[MOJOK.CO] “Ketua Dewan Pembina Partai Berkarya Tommy Soeharto mengkritik pemerintah karena pembangunan infrastruktur gila-gilaan membuat utang negara menumpuk. Satire yang jenius!”
Setelah absen dari bahan rasan-rasan media sosial belakangan ini, Gus Tommy Soeharto kembali jadi obrolan jamaah warganet yang berbahagia. Iya, gus yang itu, yang putra dari kiai sakti pemimpin Orde Baru.
Kali ini kritiknya kepada Presiden Joko Widodo soal utang negara langsung direspons dengan berbagai komentar negatip. Idih, warganet di jaman rezim cebong ini memang parah ya, apa-apa kritik untuk pemerintah langsung dicibir. Hambok didengerin dulu, kan kritik Gus Tommy emang bagus untuk keberlangsungan partainya Indonesia.
Sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Beringin Karya (Berkarya), partai baru maskot lama, perlu diingat posisi Gus Tommy kali ini merupakan partai oposisi. Biasa disebut pula sebagai partai penyeimbang pemerintah. Jika dulu Gus Tommy adalah putra “penguasa” di belantika perpolitikan Indonesia, sekarang ini beliau lagi meniti karier. Ibarat pepatah: dulu Real Madrid, sekarang Persig Gunungkidul.
Yah, namanya juga meniti karier dari bawah, sudah sepatutnya untuk segala macam cara digunakan. Termasuk mengkritik hal yang sebenarnya pernah dilakukan oleh bapak beliau sendiri. Yakni: ngutang.
“Keadaan bangsa negara kita sangat memprihatinkan, seperti utang negara yang sudah sampai USD 340 miliar. Kalau ditanya kepada Presiden atau Menteri Keuangan, kapan itu akan lunas, tidak ada yang tahu mengenai itu,” ucap Gus Tommy kritis.
Coba kurang visioner bijimana Gus Tommy ini? Di saat Fadli Zon mengritik pemerintah karena nggak bisa menekan utang, Gus Tommy malah menanyakan hal yang lebih fundamental lagi: Kapan utang kita lunas?
(((LUNAS)))
Woy, lunas, woy.
Ya wajar sih. Jelas beda dong mentalitas orang yang nggak pernah punya cicilan utang di sepanjang hidupnya dengan rakyat yang beli tutup pentil aja pake kredit. Beda dong. Yang satu mikir kapan bisa nyicil bulan depan, yang satu mikir kapan bisa lunasin.
Tentu saja ini adalah cara pandang yang brilian bin ajaib dari seorang tokoh nasional masa depan negeri ini. Membicarakan utang Indonesia bisa lunas ibarat cita-cita Mojok bisa nyaingi Tribunnews di Alexa atau Persig Gunungkidul bisa juara Liga Champions Asia. Ngewri, Gus Tom, ngewri, uwuwuwuwu~
Akan tetapi, seperti yang sudah diduga, bukannya bersyukur masih punya tokoh yang kritis, warganet malah mencibir. Rata-rata sih tentu saja mencibir dengan tidak sopan. Menyerang balik Pak Harto lah, dibilang dulu yang ngawalin utang lah, sampe bilang semacam, “Yakan dulu sama-sama utang ini, tapi yang tajir dulu itu-itu aja orangnya, malah bisa bikin partai sampai sekarang.”
Tentu saja cibiran-cibiran ini menyakitkan, sejak kapan kesalahan bokap diturunkan juga ke anaknya? Bukannya situ-situ yang mencibir Gus Tommy selalu percaya bahwa nggak ada yang namanya dosa turunan? Lagi pula, kalau memang yang bikin Indonesia punya banyak utang adalah Pak Harto, lalu kenapa marah-marah ke anaknya? Kenapa giliran Gus Tommy kok apa-apa dikaitkan sama kesalahan-kesalahan bapaknya? Dih, rempong.
