MOJOK.CO – Video Gordon Ramsay ngajarin masak telur orak-arik sudah ditonton lebih dari 40 juta kali. Halaaah, cuma orak-arik doang lho ya padahal.
Tak peduli seberapa buruk kemampuanmu dalam memasak, atau secemerlang apapun kemampuan memasakmu, pasti ada telur di sana. Telur biasanya jadi salah satu bahan pertama yang kamu pakai ketika belajar memasak.
Alasannya jelas. Telur itu relatif murah meriah, gampang didapat, dan bisa dimasak gaya apapun. Anti-gagal. Selama tahu cara menghidupkan kompor, paling tidak kamu pasti bisa merebus telur.
Sekitar kelas 2 atau 3 SD, saya belajar menceplok telur sendiri untuk pertama kalinya. Seingat saya pengalaman itu berjalan dengan mulus. Yang mungkin perlu dibiasakan waktu itu adalah rasa takut minyak meledak dan membakar muka. Tapi selama tak ada bahan aneh-aneh, rasanya nyawamu akan baik-baik saja.
Dengan supervisi ibu yang sibuk memotong bawang, telur ceplok pertama saya hadir dengan bentuk dan warna yang menarik: pinggirannya garing kecoklatan, dan kuningnya matang dengan baik.
Telur itu disantap bareng nasi panas, dan dikecroti Kecap Manis Cap Orang Jual Sate. Saya puas.
Sejak itu saya mulai ketagihan belajar memasak, dan telur selalu menjadi bahan yang nyaris tak pernah absen. Diceplok, didadar, didadar pakai tepung terigu, didadar pake cacahan tomat dan cabai rawit dan bawang, didadar pakai nori dan parutan wortel, direbus lalu dipenyet bareng sambal terasi, diorak-arik.
Waktu sedang kismin, telur juga kerap jadi penyelamat saya. Formula andalannya jelas: nasi putih + Indomie goreng + telur. Dengan uang tak sampai Rp10 ribu, triumviraat itu dijamin bikin kenyang dan lupa kalo lagi tongpes.
Namun, bahkan kalau dirimu kaya dan jago masak macam Gordon Ramsay, Jamie Oliver, atau Wolfgang Puck sekalipun, telur juga tetap jadi bahan makanan penting.
Di YouTube, bertebar gaya masak telur aneka macam dengan rasa yang beragam pula. Video Gordon Ramsay ngajarin masak telur orak-arik sudah ditonton lebih dari 40 juta kali. Hadah, hadah.
Etapi serius, di YouTube, bertebaran banyak cara masak telur yang mungkin kita belum pernah tahu, dan belum pernah dicoba.
Dari yang dimasak pake mentega, diorak-arik dengan cara teflon yang dijauhkan dari api dan dikasih krim ala Prancis, telur ceplok yang dikecrot kecap asin ala Pontianak, telur rebus yang dituang saus Hollandaise, telur ginuk-ginuk ala Eggslut, telur omelet ala omurice, hingga tamago untuk sushi.
Saya pernah mencoba beberapa gaya masak telur yang ada di YouTube. Telur orak-arik ala Ramsay, berhasil. Minusnya: buat bikin ini bahannya ribet dan cukup mahal.
Bayangkan, cuma bikin telur orak-arik aja butuh mentega (bukan margarin) dan krim masak. Belum lagi keribetan taruh wajan di atas api-jauhkan-taruh lagi-jauhkan lagi. Hadah, ruwet, Bung!
“Masak telur cara gini itu seperti cara masak risotto, harus terus diaduk,” kata Ramsay ngajarin.
Terus dibales sama salah satu netizen asu.
“Lha aku rene iki ndelok carane wong masak ndog, kok malah mbok kongkon niru cara masak risotto, mbok pikir aku ngerti po?”
(“Lha aku itu ke sini mau lihat cara masak telur, kok malah disuruh niru cara masak risotto, kamu pikir aku ngerti apa?”)
Saya juga pernah meniru cara masak omelet gulung ala Jepang, alias tamagoyaki. Resepnya terbilang mudah. Cuma telur yang dikocok dengan aneka isian, bisa apa saja.
Saya sih sering campur isian parutan wortel, bawang daun, dan cabai rawit. Kelemahan cara masak ini adalah teknik memasaknya yang agak merepotkan (terutama bagi yang baru pertama kali coba), dan harus pakai teflon.
Namun sejauh-jauhnya saya belajar cara masak telur ala luar negeri, tetap tak ada yang bisa mengalahkan masakan telur dalam negeri. Kalau dibikin peringkat, akan jadi seperti ini urutannya:
5) Telur rebus yang dipenyet bareng sambal terasi pedas. Dimakan pakai nasi panas, sayur asem, ditemani tempe goreng dan ikan asing. Wah, pedot, Luuuur.
4) Di peringkat berikutnya untuk telur rebus, adalah telur gudeg Yu Djum. Buat saya, telur gudeg Yu Djum yang dimasak dengan bumbu dalam waktu lama hingga kuning telurnya berwarna gelap itu yang paling enak seantero Jogja. Tiada lawan. Titik. No debat.
3) Telur orak-arik garing yang disantap bareng Indomie goreng.
2) Telur dadar yang dikocok bareng bawang merah dan cabai rawit. Kemudian diemplok bareng nasi putih dan kecap manis Cap Orang Jual Sate. Aduh, kalo makan ini, dipegat pacar wae koe ra peduli, Lur.
1) Telur ceplok. Mau setengah matang kek, tiga perempat matang kek, digoreng garing kek, pake kecap manis lah, sambal terasi lah, kecap asin lah, rasanya bentuk telur ceplok ini yang paling enak.
Makan pakai telur ceplok itu seperti mengamalkan petuah bijak: kelezatan terbaik seringkali berada dalam kesederhanaan.
Tapi ternyata, semua itu masih kalah enak dengan ndog (telur) terenak yang pernah dikasih tahu kakek saya. Saya tahu rahasia itu sejak masih kecil. Ceritanya, di pertemuan keluarga, almarhum kakek melontarkan pertanyaan sufistik itu: telur apa yang paling enak?
Saya, sebagai penyuka telur ceplok, langsung menjawabnya tanpa ragu. Salah, katanya sambil senyum usil. Dadar? Nada jawaban saya melemah. Ketawa kakek mulai terdengar. Uhm, telur rebus? Dia ngikik, menggelengkan kepala.
“Nyerah?”
Saya mengangguk pasrah.
“Ndog gatel digaruk, Cung!”
BACA JUGA Pentingnya Pelajaran Memasak bagi Sarjana Tafsir Hadis atau tulisan Nuran Wibisono lainnya.