Tanya
Kak Agus yang jenaka nan budiman, curhat dong.
Panggil saja saya Bunga, seorang fans Mojok dari Jawa Timur. Saya ingin curhat tentang dilema perasaan yang sedang saya hadapi.
Sudah tujuh tahun ini saya memendam perasaan kepada teman SMA dulu. Kami pernah seorganisasi, tapi sangat jarang berinteraksi. Walau begitu, di mata saya dia adalah sosok suami idaman.
Masalahnya, Kak, saya minder untuk menyatakan perasaan. Pertama, wanita mana sih yang nggak mau dicintai dengan sangat oleh lelakinya? Nah ini, masak saya, perempuan, Jawa tulen, mau maju duluan. Kan tengsin. Lagian, pasti kadar cinta saya ke dia lebih tinggi dari kadar cinta dia ke saya.
Pernah zaman medsos belum ada dulu, saya nekat nembak dia lewat SMS. Itu pun saya nggak ngaku siapa saya. Ya jelas ditolaklah. Dengan status sebagai pengagum rahasia dan tanpa nama itu, kami sesekali masih berkomunikasi di masa awal berkuliah dulu. Kini komunikasi itu sudah putus.
Kedua, dia itu orangnya sissy alias cowok kemayu. Dari sejak SMA sampai jaman now, gaulnya sama cewek, cantik-cantik pula. Ini yang bikin aku selalu penasaran sama cowok kemayu, mereka itu suka cowok atau suka cewek ya? Saya jadi sangsi, jangan -jangan doi suka sama cowok.
Masalahnya, Kak (masalahnya kok banyak banget ya), saya ini cinta banget sama dia dan berharap banget dia jadi suami saya. Tapi, masak iya saya cuma menunggu macam di FTV atau drakor yang secara ajaib dia nanti akan ganti nyari saya, si pengagum rahasianya.
Kasih saran dong, Kak, saya harus gimana. Pokoknya aku maunya dia. Pokoknya dia yang besok harus jadi suamiku. Titik.
Jawab
Hai, Bunga, maaf ya Agusnya lagi nggak ada. Ini Arman Dhani yang sejak minggu kemarin dan seterusnya bakal ngasuh rubrik Curhat ini.
Sebenarnya kamu sudah tahu jawabannya kok. Kamu (((hanya))) perlu berani untuk bicara, berani mengambil sikap, dan jujur pada diri sendiri. Masalahnya, kamu sebagai perempuan kerap dibebani oleh hal-hal yang tak relevan, seperti norma dan tradisi, kayak “Masak cewek menunjukkan rasa sayang duluan?”, “Masak iya perempuan nembak duluan?”, “Masak iya perempuan menyatakan perasaan duluan?”, dst.
Memang kenapa jika perempuan menyatakan perasaan sayang duluan? Apakah kamu jadi lebih rendah dari laki-laki? Apakah kamu jadi lebih buruk dari perempuan yang lain? Kan tidak. Perempuan kerap dikonstruksi untuk jadi pihak yang pasif, menunggu dilamar, menunggu ditembak, menunggu dicintai, padahal kebahagiaan itu universal, kebahagiaan itu diperjuangkan; kamu tak bisa berharap hanya menunggu lantas menemukan pasangan dengan bersikap diam.
Kebahagiaan itu kamu rasakan, perjuangkan, dan rayakan sendiri. Rekanmu hadir untuk menambah kebahagiaan yang kamu miliki. Jika kamu merasa perlu bahagia karena orang lain, waspadalah, orang bisa berubah. Seseorang yang kamu sayang dan jadi sumber kebahagiaanmu bisa jadi sumber penderitaan dan kebencianmu. Kamu tak mau ini terjadi kan? Maka, yuk jatuh cinta dengan sehat.
Bunga yang baik, sebagai perempuan kamu punya hak yang sama dengan laki-laki perihal mendapatkan kebahagiaan dan kasih sayang. Jangan sampai terlambat karena, kamu tahu, penyesalan tak pernah terjadi di awal. Ia akan membuatmu mengutuk nasib sendiri dan berharap tak pernah dilahirkan. Kamu tahu, seperti kisah dalam drakor More than Blue, sering kita tak bisa mengendalikan perasaan sendiri, jatuh cinta misalnya. Tapi, kabar baiknya, kita masih bisa mengambil risiko untuk apa yang kita percaya.
Oh iya, tentang sikap kemayu, memang kenapa dengan kemayu? Apakah setiap laki-laki harus macho dan maskulin? Bisakah kita menerima bahwa laki-laki tetap laki-laki meski dia tampil feminin? Yuk, jangan membuat prasangka yang tak perlu. Pun jika kemudian lelakimu menyukai lelaki lain, ya sudah, jangan memaksakan rasa sayang kepada orang lain. Kamu ingin orang yang kamu suka bahagia atau kamu ingin dia bersamamu lantas kamu saja yang bahagia? Itu dua hal yang berbeda lho.
Saranku, kamu perjuangan sebaik-baiknya perasaanmu itu dengan bicara jujur dan tulus. Jika kalian sudah hilang komunikasi sejak lama, mungkin ada baiknya kamu memulai relasi itu kembali. Hubungi dia, ajak jumpa, lalu bicara. Rasa sayang itu akan tumbuh. Tentu tak harus menembak saat itu juga, yang perlu kamu lakukan adalah berusaha membuatmu ada di kehidupannya, bicara dengan baik, tanpa perlu gegabah jadi tiba-tiba sangat peduli dengan bertanya, “Lagi apa? Sudah makan?”
Selanjutnya kamu perlu mengatakan semuanya dan, yang paling penting, bersiap atas segala risikonya. Sayang terhadap orang lain berpotensi membikin kita menderita. Kamu mungkin akan ditolak, kamu mungkin akan dikecewakan, dan mungkin saja kamu dianggap kurang kerjaan. Tapi, memang begitu kan takdir mencintai? Jadi bodoh dan keras kepala?