Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Film Wiji Thukul, Bukti Nyata Perjuangan Kata-Kata

Aditia Purnomo oleh Aditia Purnomo
20 Januari 2017
A A
Film Wiji Thukul

Film Sunyi Sepenggal Kisah Wiji Thukul

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Ketika film Istirahatlah Kata-kata dibuat tahun lalu, saya menjadi salah satu orang yang amat bergairah untuk menyaksikannya. Saya meyakini kalau film ini bakal dinanti oleh banyak orang, wabil khusus teman-teman yang selama ini akrab dengan perjuangan dan kekiri-kirian. Kalaupun tidak meledak di bioskop-bioskop, minimal film ini mendapat hormat dari teman-teman tadi.

Nyatanya, kenyataan tak pernah sama dengan perkiraan. Film ini meledak. Di beberapa bioskop yang memutar film ini, banyak orang kehabisan tiket. Sold out. Mengecewakan banyak orang yang ingin menyaksikan, tapi juga membahagiakan karena animo masyarakat yang luar biasa.

Tentu saya tidak memperkirakan ini. Bukannya tidak berharap film ini laku keras, Toh kebanyakan film-film semacam ini memang tak diputar di bioskop. Mangkanya, ketika film ini akhirnya diputar, di 19 bioskop pula, saya cukup terkaget dan kagum terhadap para punggawa yang membikin film ini. Bagi saya, ini menjadi semacam anomali dalam dunia perbioskopan.

Membuat film semacam ini tentu tidak mudah. Yang saya tahu dari obrolan dengan sutradara dan produsernya, duit yang dibuat untuk film ini terbilang minim. Tak perlu disebut angkanya, karena saya memang tidak tahu pastinya. Tapi dengan segala kekurangan dalam produksi, animo masyarakat terhadap film Thukul amatlah menggembirakan. Sangat melebihi ekspektasi.

Tapi ya itu tadi, lagi-lagi, kenyataan memang tak seperti yang diharapkan. Beberapa rekan yang saya kira bakal menghargai keberadaan film ini justru malah menghujatnya. Mulai dari alasan penyair dikapitalisasi lah, interpretasi yang salah lah, sampai pembohongan oleh manikebu dipakai buat mencibir film ini.

Entah apa yang ada di kepala mereka. Sampai perkara manikebu dan kapitalisasi dibawa-bawa. Yang jelas, film semacam ini memang perlu (dan jelas perlu) diputar di bioskop. Kenapa? masa ya gitu aja nggak paham. Ayolah, bung. Suka ataupun tidak, bioskop adalah salah satu sarana penting untuk memberikan pemahaman tentang Wiji Thukul kepada masyarakat umum. Sekali lagi, kepada masyarakat umum lho ya, bukan kepada teman-teman segolongan. Kalau cuma diputar di festival atau buat pemutaran bareng, tentu efeknya tidak akan sebesar sekarang. Toh tujuannya baik, mengenalkan Thukul pada masyarakat dan mengingatkan mereka kalau masih ada aktivis-aktivis yang dihilangkan negara.

Memang, dengan memutar film ini di bioskop nggak bakal bisa bikin revolusi atau membuat Presiden Jokowi menepati janjinya pas kampanye. Toh yang begini-begini juga belum bisa dilakuin sama teman-teman yang kekiri-kirian itu.

Kalaupun kemudian film ini dianggap sebagai pesta kelas menengah, pestanya aktivis, atau apapun itu, ya monggo saja. Bukankah pesta adalah hak segala bangsa?

Lagipula, lewat film inilah, setidaknya, sisi kemanusiaan Thukul yang selama ini jarang ditampakkan bisa dimunculkan ke permukaan, dipertegas. Bahwa seorang Thukul juga mengalami kecemasan. Bahwa seorang Thukul tak melulu ia yang selalu meledak-ledak. Bahwa seorang Thukul juga mengalami rasa kangen yang teramat sangat kepada kerabat, anak, dan istri.

Dan yang paling penting, film ini membuktikan bahwa perjuangan lewat kata-kata adalah perjuangan yang nyata.

Jika Harry Belafonte pernah mengatakan “Anda dapat mengurung sang penyanyi, tapi tidak nyanyiannya.” maka film Istirahatlah Kata-kata seolah ingin mengatakan hal yang sama, namun dalam konteks yang sedikit berbeda.

“Anda dapat menghilangkan sang penyair, tapi tidak syairnya.”

 

Terakhir diperbarui pada 1 Juli 2017 oleh

Tags: AktivisbioskopfeaturedFilmistirahatlah kata-katawiji thukul
Aditia Purnomo

Aditia Purnomo

Asli Tangerang, tinggal di Jogja. Tukang review hape baru. Pernah ganti hape 50 kali dalam 3 tahun.

Artikel Terkait

Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO
Catatan

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
Film Tukar Takdir Nggak Sekadar Adegan Mesra Nicholas Saputra dan Adhisty Zara dalam Mobil! Mojok.co
Pojokan

Film Tukar Takdir Nggak Sekadar Adegan Mesra Nicholas Saputra dan Adhisty Zara!

8 Oktober 2025
film tema perselingkuhan.MOJOK.CO
Mendalam

Main Serong di Sinema Indonesia: Mengapa Kamu Menyukai Film Bertema Perselingkuhan?

22 September 2025
Video Prabowo Tayang di Bioskop Itu Bikin Rakyat Muak! MOJOK.CO
Aktual

Tak Asyiknya Bioskop Belakangan Ini, Ruang Hiburan Jadi Alat Personal Branding Prabowo

16 September 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

30 November 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.