Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Balbalan

Persija 1928 Tahu Bagaimana Meneladani Long March Sultan Agung 1628

Muhidin M. Dahlan oleh Muhidin M. Dahlan
18 Juli 2018
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Jika long march Sultan Agung menghasilkan ladang pertanian, lantas apakah long march Persija akan menghasilkan SSB dan lapangan sepak bola baru?

Sudah empat kali Persija 1928 tampil di Stadion Sultan Agung Bantul di pergelaran Liga 1 musim ini. Kali pertama tampil melawan PSIS Semarang yang bertindak sebagai tuan rumah dan menang besar. Penampilan kedua melawan Persebaya Surabaya dan dinyatakan batal karena seantero luar stadion menjadi gelanggang atletik lempar cakram batu. Penampilan ketiga menjamu PSM Makassar yang berakhir imbang 2-2. Sementara di penampilan keempat saat melawan Bali United, berakhir dengan kekalahan 0-2. Di tiga penampilan terakhir itu, Persija 1928 berstatus sebagai tuan rumah.

Mengapa Bantul dipilih Persija 1928 sebagai stadion alternatif kandang mereka saat tak ada satu pun stadion ibu kota yang menerima mereka? Pertama-tama, ini semua demi Asian Games. Persija 1928 rela pergi demi olahraga antarnegara Asia itu. Tapi, memilih Bantul?

Di situlah tugas saya bekerja dan tulisan ini harus ada. Pertama-tama, Stadion Sultan Agung memang menjadi salah satu stadion lolos verifikasi untuk menggelar kompetisi kasta tertinggi. Lho, Stadion PTIK di Bogor yang lahan parkirnya saja nauzubillah luasnya itu dan bagusan Stadion UNY, kok, boleh menyelenggarakan kompetisi kasta tertinggi? Bahkan, PTIK kini menjadi kandang Bhayangkara FC. Semuanya kembali kepada panpel di Liga Indonesia Baru dan ketua PSSI yang nasionalistis itu.

Saya kira, bukan soal lolos saja sehingga Persija 1928 memilih Bantul sebagai kandang hingga Jakarta kembali “kondusif” dari olimpiade olahraga Asia itu. Lebih dari itu, Sultan Agung dianggap sebagai stadion “incognito” alias “sedang tak bertuan”. Sebab, tuannya yang selama ini menjadi musabab mengapa stadion ini dibangun Pemerintah Kabupaten Bantul di era Idham Samawi pada 2007 sedang turun dalam galian tambang bawah tanah memburu remah-remah batu mulia di Liga 3.

Alasan yang lain, tentu saja soal kecocokan kantong dengan harga sewa Sultan Agung yang mirip dengan harga angkringan. Saya tak tahu pasti berapa harga sewa stadion ini. Namun, menurut salah satu jurnalis yang lokal banget—sebut saja Cahyo, nama sebenarnya—harga Sultan Agung separuh harga dari stadion berstatus internasional di kabupaten bagian utara Yogyakarta sana. Mengejar harga angkringan itu, PSIS Semarang lebih memilih Bantul ketimbang Sleman saat menjamu tamu-tamu mereka yang memiliki basis suporter besar saat tandang. PSIS ini ibarat mahasiswa UNY, selisih harga 500 rupiah dan parkiran gratis, itu yang dikejar habis-habisan.

Iya sih, apa-apa di Bantul itu masih murah. Biaya kuliah di ISI yang legendaris itu juga murah. Masuklah ke warung yang lagi hit di Bantul, tepatnya di Kampung Mataraman, harga-harga masih jauh di bawah Sleman.

Siapa yang enggak mau dengan yang murah dengan kualitas masih direstui pengelola liga. Nah, menurunkan harga sewa bisa berarti pula Bantul sedang mempromosikan salah satu wisata venue olahraganya. Pemda sadar betul, beberapa big match yang berlangsung di Stadion Sultan Agung disiarkan secara langsung oleh televisi Jakarta. Sebut saja pertandingan pada Selasa, 17 Juli, antara Persija 1928 vs Bali United.

Tapi, saya yakin, Persija 1928 enggaklah hanya gara-gara selisih harga memilih Sultan Agung sebagai alternatif pertama saat ibu kota sedang tak kondusif. Ramasyook. Ini klub ibu kota, lho, di mana 60 persen perputaran uang di seantero Republik ada di sana. Pemakaian BBM dan listrik juga paling royal dibandingkan ratusan kota lain di seluruh Indonesia. Jakarta kaya, insya Allah.

Persija 1928, tak hanya kaya secara finansial, tapi juga hatinya mau berbagi dengan kepentingan yang lebih besar: Timnas NKRI. Kandang mereka saja Gelora Bung Karno, stadion besar pertama dibangun di Republik dan termegah se-Asia Tenggara.

Persija 1928 memilih Bantul karena nama stadion ini mengingatkan mereka pada sejarah mereka sendiri. Mengingatkan mereka kepada kota yang melekat pada nama mereka, yakni Jakarta. Ada nama besar Fatahillah di abad 16 memang yang terpacak di sana; yang mengubah Sunda Kelapa menjadi Jayakarta. Tapi, jangan lupa, ada nama Sultan Agung di tahun 1628 juga terpacak di Jakarta.

Dengan sangat heroik—ngapal jalan kaki Jogja-Jakarta —Sultan Agung Amien Rais membawa rombongan besar pasukan untuk long march di tahun 1628 untuk menyerang VOC di Batavia. Menurut perkiraan GoogleMaps, jarak 520 kilometer itu bisa ditempuh empat hari sebelas jam.

