Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Getir Melihat Malioboro Kehilangan Parkiran Abu Bakar Ali dan Rakyat yang Menggantungkan Rezeki di Sana

Janu Wisnanto oleh Janu Wisnanto
29 April 2025
A A
Getir Melihat Malioboro Kehilangan Parkiran Abu Bakar Ali MOJOK.CO

Ilustrasi Getir Melihat Malioboro Kehilangan Parkiran Abu Bakar Ali. (Mojok.co/Ega Fansuri)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Apakah solusi pemerintah untuk pembongkaran Parkiran Abu Bakar Ali sudah cukup?

Pemda DIY katanya sudah menyiapkan alternatif untuk parkiran Malioboro. Mereka akan “memecah” Parkiran Abu Bakar Ali ke beberapa tempat, yaitu Ketandan, Ngabean, Beskalan, dan Senopati.

Oke, menurut saya, kita harus menghargai inisiatif ini. Tapi ya gitu, Ketandan itu misalnya. Saat ini saja sudah sesak saat akhir pekan sebelum Parkiran Abu Bakar Ali dibongkar. Apalagi nanti?

Ada juga opsi parkir swasta. Pemerintah membuka peluang buat swasta mendirikan tempat parkir berizin. Tapi, apa rakyat kecil yang sudah biasa pegang lahan parkir bisa langsung bersaing sama pengusaha modal gede?

Pemerintah juga akan mengandalkan moda transportasi ramah lingkungan. Mulai dari bus listrik, becak listrik, sampai sepeda sewa. Ini menarik sih, ideologi kotanya keren, yaitu Jogja menuju zona rendah emisi. Tapi mari jujur sebentar.

Kalau wisatawan dari luar kota sudah kadung bawa mobil pribadi dan susah parkir, apakah mereka rela muter-muter cari tempat parkir jauh? Apakah mereka mau sambung transportasi lagi? 

Ini tantangan besar bagi Jogja karena bukan hanya perkara menyediakan lahan parkir. Jogja juga harus memikirkan tata kota. Saya rasa, Trans Jogja, misalnya, belum cukup menjadi alternatif wisatawan. Banyak dinamika di sana tetapi biarlah jadi perdebatan di lain hari.

Karena kalau perkara lahan dan tata kota tak terselesaikan, malah bisa jadi efek domino. Wisatawan kapok, UMKM sepi, ekonomi rakyat malah ngos-ngosan. Jogja dan Malioboro siap?

Pilihan dilematis antara menyelamatkan Malioboro atau menyelamatkan perut?

Saya ngerti kok, kenapa pemerintah ngebet membongkar Parkiran Abu Bakar Ali. Sumbu Filosofi itu bukan perkara sepele. 

Di dunia modern yang serba ngebut ini, keberhasilan Jogja mempertahankan warisan budaya adalah sesuatu yang patut mendapat tepuk tangan. Tapi, untuk urusan perut, yang bisa langsung merasakan “penggusuran” itu pasti beda cerita. Ruang Terbuka Hijau itu efeknya jangka panjang. Sementara lapar itu efeknya instan.

Ini bukan berarti saya menolak pembongkaran Abu Bakar Ali. Tidak sama sekali. 

Saya justru mengajak kalau bisa, perubahan itu dirancang bukan sekadar dari atas meja pejabat, tapi juga dari suara rakyat kecil. Mereka yang hidup dari parkiran, seharusnya ikut terlibat dalam peta jalan solusi. Misal, bisa dibikinkan lahan parkir baru yang dikelola koperasi parkir milik mereka sendiri, bukan diserahkan ke investor besar.

Atau, membuat program pelatihan keterampilan baru buat para mantan juru parkir Parkiran Abu Bakar Ali. Pemerintah jangan cuma bilang “Sudah disediakan tempat baru kok,” lalu lepas tangan. Kasih pelatihan, akses modal usaha kecil, supaya mereka tidak sekadar jadi korban perubahan.

Karena kalau tidak, perubahan ini cuma memperindah kota buat foto Instagram. Namun, Jogja melakukannya sambil menumpuk luka-luka sosial yang diam-diam menggerogoti.

Apakah kita masih harus menimbang ulang slogan Jogja berhati Nyaman?

Jogja itu konon kota “berhati nyaman.” Tapi nyaman buat siapa? Kalau nyaman cuma buat turis, sementara rakyat kecil tersingkir dari Malioboro dan Parkiran Abu Bakar Ali, ya nyaman itu akhirnya hanya slogan tempelan.

