Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Balbalan

Repetisi Pola dalam Persepakbolaan Kita

Yoga Cholandha oleh Yoga Cholandha
14 Oktober 2014
A A
Repetisi Pola dalam Persepakbolaan Kita

Repetisi Pola dalam Persepakbolaan Kita

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Situasi persepakbolaan kita seperti robot. Seperti budak korporasi kota besar yang hidupnya linear dan monoton. Sepak bola kita selalu mandeg di situ-situ saja. Jalan di tempat. Tak pernah beranjak, dan selalu berakhir dengan saling tuding, saling sindir, saling sikut, serta kontes membusungkan dada soal siapa paling tahu, siapa paling bisa. Dan mungkin akan selalu begitu sampai negara ini bubar jalan.

Negara ini, beserta kebanyakan orang di dalamnya memang tak ubahnya jomblo ngenes. Muka pas-pasan, dompet tipis, otak juga cupet, tapi punya target menikah dengan perempuan sekelas Dian Sastro. Jangankan kesampaian, mimpi begitu pun seharusnya sudah haram hukumnya. Mbok ya ngaca! Karakter macam itulah yang terlihat betul di persepakbolaan kita.

Sepak bola adalah cerminan sebuah bangsa, kata Franz Beckenbauer. Dan sepak bola kita memang mencerminkan bagaimana kehidupan di negeri ini berjalan. Kita selalu ingin dapat yang terbaik, tetapi caranya untuk menuju ke sana saja kita tidak tahu. Kita ingin juara dunia, tapi para pemain profesionalnya saja belum menguasai teknik dasar bermain.

Tahun lalu, Timnas U-19 seperti menjadi es teh manis di siang bolong bagi dunia persepakbolaan Indonesia. Dahaga prestasi menahun bagai hilang seketika setelah adik-adik itu berhasil menjadi juara di tingkat Asia Tenggara serta mampu lolos ke kejuaraan Asia dengan mengalahkan Vietnam, Laos, dan Korea Selatan. Kemenangan atas Korsel, walaupun terjadi di atas lapangan yang menyerupai sawah, kemudian menjadi pembenaran atas membumbungnya ekspektasi kita atas bocah-bocah bau kencur tersebut.

Repetisi itu pun terjadi. Saking seretnya prestasi, kita menggunakan apapun yang bisa digunakan untuk memenuhi fetish kita akan prestasi di bidang sepak bola. Eksploitasi masif dilancarkan. Target Piala Dunia dengan gegabahnya dicanangkan. Tak hanya itu, anak-anak U-19 kemudian dibuatkan buku, dibuatkan film, dijadikan rombongan sirkus, dikomersialisasi lewat iklan salah satu produk sampo, dan masih banyak contoh lain. Pendek kata, bocah-bocah itu kita suruh melakukan sesuatu yang tidak pernah bisa kita lakukan sebelumnya.

Lalu datanglah hari yang menentukan, dan rupanya (secara tak mengejutkan, sebenarnya) mereka gagal. Dua kekalahan dari Uzbekistan dan Australia memastikan terhentinya langkah para pemuda harapan bangsa itu. Mereka menangis, tertunduk lesu, dan pelan-pelan berjalan gontai menjauh dari sorot lampu. Selesai sudah.

Tak ada lagi Piala Asia, tak ada lagi Piala Dunia, dan tak ada lagi  hingar bingar yang mengantar mereka pada harapan akan kejayaan.

Setelah Garuda Jaya dipastikan angkat koper dari Myanmar, muncullah caci-maki atas PSSI. Banyak yang beranggapan, PSSI adalah aktor intelektual di balik menurunnya performa Timnas U-19. Tidak sepenuhnya salah memang, mengingat sebelum diurusi betul oleh PSSI, mereka justru bisa tampil prima dan meraih prestasi. Begitu PSSI mulai mengakui keberadaan mereka, eh, kualitas performa mereka malah terjun bebas.

Meningginya ekspektasi, munculnya realita yang bertolakbelakang, lalu mengalirnya sumpah serapah kepada PSSI adalah pola yang terus berulang dalam perjalanan sepak bola kita. Sial betul, output dari seretnya prestasi sepak bola kita hanya mewujud pada aliran sumpah serapah tadi.

PSSI memang layak dikirimi sumpah serapah. Toh mereka memang pihak yang paling bertanggungjawab atas kegagalan demi kegagalan ini. Paling sialnya lagi, PSSI ini punya prinsip anjing menggonggong kafilah berlalu, jadi mau sampai berbuih mulut ini mencaci, mereka tetap asyik dengan kuping yang tersumpal.

Terlalu banyak dosa PSSI, sehingga tidak akan saya tuliskan satu per satu di sini. Bisa-bisa tulisan ini jadi sepanjang kitab suci. Satu dosa yang perlu ditekankan di sini adalah abainya para pengurus PSSI akan pembinaan pemain muda. Para pemain timnas muda kita tidak berlaga di kompetisi reguler. Alih-alih ikut kompetisi betulan, ritme bertanding mereka justru diakali dengan Tur Nusantara, tur yang membuat para pemain Timnas U-19 tak ubahnya rombongan pasar malam era kolonial.

Selain itu, ketiadaan kompetisi juga membuat Indra Sjafri, sang pelatih, mau tak mau harus menerapkan pelatnas jangka panjang. Serius, ini sudah tahun 2014 dan kita masih pakai pelatnas jangka panjang? Lha kok malah jadi seperti kamp latihan militer. Sistem pelatnas jangka panjang ini sudah ketinggalan zaman dan tak layak pakai lagi.

Pada akhirnya, kita semua kembali ke sini-sini lagi. Kembali ke realita yang makin lama makin membosankan dan memuakkan. Kalah lagi, coba memaklumi dan mencari pembenaran lagi. Terus begitu.

Rasanya sampai menghembuskan napas penghabisan nanti, kita tak akan pernah menyaksikan negara ini berkiprah di Piala Dunia. Semoga perasaan saya salah.

Terakhir diperbarui pada 3 Juli 2017 oleh

Tags: Indra SjafriPSSITimnas U-19
Yoga Cholandha

Yoga Cholandha

Pundit misterius. Asli Solo.

Artikel Terkait

Ketum PSSI Erick Thohir dan Gubernur Jateng Ahmad Luthfi bahas soal Liga 3 dan Liga 4 di Jawa Tengah MOJOK.CO
Kilas

Liga 3 dan 4 bakal Bergulir di Jawa Tengah, Bina Bakat-bakat Muda dari Desa…

8 Agustus 2025
Kalau gue jadi Patrick Kluivert, gue nggak mau menjadi pelatih Timnas Indonesia gantikan Shin Tae Yong karena Ketum PSSI Erick Thohir problematik MOJOK.CO
Ragam

Kalau Jadi Patrick Kluivert Gue Nggak Mau Kerja sama Erick Thohir yang Interview Kerja di Hari Raya, Tak Punya Value dan Tak Tahu Batas

9 Januari 2025
Histori

Ingatan Memalukan di Stadion Bahrain 12 Tahun Silam, Catatan dari Era Bobrok PSSI

10 Oktober 2024
Liga 3 Faktanya, Liga Malaysia Jauh Meninggalkan Kita MOJOK.CO
Esai

Memaksimalkan Liga 3 Sebagai Cara untuk Mengejar Ketertinggalan dari Sepak Bola Malaysia

11 September 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Bakpia Mojok.co

Sentra Bakpia di Ngampilan Siap Jadi Malioboro Kedua

1 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.