Tentu saja ini bukan piknik biasa. Ini bawa 10 ribu pasukan tempur ditambah ratusan ekor sapi, ribuan buah kelapa, serta ribuan karung beras. Kalau enggak cukup bagaimana? Dicuri Dicari di jalan dengan cara membuka lahan pertanian. Konon, Karawang menjadi lumbung padi untuk menghidupi pangan orang-orang ibu kota karena efek dari long march Sultan Agung ini.

Menang? Keok! Peristiwa ini sering dinyinyiri pujanggawan macam Pramoedya Ananta Toer sebagai kekalahan telak Jawa. Untuk menutupi rasa malu kalah perang di Jakarta itulah, lanjut Pram, generasi pertama penguasa Yogya ini merapat ke Ratu Kidul.

Iklan

Tapi, bukan itu poin saya, melainkan ada hubungan yang emosional antara Persija 1928 dan Sultan Agung 1628 dari sisi historis. Selain bunyi “28-28” yang kriuk di ujung lidah itu, Persija 28 tampaknya ingin menapaktilasi jejak Sultan Agung 1628. Tentu saja tidak dengan jalan kaki, melainkan dengan transportasi darat dan udara.

Pasukan tempur utama yang berjumlah 22 orang dengan pelatih kepala Stefano Cugurra Teco lewat udara, sementara lima ribuan lainnya melewati darat dengan segala variannya; dari bus bersuspensi hingga kopaja legendaris oranye, dari mobil pribadi hingga vespa.

Dalam napak tilas ini, Persija 1928 dan The Jak sedapat mungkin memberi teladan; mereka datang bukan sebagai perusak, melainkan pembebas dan membikin semuanya gembira. Kalah enggak apa-apa, yang penting Bantul nyaman, tetap projo taman sari.

Demikianlah, inilah zaman yang tak ada dalam sejarah satu dekade lebih setahun Stadion Sultan Agung di mana pada akhirnya semuanya serba-Jakarta. Di lingkar luar stadion, tepatnya sepanjang utara dan timur, para penjual syal, kaus, dan topi semuanya serbaoranye, warna khas Persija 1928.

Masuk dan bacalah bentangan spanduk-spanduk raksasa di Tribun Utara dan Selatan yang dikuasai oleh tulisan-tulisan besar nama-nama kampung yang hanya bisa rakyat Bantul saksikan di televisi-televisi Jakarta, antara lain Utan Kayu, Tanjung Duren, Kebon Jeruk, Pondok Kelapa, Lebak Bulus, dan Pademangan.

Di pagar reklame pinggir lapangan pun demikian. Selain dikuasai spanduk sponsor-sponsor utama macam Gojek dan Buka Lapak, terdapat pula di sana “Bank DKI”. Satu-satunya ada unsur “Bantul”-nya hanyalah tulisan di papan skor elektrik di Tribun Utara.

Jika para tukang kronik sudah cermat menulis sejarah dengan detail, bisa jadi Sultan Agung 1628 juga melakukan hal yang sama. Bawa bendera-bendera keperwiraan dengan membawa spanduk dengan tulisan yang ada unsur-unsur nama kampung-kampung legenda ini: Langenarjan, Wirobrajan, Patangpuluhan, Ketanggungan, Suronggaman, Bugisan, Dhaengan, maupun Mantrijeron.

Tapi, tentu kita masih menunggu, apa jejak Persija 1928 sepanjang melakoni long march Jakarta-Bantul ini. Jika Sultan Agung 1628, walaupun kalah, tetap dikenang melahirkan lahan pertanian di Karawang dan Cirebon, bisa jadi bakal ada Sekolah Sepak Bola (SSB) dan lapangan sepak bola baru yang megah di Purworejo, Kebumen, maupun Gombong.

Semoga saja. Sebab, naga-naganya, long march Persija 1928 ini bukan hanya tiga pertandingan, melainkan longgggg benaran. Sebab, setelah Asian Games, ibu kota menyambut tahun politik yang rawan dan tentu saja susah mengantongi izin untuk kegiatan-kegiatan yang melibatkan massa bejibun.

Terakhir diperbarui pada 18 Juli 2018 oleh

Tags: #tecooutasian games 2018BantulbataviajakartaLiga 1 Indonesialiga 2liga 3Persiba Bantulpersija 1928Persija JakartaPSIS Semarangstadion sultan agungsultan agung
Muhidin M. Dahlan

Muhidin M. Dahlan

Penulis dan kerani partikelir IBOEKOE dan Radio Buku.

Artikel Terkait

8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO
Ragam

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Tinggalkan ibunya demi kuliah di PTIQ Jakarta untuk merantau. MOJOK.CO
Ragam

Kerap Bersalah di Perantauan karena Alasan Sibuk, Tangis Ibu Pecah Saat Saya Akhirnya Pulang dari Jakarta

27 November 2025
Belikan ibu elektronik termahal di Hartono Surabaya dengan tabungan gaji Jakarta. MOJOK.CO
Liputan

Pertama Kali Dapat Gaji dari Perusahaan di Jakarta, Langsung Belikan Ibu Elektronik Termahal di Hartono agar Warung Kopinya Laris

11 November 2025
Anggota LKS SAPADIFA di Kapanewon Imogiri, Kabupaten Bantul, Jogja belajar menganyam bambu. MOJOK.CO
Liputan

Penyandang Disabilitas di Bantul Manfaatkan Pohon Bambu yang Melimpah di Desanya Jadi Produk Bernilai Jual Tinggi

31 Oktober 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
Bakpia Mojok.co

Sentra Bakpia di Ngampilan Siap Jadi Malioboro Kedua

1 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.