lulus kuliah prematur.

Oalah, le… Selesai kuliah 3.5 tahun itu hal yang lumrah semenjak perguruan tinggi menerapkan sistem SKS (Selesai Kuliah Secepatnya).

Contohlah Mbak Kalis Mardiasih yang tertawan lama oleh status mahasiswanya, namun produktif tak kepalang. Apa? Anda enggak kenal dia siapa? Ngana sepertinya punya smartphone yang sudah saatnya juga diwisuda.

Dari tulisan-tulisan tercecer Mbak Kalis seseungguhnya kesadaran naif masa mengambang medsos perlahan dikonversi menjadi kritis. Nilainya bisa melebihi tugas kuliah yang ujung-ujungnya dikonversi menjadi angka-angka dengan judul indeks prestasi kumulatif. Mahasiswa sejenis itu yang kelak perayaan wisudanya bakal jadi sebuah milestone, bukan ironis. Laksana calon jama’ah haji yang tiba giliran keberangkatan setelah beratus-ratus purnama mengantri.

Wisudawan-wisudawati yang sudah siap siaga tongsis…

Sebelum saya mengakhiri pidato ini, marilah kita mengukur seberapa ironis perayaan gelar sarjana kita hari ini?

Demikian, saya tutup pidato ini dengan berpura-pura candid di depan kamera. Mas yang megang kamera tolong agak mendekat… *cekrek*

Terakhir diperbarui pada 4 Juni 2021 oleh

Tags: KampusSarjana Abal-abaluniversitaswisudaWisuda Abal-abalYogyakarta
Iklan
Dewi Setya

Dewi Setya

Artikel Terkait

Festival Literasi Jogja 2025 di Yogyakarta: Contoh kegiatan literasi yang mengajak masyarakat berpikir aras tinggi MOJOK.CO
Aktual

Festival Literasi Jogja 2025 Ajak Masyarakat Berpikir Aras Tinggi di Tengah Tantangan Literasi Indonesia di Tingkat Dunia

9 Juli 2025
Pemerintah Kota Yogyakarta tambah Tempat Khusus Merokok demi wujudkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Malioboro MOJOK.CO
Kilas

Jangan Lagi Merokok Sembarangan di Malioboro karena Tersedia Banyak Tempat Khusus Merokok, Ada Spot Enjoy untuk Nikmati Suasana Jalan

3 Juli 2025
Niat Cuma Untuk Sampingan, Ternyata Telur Puyuh Malah Bikin Hidup Lebih Nyaman
Movi

Niat Cuma Untuk Sampingan, Ternyata Usaha Puyuh Malah Bikin Hidup Lebih Nyaman

2 Juli 2025
Anak-anak di Kota Yogyakarta percaya diri bacakan puisi bahasa Jawa (geguritan) MOJOK.CO
Ragam

Percaya Diri Membaca Puisi Jawa (Geguritan) Ala Anak-anak Jogja, Menjaga Bahasa Daerah dari Kepunahan

2 Juli 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Nikmatnya Jadi Tukang Parkir di Jogja, Dapat Cuan Besar (Pixabay)

Iseng Jadi Tukang Parkir di Jogja Saat Pertandingan PSIM Jogja, Kerja Enteng Cuma Beberapa Jam Dapat Cuan lebih dari UMR Buat Jajan dan Beli Rokok Enak

14 Juli 2025
Fadli Zon: Narasi Orde Baru dalam Bayang-Bayang Reformasi

Fadli Zon: Narasi Orde Baru dalam Bayang-Bayang Reformasi

12 Juli 2025
Honda PCX Bawa Sial, Bersyukur Takut Istri dan Beli Vario 160 (welovehonda.id)

Jangan Beli Honda PCX Motor yang Bikin Menyesal dan Saya Bersyukur Takut sama Istri lalu Beli Honda Vario 160 Saja demi Terhindar dari Masalah Rumah Tangga

13 Juli 2025
Wakil Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Taj Yasin menyambut kunjungan dari utusan Melaka MOJOK.CO

Potensi Kerja Sama Jateng dan Universiti Teknikal Malaysia Melaka (UTem), Pertukaran Pelajar hingga Bantuan Peralatan

17 Juli 2025
Pemerintah Kota Semarang. MOJOK.CO

Dana Operasional Rp25 Juta Per RT, Angin Segar untuk Masyarakat Kota Semarang

17 Juli 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.