ADVERTISEMENT
Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Esai

Apalah Arti Kenaikan Tarif Commuter Line Dibanding Kabar Mario Teguh, Ahok, Jessica, Young Lex, dan AwKarin

Yulaika Ramadhani oleh Yulaika Ramadhani
27 September 2016
0
A A
Apalah Arti Kenaikan Tarif Commuter Line Dibanding Kabar Mario Teguh, Ahok, Jessica, Young Lex, dan AwKarin

Apalah Arti Kenaikan Tarif Commuter Line Dibanding Kabar Mario Teguh, Ahok, Jessica, Young Lex, dan AwKarin

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

AwKarin beres merilis video klip barunya dengan Young Lex, Mario Teguh sedang lucu-lucunya dengan Kiswinar, Ahok tengah lelah jual mahal hingga takluk di pelukan panas PDIP, dan Jessica Kumala Wongso masih sibuk syuting reality show di pengadilan, saat saya menulis racauan ini.

Keempat hal itu sebetulnya jadi sesepele kabar kucing tetangga sebelah berhasil melahirkan enam dedek kucing emesh semalem dan paginya saya tetap hidup baik-baik saja, biasa-biasa saja, seperti biasanya. Tokoh-tokoh di atas memang tidak spesial-spesial amat, terlebih untuk anak rantau yang belum ada tiga tahun di sekitaran ibukota seperti saya.

Sebagai pendatang, barangkali saya lebih konsen mengurusi sebutan aku-kamu-gue-elo yang nyatanya cukup rumit di sini. Bagaimana tidak, sedikit-sedikit dibilang ngerespon positif bribikan lakik ketika saya latah menyebut aku-kamu, di sisi lain saya masih terlampau medok untuk bilang gue-elo.

Tapi, sudahlah, semestinya ada hal lain yang lebih darurat kita bahas dibanding hal-hal remeh itu: mulai 1 Oktober 2016 tarif kereta rel listrik (KRL)—atau versi Londonya: commuter line—Jabodetabek resmi naik sebesar 1000 rupiah.

Dalam konferensi pers terkait penyesuaian tarif KRL kemarin, Zulfikri (Direktur Lalu Lintas Ditjen Kereta Api Kementerian Perhubungan) menyatakan bahwa kenaikan tarif berlaku pada litas 1-25 km pertama, tarif setelahnya tidak ada perubahan.

Sederhananya, jika kamu biasanya mengeluarkan uang 2000 rupiah untuk perjalanan Bogor-Depok, maka mulai Oktober besok akan dikenakan biaya sebesar 3000 rupiah (saja). Apakah berdampak signifikan?

Sebagai pelanggan setia sekaligus pecinta KRL—seperti halnya kamu yang mencintai senja dan hujan dan batu akik dan oncom dan jarum penthul—pertanyaan di atas tentu saja menarik serta lebih berdampak dibanding Awkarin dan Mario Teguh dan Kiswinar dan Jessica dan Ahok dan puisi Jonru. Eh.

Kamu mungkin akan selo membatin, apalah arti uang seribu, membayar tarif buang air di toilet dua kalinya aja kita lega-lega aja kok. Apa memang iya? Coba kita cermati terlebih dahulu, barangkali kenaikan tarif ini butuh kita perhatikan selain perihal puisi Jonru dan ekspresi Anies Baswedan yang malu-malu tapi mau itu.

Mari kita tengok satu per satu terlebih dahulu siapa saja klan atau penghuni tetap commuter line.

Klan pertama bisa kita mulai dari kelompok manusia kelelawar yang pulang-pergi kerja dengan bergantung pada besi panjang berjalan ini. Manusia-manusia yang membuat Jakarta hidup, dan sebaliknya dalam anggapan mereka—Jakarta yang membuat mereka bisa hidup.

Mereka rela mendesak dan berdesak-desakan di KRL, rela menyeret kantuknya bersama dengan ketergesaan naik turun penumpang di setiap stasiun, dan rela menjadi penyetia KRL demi sesuap harapan dan segepok rupiah untuk anak-anak mereka yang bersekolah dan anak-anak mereka yang tidak mampu bersekolah.

Jadi apalah arti kenaikan tarif seribu rupiah, jika dengan bersetia dengan KRL mereka tetap bisa menghemat dan mengakali biaya transportasi.

Saya sering berpikir bahwa gerbong perempuan diciptakan sebagai lapangan bola untuk para kaum Hawa. Tempat di mana setiap perempuan merasa berhak atas tempat duduk, sampai terkadang harus saling sikut dan bertengkar dalam hati.

Hal ini juga yang saya kira mengkontruksi klan kedua: mamah-mamah super yang siap jadi lebih super lagi. Dan biasanya mereka akan menghindari gerbong perempuan jika terlalu lelah bermain perasaan dengan mbak-mbak yang tertidur—dalam keadaan tidak ngantuk sekalipun.

Manusia super ini akan masuk ke gerbong umum dan membuktikan kekuatannya. Laki-laki tidak peka sekalipun barangkali akan mengalah dalam sekali tatap. Barangkali yang mampu survive dan tetap mempertahankan tempat duduknya hanya mas-mas yang sudah terbiasa dengan rasa sakit dan patah hati.

Maka apalah arti kenaikan seribu rupiah, jika dengan ber-KRL saja mamah-mamah ini bisa berubah menjadi superwoman tanpa harus berganti kostum.

Klan ketiga adalah manusia-manusia luar kota pembawa koper besar.

Stasiun Gambir, Pasar Senen, Jakarta Kota, dan Jatinegara adalah stasiun tempat pemberangkatan kereta jarak jauh. Selain stasiun Gambir, semuanya bisa dicapai dengan menggunakan KRL secara langsung.