Iklan

Malioboro tanpa Abu Bakar Ali, mungkin akan lebih rapi, lebih estetik, lebih green. Tapi, akankah seindah itu di mata mereka yang kehilangan mata pencaharian?

Saya percaya, Jogja masih punya semangat gotong royong yang kuat. Saya juga percaya, bahwa rakyat dan pemerintah bisa saling dengar, bukan saling mematung.

Karena dalam soal ruang kota, yang harus kita perjuangkan bukan sekadar ruang hijau untuk pohon, tapi juga ruang hidup untuk manusia. Maka saya, sebagai anak Jogja, bukan menolak perubahan.

Saya hanya berharap, perubahan itu jangan sekadar merapikan kota untuk tamu-tamu, sambil diam-diam mengusir warganya sendiri dari ruang kehidupan. Kalau Jogja mau tetap jadi kota istimewa, rakyat kecilnya harus tetap punya tempat.

Bukan sekadar jadi penonton di trotoar Malioboro yang baru, sambil menatap langit kosong di atas bekas Parkiran Abu Bakar Ali.

Penulis: Janu Wisnanto

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Taman Parkir Abu Bakar Ali Malioboro Akan Ditutup, Berubah Jadi Ruang Terbuka Hijau dan catatan menarik lainnya di rubrik ESAI.

Halaman 2 dari 2
Prev12

Terakhir diperbarui pada 29 April 2025 oleh

Tags: abu bakar aliJogjamalioboroParkiran Abu Bakar AliParkiran Abu Bakar Ali dibongkarParkiran Abu Bakar Ali Malioborotaman parkir Abu Bakar Alitukang parkir Parkiran Abu Bakar Ali
Janu Wisnanto

Janu Wisnanto

Mahasiswa Sastra Indonesia UNY. Tinggal di Sleman.

Artikel Terkait

Keturunan Keraton Yogyakarta Iri, Pengin Jadi Jelata Jogja Saja! MOJOK.CO
Esai

Keresahan Pemuda Berdarah Biru Keturunan Keraton Yogyakarta yang Dituduh Bisa Terbang, Malah Pengin Jadi Rakyat Jelata Jogja pada Umumnya

18 Desember 2025
UMP Jogja bikin miris, mending kerja di Jakarta. MOJOK.CO
Ragam

Menyesal Kerja di Jogja dengan Gaji yang Nggak Sesuai UMP, Pilih ke Jakarta meski Kerjanya “Hectic”. Toh, Sama-sama Mahal

17 Desember 2025
Berantas topeng monyet. MOJOK.CO
Liputan

Nasib Monyet Ekor Panjang yang Terancam Punah tapi Tak Ada Payung Hukum yang Melindunginya

15 Desember 2025
Peringatan Hari Monyet Ekor Panjang Sedunia di Jogja. MOJOK.CO
Bidikan

Pilu di Balik Atraksi Topeng Monyet Ekor Panjang, Hari-hari Diburu, Disiksa, hingga Terancam Punah

15 Desember 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Keturunan Keraton Yogyakarta Iri, Pengin Jadi Jelata Jogja Saja! MOJOK.CO

Keresahan Pemuda Berdarah Biru Keturunan Keraton Yogyakarta yang Dituduh Bisa Terbang, Malah Pengin Jadi Rakyat Jelata Jogja pada Umumnya

18 Desember 2025
Pasar Petamburan di Jakarta Barat jadi siksu perjuangan gen Z lulusan SMA. MOJOK.CO

Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah

19 Desember 2025
Menteri Kebudayaan Fadli Zon dan Wali Kota Agustina Wilujeng ajak anak muda mengenal sejarah Kota Semarang lewat kartu pos MOJOK.CO

Kartu Pos Sejak 1890-an Jadi Saksi Sejarah Perjalanan Kota Semarang

20 Desember 2025
Bagian terberat orang tua baru saat hadapi anak pertama (new born) bukan bergadang, tapi perasaan tak tega MOJOK.CO

Katanya Bagian Terberat bagi Bapak Baru saat Hadapi New Born adalah Jam Tidur Tak Teratur. Ternyata Sepele, Yang Berat Itu Rasa Tak Tega

18 Desember 2025
bapakmu kiper.MOJOK.CO

Fedi Nuril Jadi Mantan “Raja Tarkam” dan Tukang Judi Bola di Film Bapakmu Kiper

17 Desember 2025
Peringatan Hari Monyet Ekor Panjang Sedunia di Jogja. MOJOK.CO

Pilu di Balik Atraksi Topeng Monyet Ekor Panjang, Hari-hari Diburu, Disiksa, hingga Terancam Punah

15 Desember 2025

Video Terbaru

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.