MOJOK.CO – Ungke punya tebak-tebakan, alat, alat tradisional apa yang bisa bikin kita lihat tembus tembok? Menyerah? Jawabannya adalah… setelah pesan-pesan berikut ini!
Latihan Mengucap
Daeng Sangkala adalah seorang pemuda Bugis yang merantau ke Ternate. Di Ternate, Daeng Sangkala bertetangga dengan Ungke.
Suatu sore saat hendak keluar rumah, Ungke menyapanya, “Daeng Sangkala, mo pi mana tuh?”
“Eh, Ungke, ini mi mo pergi ke pelabuhang.”
“Adu, Daeng. Pelabuhan, bukan pelabuhang.”
“Terserah,” jawab Daeng kesal sambil berlalu.
Keesokan harinya Daeng kembali bertemu Ungke.
“Om Daeng dari mana?” tanya Ungke seperti biasa.
“Dari pelabuhan, Ungke.”
“Wah sekarang Daeng so bisa bilang pelabuhan tanpa ng e.”
“Iyo to, soalnya so latihang.”
“Astaga, latihan, bukan latihang, Daeng.”
Kalau Kereta Berlari
Suatu ketika Ungke dan sahabat sekelasnya, Imad, mengikuti olimpiade di Jakarta mewakili sekolah. Ini kali pertama mereka berdua ke kota besar.
Mereka pun meminta diajak keliling Jakarta kepada seroang pendamping. Saat keliling dan tiba di sebuah jembatan penyeberangan, ada kereta yang melintas di bawah jembatan.
Imad lalu berbisik pada Ungke,
“Eh, Ungke, ngana lia itu benda e,” sambil menunjuk kereta yang barusan lewat.
“Kenapa?” tanya Ungke
“Coba bayangkan. Merayap saja begitu cepat, apalagi berdiri. Mama eee, akan seperti kilat dia lari!”
Ungke tra bisa membayangkan.
Katak Tuli
Di olimpiade tersebut, Imad dan Ungke melakukan eksperimen terhadap seekor katak.
Katak tersebut diberi instruksi untuk melompat sejauh 2 meter. Setelah katak melompat, satu kaki katak coba dipotong. Tinggal 3 kaki yang tersisa. Si katak kemudian diberi instruksi lagi untuk melompat. Si katak kembali melompat, kali ini jaraknya tidak sampai 1 meter.
Satu kaki katak dipotong lagi. Tinggal 2 kaki yang tersisa. Si katak kemudian diberi instruksi melompat oleh Ungke dan Imad. Namun, si katak hanya diam di tempat.
“Woy, cepat lompat sudah,” ujar Ungke pada si Katak.
Hingga beberapa kali diinstruksikan, sang katak tetap diam di tempat.
Ungke dan Imad akhirnya mengambil kesimpulan dari eksperimen tersebut dan menuliskan pada lembar hasil:
Setelah dua kakinya dipotong, ternyata si katak menjadi menjadi tuli.
Bagaikan Hape Kartu Dua
Siapa sih yang tidak pernah cinlok?
Hal ini juga dirasakan Imad saat mengikuti olimpiade yang pesertanya dari seluruh Indonesia itu. Imad cinlok dengan seorang siswi peserta asal Sorong.
Berkat tergabung dalam grup WhatsApp peserta, Imad diam-diam menyimpan nomor si doi dan langsung main japri. Singkat cerita mereka berdua akhirnya pacaran.
“Kaka Imad, ko betul serius deng sa to?” tanya doi lewat WA meminta keseriusan.
“Serius to sayang!”
“Iyo kah?”
“Pokoknya torang dua ini seperti hape deng kartu. Kaka hapenya, nanti ko jadi kartunya,” balas Imad
“Aduuu, so sweet. Tong saling melengkapi e. Makasih kaka Imad sayang,” balas si doi
Membaca pesan tersebut, sambil mesem, Imad berkata dalam hati,
“Syukur ngana belum tau e kalo kita ini hape keluaran terbaru yang pake kartu dua e.”
Tidak Ada Otak, Hanya Tetelan
Sudah tiga hari ini Ungke sakit gigi. Pipi sebelah kirinya bengkak. Setiap hari dia hanya selonjoran di sofa menahan derita. Sakit ini membuatnya jadi gampang marah.
Suatu sore, di ujung jalan tukang bakso membunyikan mangkuknya sambil teriak, “Bakso! Bakso!”
Ungke yang terganggu dengan suara itu mulai kesal. Tahu sendiri kan bagaimana rasanya sakit gigi?
“Bakso! Bakso!” Tukang bakso makin mendekat.
Ungke yang makin kesal berteriak dari dalam rumah, “Woe, ngana tra ada otakkah?” sambil memegang pipinya yang bengkak.
“Wah, tidak ada, Mas, cuma ada tetelan dan daging saja ini,” jawab tukang bakso polos.
“Cukimai, ngana mau ini ka?” Ungke keluar sambil bawa parang dan mengarahkan ke tukang bakso.
Tukang bakso langsung lari dorong gerobak, tidak peduli polisi tidur.
Tebakan Ungke
Alat, alat tradisional apa yang bisa bikin kita lihat tembus tembok?
Ya benar, jawabannya:
JENDELA.