MOJOK.CO – Kontroversi soal ujian yang memuat konten khilafah dan jihad di Kediri, Kemenag sempat berencana untuk menghapus dua konten pelajaran tersebut.
Geger mengenai soal ujian di Madrasah Aliyah (MA) di Kediri yang bermuatan tentang khilafah, Kementerian Agama (Kemenag) Jawa Timur segera melakukan revisi. Kemenag Jatim pun sudah meminta maaf atas kontroversi tersebut.
Menanggapi hal itu, Menteri Agama Fahrul Razi sempat berencana untuk merombak konten khilafah dan jihad di seluruh pelajaran agama Islam di Madrasah. Di sisi lain, ada juga pihak yang mewanti-wanti agar jangan sampai dua konten itu hilang seluruhnya di pelajaran madrasah.
Salah satunya adalah Wakil Ketua Komisi VII DPR, Ace Hasan Syadzily. Menurut Ace, kedua konten itu tetap harus masuk kurikulum karena itu bagian dari fakta sejarah agama Islam.
“Menurut fiqh siyasi, khilafah itu merupakan bagian dari khazanah pemikiran politik Islam yang pernah diterapkan dalam sejarah Islam. Kita tak boleh menghapus fakta sejarah itu,” kata Ace seperti diberitakan CNN Indonesia.
Menurut Ace, justru peserta didik malah harus mempelajari khilafah dan jihad. Tentu saja Ace membatasi bahwa pelajaran tentang khilafah dan jihad disesuaikan dengan sistem Pemerintahan Indonesia.
Oleh karena itu, Ace mengusulkan agar Menteri Agama tidak serta merta menghapus seluruh konten pelajaran mengenai khilafah dan jihad di madrasah. Sebab, akan jauh lebih berbahaya kalau peserta didik tahu tentang khilafah dari luar madrasah. Misalnya dari kelompok ekstremis.
“Kami di Pesantren dulu belajar tentang konsep fiqh siyasi (fikih politik) yang mengacu pada Kitab Ahkam Al-Sultoniyah karangan Imam Mawardi yang memuat tentang konsep politik khilafah. Bukan berarti kami mengikuti ajaran itu, karena itu tidak mungkin diterapkan dalam sistem politik saat ini,” kata Ace.
Ada baiknya pelajaran khilafah dan jihad memang tidak total dihapus, sebab kesalahannya bukan pada kedua konten itu sendiri melainkan pada penafsirannya. Tafisr yang sering jadi dalih untuk melakukan tindak kekerasan atau aksi terorisme.
Oleh karena itu, Ace mengusulkan daripada menghapus kontennya, lebih baik melakukan filter guru atau pengajarnya.
“Jadi yang seharusnya dikedepankan adalah kemampuan para pendidik untuk menjelaskan tentang konsep kenapa kita menerapkan sistem kenegaraan kita saat ini, di mana Pancasila dan NKRI sebagai pilihan tepat dan keharusan kita mengedepankan moderasi beragama,” tambah Ace.
Usulan Ace ini memang sudah sangat tepat.
Mau bagaimanapun juga, khilafah dan jihad adalah bagian dari sejarah Islam. Tentu penggunaannya bukan untuk digunakan dalam semangat mengganti dasar negara atau melakukan aksi terorisme, namun justru digunakan sebagai counter narasi kelompok-kelompok ektrem.
Salah satu hal yang bisa dilakukan misalnya, dalam konten khilafah. Peruntukannya bukan masuk pada ranah mata pelajaran fikih atau politik, melainkan masuk dalam pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam—misalnya. Jadi khilafah dipandang sebagai entitas sejarah Islam, bukan sebagai ajaran yang harus serta-merta dilakukan.
Begitu juga dengan konten jihad yang pemaknaannya tidak melulu soal peperangan. Jangan karena para pelaku teroris menggunakan kata “jihad” lalu kita malah jadi anti untuk mempelajari apa itu jihad.
Bahkan kalau perlu, dua terminologi ini tidak hanya dipejari sekolah-sekolah di bawah Kementerian Agama, dari Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, sampai Aliyah, melainkan juga sekolah-sekolah di bawah Kemendikbud. Seperti SD, SMP, SMA.
Sebab, kalau senjata yang dipakai “musuh” saja tidak dipelajari, bagaimana anak-anak ini bisa siap menghadapi doktrin dari kelompok ekstremis suatu saat nanti?
Oke deh kalau soal khilafah, tapi kalau kuminis gimana? Masih haram juga kah dipelajari dan didiskusikan? Eh.
BACA JUGA Ada Khilaf dalam Khilafah atau tulisan Ahmad Khadafi lainnya.