MOJOK.CO – “Udah capek-capek salat, ternyata nggak diterima oleh-Nya. Masuk neraka deh. Ngapain salat kalau ujung-ujungnya neraka juga, Gus?” tanya Fanshuri.
“Gus, saudara saya itu kan TKI di luar negeri, kebetulan kalau salat itu harus curi-curi waktu,” kata Fanshuri di tengah-tengah main catur bareng Gus Mut.
“Kok curi-curi waktu segala, emang kenapa?” tanya Gus Mut sambil menjalankan pion.
“Soalnya emang perusahaannya tempat kerja itu waktu istirahatnya nggak sesuai dengan waktu salat, Gus. Jadi di antara waktu duhur itu nggak ada jam istirahatnya. Akhirnya saudara saya kalau salat harus bilang mau ke toilet, terus jadi cepet-cepet salatnya. Nah karena selalu gitu terus, saudara saya sempet khawatir karena salatnya nggak khusyuk blas, takut kelamaan izinnya,” kata Fanshuri.
Gus Mut tersenyum lebar sekali.
“Kenapa sampai takut segala?” tanya Gus Mut lagi.
“Ya kan kalau salat nggak khusyuk itu risiko nggak diterima Allah lebih besar. Lah wong yang khusyuk aja belum tentu diterima salatnya kok, apalagi yang nggak khusyuk begitu,” kata Fanshuri.
Gus Mut semakin tersenyum sambil kali ini bersandar di kursinya.
“Fan, arti kata khusyuk itu memangnya apa?” tanya Gus Mut.
Fanshuri yang ditanya diam sejenak.
“Ya ingat cuma sama Allah aja, nggak inget sama hal-hal yang lain. Gitu kan, Gus?” kata Fanshuri.
“Iya bener, cuma secara arti asalnya khusyuk itu tunduk, rendah, merasa takut. Merasa takut sama Gusti Allah,” kata Gus Mut.
“Lah kalau kayak gitu, saudara saya jadinya lebih takut sama bosnya dong ketimbang sama Allah?” tanya Fanshuri.
“Bukan begitu cara mikirnya, Fan. Justru saudaramu itu udah khusyuk sebelum salat,” kata Gus Mut.
Fanshuri bingung.
“Lah? Ya mana mungkin saudara saya khusyuk, lah wong dia salatnya cepet-cepet gitu. Apa gunanya salat kalau nggak khusyuk?” kata Fanshuri.
“Begini, Fan. Saudaramu itu bahkan dalam keadaan kerja begitu masih ingat salat, masih ingat Allah, masih mikir gimana caranya biar bisa salat meski keadaan begitu mendesak. Jadi ketika saudaramu memutuskan untuk salat, itu sudah bentuk khusyuk, Fan. Itu sudah bukti takut meninggalkan perintah Allah, bagus itu,” kata Gus Mut.
“Tapi kan kalau bisa lebih proper lagi salatnya kan bakal lebih bagus lagi,” kata Fanshuri.
“Ya lebih bagus, tapi kan kalau bisa.”
“Tapi kan bisa jadi nggak sempurna salatnya, Gus,” kata Fanshuri tiba-tiba.
“Memangnya khusyuk itu jadi rukun salat?” tanya Gus Mut.
Fanshuri menggeleng.
“Khusyuk jadi syarat sah salat?” tanya Gus Mut.
“Eee, ya nggak juga sih,” kata Fanshuri.
“Memang fikih itu ngurusin urusan batin seseorang? Kan nggak? Semua urusan fikih itu dhohir, yang kelihatan aja, Fan. Sudah bagus saudaramu itu masih mau salat di tengah kondisi yang sulit begitu. Disyukuri itu harusnya, bukan malah dijadikan masalah,” kata Gus Mut.
Fanshuri manggut-manggut.
“Tapi diterima Gusti Allah nggak ya salat yang begitu itu, Gus?” tanya Fanshuri.
“Kok kamu malah mikir diterima atau nggak, Fan?”
“Ya kan percuma, Gus. Udah capek-capek ibadah selama hidup, ternyata salat kita, sujud kita, ibadah kita nggak diterima oleh-Nya. Masuk neraka. Ngapain salat kalau ujung-ujungnya neraka juga?” kata Fanshuri.
Gus Mut kali ini terkekeh geli mendengar kata-kata Fanshuri.
“Kamu itu ngomong apa barusan itu? Baru kali ini aku denger ada orang yang menyesal udah ibadah,” kata Gus Mut masih menahan geli.
“Lah kalau masih masuk neraka kan jadi nggak ada bedanya sama yang nggak salat to, Gus?” tanya Fanshuri lagi.
“Itu artinya kamu nggak percaya sama rahmat Allah namanya,” kata Gus Mut.
“Lah kok bisa?”
“Ya iya, bisa-bisanya kamu kepikiran nyesel udah ibadah. Memangnya ibadah itu kayak bayar pajak gitu, kalau kamu ngasih, terus kamu minta Gusti Allah kasih timbal balik gitu? Kok jadi itung-itungan banget. Kita masuk surga atau neraka juga Gusti Allah nggak ada rugi-ruginya, kamu salat atau nggak juga Allah nggak rugi sama sekali kok,” lanjut Gus Mut.
“Ta, tapi, Gus….”
“Fan, cara mikirmu jangan begitu, kamu itu udah dapat nikmat bisa melakukan sujud saat salat. Nggak semua orang bisa punya keuntungan itu lho. Ada yang lahir bukan dari keluarga yang taat, jadi nggak biasa salat. Kita beruntung lahir dari keluarga yang taat, jadi diajari dan dibiasakan salat sejak kecil. Ya udah syukuri aja kita masih diberi kesadaran ini, dikasih salat lima waktu kok bisa nyesel, lah memangnya kita diciptakan buat apa kalau bukan buat ibadah? Perkara diterima atau tidak kok mau diurusin. Memangnya dengan pikiran anehmu kayak gitu salat dan sujudmu jadi diterima gitu?”
“Ya nggak juga sih, Gus, cuma kan kepikiran aja tadi selintas,” kata Fanshuri.
“Ya pikiran itu agak serem,” tanya Gus Mut.
“Kok serem, Gus?”
“Lah itu artinya kamu mendesak Allah buat menerima salatmu namanya. Memangnya kamu ini siapa kok menuntut Allah memenuhi keinginanmu? Serius ini, Fan. Baru kali ini aku denger ada hamba menuntut balik ke majikannya,” kata Gus Mut.
Kali ini gantian Fanshuri yang terkekeh mendengarnya.
*) Diolah dari penjelasan Gus Baha’
BACA JUGA Menutup Aurat itu Wajib, tapi Jangan Jadi Syarat Islamnya Seseorang atau kisah Gus Mut lainnya.