Yakalo Gus Tommy bisa jadi setajir sekarang, tentu saja karena itu semua adalah jerih payah beliau dalam bekerja di masa mudanya. Dari mulai buka katering, bikin EO nikahan, sampe jualan martabak, itu sama sekali bukan karena statusnya sebagai putra presiden, tapi semata-mata kerja keras beliau sebagai anaknya Pak Harto. Camkan baik-baik perbedaan itu, Ki Sanak.
Selain itu, menurut Gus Tommy, utang-utang tersebut meningkat tajam pada rezim ini karena gencarnya pembangunan infrastruktur di dalam negeri. Bahkan kalau situ juga bisa lihat, pembangunan itu nggak cuma terjadi di Jawa, tapi di beberapa bagian di Indonesia. Ini jelas hal yang nggak bisa diterima akal sehat oleh Gus Tommy.
Ya maklum, sesuai dengan pengalaman Gus Tommy dulu, pembangunan itu sebenarnya nggak penting-penting amat. Sebab, yang penting adalah munculnya niatan untuk memperkuat kekerabatan antar-sesama. Sesama pengusaha, sesama penguasa, sesama pejabat. Sebab, ketika pejabat dan penguasa bisa sama-sama saling menyenangkan satu sama lain, Indonesia di “Dunia Dalam Berita” akan baik-baik saja.
Hal semacam inilah yang membuat masih saja ada orang yang rindu dengan kepemimpinan ala Pak Harto (yang diharapkan nurun ke Gus Tommy). Soalnya pada jaman itu, rakyat dipaksa jadi mandiri, terpaksa punya etos kerja tinggi, dan terbiasa tidak gampang menyerah. Ya maklum, apa-apa emang murah, tapi tetap nggak bisa kebeli. Ini membuat mental rakyat Indonesia bermental baja sekaligus punya hati ikhlas selembut sutra—apalagi kalau ada saudaranya yang diculik.
Coba bandingkan dengan sekarang? Apa-apa mahal, tapi masih bisa kebeli. Dikit-dikit protes. Baru kena kenaikan harga dikit aja, pada ngambek. Idih, rakyat sekarang memang manja. Beda banget dengan rakyat di jaman bapaknya Gus Tom yang teguh dan kuat-kuat. Pantesan karier para motivator baru pada moncer pasca-Reformasi. Hal semacam inilah yang jadi contoh bagaimana penguasa bisa mendidik rakyatnya. Mulia sekali bukan niat penindasannya?
Oleh karena itu, menanggapi betapa menyedihkannya ketahanan para rakyat, Gus Tommy melalui Partai Barkarya ingin mewujudkan cita-cita agar pemerintah bisa lebih pro-terhadap rakyat kecil. “Program-program APBN dan APBD harus pro-rakyat kecil, bukan segelintir orang yang ada,” titah beliau.
Betul. Sebab yang namanya pejabat itu memang bukan cuma segelintir. Yakali anggota partai isinya cuma 2-3 orang? Ngadu futsal juga kurang mah kalo segitu.
Akan tetapi, tentu saja hal-hal semacam itu adalah rencana jangka pendek dari Partai yang dapat nomor urut 7 untuk pemilu besok. Sebab cita-cita ke depan adalah mengembalikan kejayaan era Pak Harto di bumi Indonesia. “Banyak yang bilang, masih lebih enak zamannya Pak Harto. Jadi, ya kenapa tidak kami kembalikan kejayaan beliau saat itu?” ujar Bu ketua, Neneng A. Tutty.
Jangan ketawa, ini masuk akal lho. Keluarga Pak Harto kan dikenal kaya raya tujuh turunan. Bukan tidak mungkin tho kalau Gus Tommy jadi presiden, masalah utang negara itu akan dia beresin langsung dengan cara Bu Dendy, “Piro utangmu? Nyoh, nyoh, nyoh, pek en!”
Masuk akal tho? Iya sih. Tapi, kira-kira, inilah yang bertahun lalu pernah dibilang band The Groove sebagai,
“Hanya… dalam mimpi….”