Curhat
Mas Agus yang baik
Perkenalkan, saya Wahyu. Langsung saja, yes.
Jadi begini. Dahulu, saya merasa hidup tidak seserius sekarang, sehingga, saya pun selalu menjalaninya dengan bersenang-senang belaka, termasuk urusan menjalin hubungan dengan perempuan. Beneran lho, Mas. Sejak jaman SMA itu, ketika bersaing dengan teman-teman cowok lain untuk menggebet teman perempuan paling cantik pun, saya selalu memenangkan kompetisi. Ayu, Dila, Mila, Karina, Chia, Desi, ah, sepertinya semua gadis urut abjad dari A-Z, dari mulai ekstrakurikuler pramuka, basket hingga nembang macapat, asal cantik dan saya tertarik, maka saya hampir selalu bisa menaklukkan mereka.
Konon, saya itu jadi lelananging jagad karena menang modal materi sih. Kalau wajah ya… Rata-rata, lah. Tapi jujur, materi memang membuat saya menjadi serba mudah soal asmara. Misal, ketika dan lagi musim hape terbaru, saya bisa rajin membelikan pulsa ke gebetan. Ketika yang lain pada baru pamer motor Ninja atau Megapro, saya sudah bisa jemput gebetan pakai mobil. Yah, meskipun mobilnya orang tua, sih, tapi yang penting rodanya kan tetap empat.
Nah masalahnya, selama masa kejayaaan itu ternyata saya nggak pernah benar-benar jatuh cinta. Bahkan, ketika kuliah, ketika keluar masuk tempat klabing hingga jadian sama adik tingkat satu jurusan yang paling terkenal. Lama-lama saya merasa bosan dengan hubungan semacam itu, apalagi, faktanya banyak cewek-cewek itu yang ngeselin setengah mati. Ibarat sudah dipenuhi semua kebutuhan mereka, ternyata mereka makin manja dan menjadi-jadi.
Nah, sialnya, sekarang saya sedang betul-betul jatuh cinta. Perempuan target saya kali ini nggak cantik. Tapi, justru ini yang nggak bisa saya taklukkan dengan modal mobil, modal klimis, atau modal dompet tebal yang saya pamer-pamerkan. Dia merasa ilfil ketika pas jalan bareng ternyata saya nggak solat, nggak tepat waktu, bahkan ketika ngobrol dia sempat bilang kalau saya ini laki-laki yang nggak punya rancangan masa depan. Sialnya, perempuan yang penuh tantangan ini kok malah membikin saya pengen serius dan pengen melamar. Tapi, ya itu tadi, dia sepertinya sudah nggak tertarik banget sama saya.
Kira-kira menurut Mas Agus, saya harus bagaimana, ya?
Jawab
Dear Mas Wahyu yang baik… dan bedebah…
Sebelum menjawab keseluruhan, ijinkan saya misuh-misuh dulu sama sampeyan. Orang-orang seperti sampeyan inilah yang jadi sumber rasa iri, dengki dan penyakit hati lainnya buat pria-pria lain baik yang jelek maupun yang cakep tapi minim materi. Mereka kalah saing sama sampeyan (atau malah belum sempat bersaing karena sudah kehabisan karcis duluan sebab karcisnya diborong sama sampeyan) yang ndilalah kok ya dibekali dengan kemakmuran kesejahteraan finansial.
Jadi begini, Mas Wahyu. Ketika banyak lelaki gagal dengan cintanya, gagal untuk sekadar berani mendekati pujaan hati karena ngrumangsani alias tahu diri, atau gagal mendapatkan jawaban “Ya, aku mau jadi pacar kamu” ketika nembak perempuan yang sebetulnya nggak cakep-cakep amat, saat itulah sampeyan justru berada pada posisi yang unggul. Sampeyan bisa berpacaran dengan Ayu, Dila, Mila, Karina, Chia, Desi, dan seterusnya, dan seterusnya itu yang katanya cantik semua.
Dari sini seharusnya sampeyan belajar, bahwa hidup adalah soal menunggu giliran. Untuk urusan asmara, siapapun, idealnya pasti akan mengalami momen “we fall in love with someone we can’t have”. Nah, momen itu sekarang sedang singgah menghampiri sampeyan. Barangkali memang sekarang adalah saatnya bagi sampeyan untuk mulai sadar, bahwa tak semua perempuan bisa dirayu dengan uang.
Ketika sampeyan membangga-banggakan diri sampeyan yang bisa menaklukkan para perempuan yang sampeyan sebutkan di atas dengan modal duit, ingatlah, sebetulnya sampeyan tidak sedang menaklukkan mereka, tapi bisa jadi justru sebaliknya, sampeyanlah yang sedang ditaklukkan.
Nah, untuk perkara sampeyan yang sekarang sedang jatuh cinta dengan perempuan yang blas tidak tertarik sama sampeyan atau harta sampeyan, saran saya cuma satu: lepaskan.
Biar apa? Biar sampeyan sadar dan mulai belajar tentang betapa sakitnya rasanya patah hati.
Ketika sampeyan mulai paham tentang patah hati, maka sampeyan akan lebih memahami pentingnya etos kerja dan usaha dalam mendekati seorang perempuan, bukan sekadar mengandalkan harta, apalagi harta orang tua.
Belajarlah menjadi lelaki normal kebanyakan, yang tidak selalu sukses dalam meniti karir perjalanan asmara. Yang selalu butuh jatuh-bangun babak-bundhas dihantam penolakan sebelum akhirnya menerima jawaban yang menyenangkan.
Ingatlah, pada titik tertentu, sampeyan harus mampu mendapatkan wanita yang tertarik bukan pada harta, melainkan pada kepribadian, perilaku, keseriusan, dan juga kemantapan hati.
Sebab apa? Sebab sampeyan dan bapak ibu sampeyan tak akan selamanya kaya.