MOJOK.CO – QRIS, yang katanya bikin hidup lebih praktis, kadang justru bikin belanja jadi lebih tragis karena muncul yang namanya minimal order.
Sudah sejak lama saya meniatkan diri untuk hidup cashless. Niatnya biar kekinian dikit dan nggak repot cari uang receh di ujung dompet. Isi dompet juga nggak seberapa. Cuma ada KTP, SIM, STNK. Kadang kartu ATM aja nggak kebawa, plus beberapa lembar uang dua ribuan buat parkir.
Lagian, zaman sekarang, apa-apa kan udah bisa QRIS. Di warung-warung desa aja, yang jualan dawet atau cilok, sudah pakai QRIS. Jadi saya pikir, ke minimarket pasti lebih bisa lagi dong.
Nah, kemarin saya mampir ke sebuah minimarket di daerah Sleman bagian barat. Ini pertama kali saya datang ke minimarket itu. Dari luar kelihatan bagus, bangunannya kinclong, adem ber-AC, tulisan diskonnya rapi. Dalam hati saya yakin banget, ini sih pasti bisa QRIS, udah modern banget tampilannya.
Minimal order biar bisa bayar pakai QRIS
Saya masuk ke minimarket dengan niat sederhana. Hari itu, saya ingin membeli krayon buat hadiah ulang tahun anak. Harganya sekitar dua puluh ribuan rupiah. Udah mikir, gampang, tinggal scan aja nanti.
Sampai di kasir, saya nanya dengan nada percaya diri. “Mbak, bisa QRIS, kan?”
Kasirnya tersenyum ramah dan menjawab, “Bisa, Mbak. Tapi minimal order Rp50 ribu, ya.”
“Lah. Rp50 ribu? Krayon saya cuma Rp21 ribu, Mbak!” Kata saya.
Sebetulnya, saya sudah kepikiran untuk nggak jadi beli. Rasanya, saya ingin menaruh lagi krayon di tangan ke rak. Tapi, kok rasanya gengsi. Udah nanya QRIS dengan nada pede, masa ujung-ujungnya bilang batal aja. Selain itu, nggak jadi beli hadiah ulang tahun untuk anak rasanya kok bersalah juga.
Baca halaman selanjutnya: Harusnya memudahkan, tapi dibuat ribet sama manusia.












