MOJOK.CO – Wasekjen Gerindra menyebut, utang Prabowo Subianto yang digugat karena belum lunas itu hal wajar. Dalam bisnis itu biasa. Biasa digugat mungkin maksudnya.
Memasuki detik-detik Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 pada April mendatang, kabar tak sedap muncul dari pihak capres Prabowo Subianto. Ketua Umum Partai Gerindra ini digugat secara perdata karena diduga ingkar janji karena belum melunasi utang jual beli saham sebesar Rp52 miliar. Ebuset, banyak juga ya?
Hal ini terkait dengan pembelian saham Nusantara Internasional Enterprise Berhad Malaysia sebesar 20 persen. Awalnya saham itu milik Djohan Teguh Sugianto, lalu Prabowo membeli saham 20 persen itu dengan kesepakatan senilai Rp140 miliar sejak Agustus 2011.
Disepakati oleh Prabowo dan Djohan, pembayaran dilakukan pakai sistem kredit. Nyicil per bulan. Prabowo diwajibkan membayar Rp2 miliar per bulan selama 58 kali. Kalau Prabowo rajin membayar utang itu, harusnya kredit saham ini lunas pada 31 Juli 2016.
“Dibayar cuma sampai Januari 2015, baru Rp88 miliar yang disetor. Saat jatuh tempo pelunasan 31 Juli 2016, ternyata tidak diselesaikan juga pelunasannya,” kata Fajar Marpaung, Tim Kuasa Hukum dari Djohan Teguh Sugianto seperti diberitakan detik.com.
Sejak 2016 juga diketahui kalau pihak Djohan sudah mengirimkan surat teguran sebanyak 5 kali, tapi mungkin karena Prabowo terlalu sibuk mengurus perbaikan bangsa, surat itu jadi luput nggak kebaca. Akhirnya digugat secara perdata deh Prabowo ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan oleh Djohan.
Isu ini jelas jadi bencana bagi citra Prabowo di mata masyarakat. Lha gimana? Di saat tim kampanyenya koar-koar soal utang negara yang semakin menumpuk, jebul utang Prabowo sendiri belum juga diselesaikan sejak 2015. Ibarat pepatah, ini seperti menepuk air kencing terpercik ke muka sendiri.
Namun bukan TKN Prabowo kalau tidak bisa membalikkan keadaan terjepit begini untuk jadi momentum buat menghantam Jokowi. Lha wong Wasekjen Demokrat, Andi Arief yang kena kasus narkoba aja bisa ujug-ujug jadi salahnya pihak lawan politik kok.
Contoh:
“Andi Arief cuma jadi korban kegagalan Pemerintah Joko Widodo dalam pemberantasan narkoba di Indonesia,” kata Arief Poyuono, Waketum Gerindra, ketika mengomentari soal penangkapan Andi Arief.
Sebuah pemikiran yang brilian dan benar-benar out of the box. Hal ini juga kembali terjadi saat kasus utang Prabowo ini mencuat ke publik. Arief Pouyono menyebut bahwa dalam bisnis utang piutang itu hal biasa.
“Itu merupakan hal yang wajar dalam bisnis, nanti dilihat saja dalam persidangan apakah itu wanpresitasi (ingkar janji) atau tidak,” kata Arief Pouyono.
Benar memang, dalam bisnis itu utang piutang adalah biasa. Yang tidak biasa itu adalah ketika ada utang tapi tidak dibayar. Ya kalau utangnya dalam bentuk nominal harga korek, mungkin cekcok-cekcok dikit, lha ini Rp52 miliar jeh. Atau mungkin nominal segitu bagi Prabowo cuma kayak harga korek aja?
Hal yang lebih keren lagi, justru pihak Djohan yang disayangkan oleh pihak Prabowo karena melayangkan gugatan ini di tengah-tengah masa kampanye.
“Kami sayangkan gugatan ini dilakukan di tengah Pilpres 2019, sehingga bisa terseret bernuansa politik dan menurunkan citra Prabowo,” kata Pouyono.
Iya sih, Pak, bener itu. Sangat disayangkan utang Prabowo ini diungkit-ungkit ke publik.
Harusnya hal ini dilakukan besok aja usai pemilihan. Atau kalau perlu nggak usah ada gugatan sekalian ke Pengadilan. Padahal Prabowo kan sedang merancang pembangunan kekuatan ekonomi untuk memperbaiki bangsa ini dari utang luar negeri yang menurutnya bakal sulit untuk dibayar.
Jadi ketika Prabowo teriak soal utang-utang luar negeri yang dilakukan Pemerintahan Jokowi ini, dan bersikap kritis ke Menteri Keuangan Sri Mulyani, sampai pernah disebut sebagai Menteri Pencetak Utang, hal ini sebenarnya merupakan bentuk cintanya pada republik ini.
Lha gimana? Beliau itu ternyata udah pengalaman betul soal utang-utang beginian. Bahkan pengalaman beliau sudah melampaui Jokowi dan Sri Mulyani. Sekarang gini, apa pernah keduanya mengalami gugatan utang sampai mencapai angka miliaran kayak Prabowo? Kan nggak.
Jadi jelas, soal utang piutang, Prabowo itu jelas segudang pengalaman nggak bayarnya.
Ya kalau soal lima kali surat teguran ke utang Prabowo yang nggak direspons mah, itu dianggap saja khilav. Ya maklum, kerjaan beliau kan banyak.
Ngurus kampanye ini-itu, debat capres, belum kalau ada simpatisannya kena kasus hukum kayak Ahmad Dhani gitu misalnya, belum juga ngurusi kuda-kuda yang harganya miliaran itu. Masa begini saja pihak Djohan nggak paham sih. Ikhlasin juga napa sih Pak. Cuma urusan dunia ini.
Tapi hal itu wajar sih. Di kehidupan nyata, sikap pengutang dan yang kasih utangan itu memang lumrah seperti itu. Saat datang minta utangan ngemis-ngemis untuk diutangi. Begitu diutangi, lalu sudah jatuh tempo dan ditagih sampai lima kali. Eh, malah lebih galak yang punya utang.
Wajar itu. Wajar. Wajar ndasmu.