Jadi jangan heran jika di dalam kereta, bukan saja mbak-mbak yang bawa tas kresek hitam gedhe berisi belanjaan dari tanah abang atau mas-mas yang bawa kardus besar berisi barang elektronik dari glodok, tapi juga manusia-manusia pembawa koper dan ransel besar untuk mudik atau sekedar berkunjung ke luar kota.

Seribu rupiah tentu saja tidak sebanding dengan besarnya rupiah yang harus dipotong jika mereka membatalkan tiket kereta api jarak jauh—sampai saat ini masih sebesar 25%. Dua puluh lima persen dari dua ratus ribu bisa tentu bisa kamu pakai buat nyarter odong-odong hias dan muter-muter alkid dengan pacar kamu—atau bukan pacar kamu.

Klan keempat dedek-dedek emesh penghuni kampus. Barangkali, mahasiswa dan mahasiswi ini menjadi penyetia KRL karena kampus mereka sangat mudah dijangkau dengan KRL, misalnya UI, UP, dan IKJ.

Atau alasan lain: terlalu letih dengan keajaiban-keajaiban yang akan mereka temui di jalan raya lebih lama jika tanpa KRL, semisal transjakarta yang harus bersitatap—nggak hanya berdampingan, tapi ber-a-d-u-ma-ta—dengan roda dua yang melawan arus di jalur busway, atau keajaiban lainnya: lampu bangjo yang mendadak kehilangan kehormatan gegara silau warnanya tidak lagi dilihat dan dimaknai, dan malah dibelakangi oleh pantat-pantat kendaraan dari pengendara ndableg.

Jadi apalah arti kenaikan seribu rupiah oleh sejumlah mahasiswa penyetia KRL, dibanding harus memutuskan turun ke jalan raya lebih lama dan turut menciptakan keajaiban-keajaiban lain di atas dalih melarikan diri dari kemacetan.

Sebagai penutup, mari bertanya sekali lagi: Apakah kenaikan seribu rupiah commuter line perlu dianggap lebih penting dibanding kasak-kusuk gosip seputar Awkarin, Mario Teguh, Kiswinar, Jessica, Ahok atau puisi Jonru? Atau lebih baik dibiarkan saja?

Toh hanya seribu. Belum dua ribu, belum lima ribu, belum sepuluh ribu, dan terutama: belum ada gerbong kereta yang dibajak…

Terakhir diperbarui pada 11 Agustus 2021 oleh

Tags: commuter linefeaturedjakartatarif naikTransportasi
Iklan
Yulaika Ramadhani

Yulaika Ramadhani

Artikel Terkait

Kebayoran Baru Jakarta Selatan, merantau ke Jakarta.MOJOK.CO
Ragam

Kebayoran Baru Jadi Saksi Para Sarjana “di-Prank” Kemewahan Jaksel: Nekat Merantau Bermodal Ijazah S1, Berakhir Jadi Tukang Parkir Liar

19 Mei 2025
Hidup Cemas di Manggarai Jakarta Selatan karena Tawuran MOJOK.CO
Esai

Merantau di Manggarai Jakarta Selatan Artinya Hidup Sambil Memelihara Ketakutan, Hidup Susah, dan Terancam Tawuran yang Bisa Terjadi Kapan Saja

18 Mei 2025
Ironi di Balik Perkantoran Mewah Slipi Jakarta Barat: Ijazah S2 Dianggap Tak Berguna, Pekerjanya Sengsara.MOJOK.CO
Ragam

Ironi di Balik Perkantoran Mewah Slipi Jakarta Barat: Ijazah S2 Dianggap Tak Berguna, Pekerjanya Sengsara

16 Mei 2025
Tinggalkan Jakarta demi punya rumah desa untuk cari ketenangan, berujung kena mental karena ulah tetangga MOJOK.CO
Ragam

Sesal Orang Jakarta Nyoba Punya Rumah di Desa: Niat Cari Ketenangan Berujung Frustrasi, Di Desa Banyak Tetangga Rese

7 Mei 2025
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
jogja kekinian kost-kostan

Melihat Jogja Kekinian Lewat Fenomena Kos-Kosan

Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Mahasiswa UNY Sulit Menjelaskan ke Tetangga soal Kampusnya karena Kurang Populer, Mengaku Kuliah di UGM.MOJOK.CO

Mahasiswa UNY Sulit Menjelaskan ke Tetangga soal Kampusnya karena Kurang Populer, Mengaku Kuliah di UGM Biar Mudah Dipahami

19 Mei 2025
Cuti Bersama Melahirkan Kesenjangan, tapi Pekerja Tutup Mata MOJOK.CO

Cuti Bersama Melahirkan Kesenjangan di Dunia Kerja: Tidak Bisa Dinikmati oleh Semua Pekerja dan Ada Saja Perusahaan yang Semaunya

13 Mei 2025
Tertipu lowongan kerja (loker) palsu di Kalideres, Jakarta Barat MOJOK.CO

Tergiur Loker Gaji Besar di Kalideres Jakarta Barat, Uang Jutaan Ludes buat Jaminan Berakhir Terlantar di Ruko Kosong

19 Mei 2025
Nasib sial saat kerja di Cilandak Jakarta Selatan (Jaksel). Gaji buat kredit motor malah hilang MOJOK.CO

Cilandak Jakarta Selatan Daerah Elite tapi “Tak Aman”, Gaji di Bawah UMR buat Kredit Motor Langsung Hilang sebelum Sebulan

14 Mei 2025
Upaya Merawat Candi Borobudur di Magelang agar Bisa Bertahan 2000 Tahun Lagi. MOJOK.CO

Upaya Merawat Candi Borobudur agar Bisa Bertahan 2000 Tahun Lagi

13 Mei 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.