Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Balbalan

Heavy Metal ke Rock Ballad: Jurgen Klopp dan Pupur Liverpool

Yamadipati Seno oleh Yamadipati Seno
20 Juli 2019
A A
Jurgen Klopp dan Liverpool MOJOK.CO
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Dari heavy metal ke rock ballad, Jurgen Klopp membuat Liverpool menjadi super band yang mudah dicintai semua orang. Dominasi di Liga Inggris?

Menunggu itu memang menyebalkan. Apalagi ketika kamu orang yang begitu menghargai waktu dan kesempurnaan. Namun, bagi fans sepak bola, menunggu bisa menjadi kemewahan tersendiri. Kenapa bisa begitu?

Menunggu adalah perihal kesabaran. Sebagai unit kecil yang ikut berputar mengikuti orbit semesta sepak bola, mulai dari pemain, pelatih, hingga suporter, kesabaran sering membuah hasil tak terduga. Pemain muda yang matang sepenuhnya, pemain berkualitas yang sembuh dari cedera, pelatih yang sukses menanamkan idenya, hingga suporter yang berbahagia karena itu semua.

Liverpool dan Jurgen Klopp, di musim 2019/2020, bisa jadi akan merasakan buah kesabaran selama setengah dekade ke belakang. Menurut fans Liverpool, puncak mana yang lebih mengharukan? Yang terbaik di Eropa atau memutus “kutukan” di Liga Inggris selama hampir tiga dekade? Saya rasa jawabannya sudah pasti: Liga Inggris.

Tanpa bermaksud mengecilkan makna yang terbaik di Eropa, kembali merajai Inggris adalah impian yang masih tergantung. Yang terbaik di Inggris bukan saja soal “menambah jumlah piala”, tetapi menghancurkan olok-olok “tahun ini adalah tahun kita” yang dibuat oleh fans Liverpool untuk menyiksa diri mereka sendiri.

Fans The Reds butuh endorfin untuk menipiskan rasa sakit untuk kesekian ribu kali, mereka gagal menguasai Inggris. Musim lalu hanyalah salah satu musim penuh duri. Sebuah rutinitas bagi klub yang justru sangat sukses di panggung Eropa ini. Dan semuanya menuntut kita ke satu pertanyaan utuh: Bagaimana cara Jurgen Klopp meraih piala paling mengilap itu?

Jurgen Klopp belajar, Liverpool bersabar

Ia langsung dicintai ketika kali pertama menginjakkan kaki di kota pelabuhan itu. Jurgen Klopp diterima dengan baik, dirinya pun mampu menyesuaikan diri. Pribadinya yang riang, menyemarakkan suasana. Gairah sepak bolanya terpancar, senyumnya menggambarkan determinasi. Semuanya terjelaskan di atas lapangan.

Gairah dan determinasi adalah foto abadi Jurgen Klopp ketika menukangi Borussia Dortmund. Orang menyebutnya gegenpressing. Ahli menyebutnya “menyerang transisi lawan”. Liverpool menyebutnya heavy metal football.

Setiap laga di Anfield sudah seperi konser band metal. Menggelegar, penuh teriakan, dan bir tumpah di mana-mana. Saya ingat betul sebuah laga ketika Liverpool menjamu sebuah tim yang digambarkan sebagai “sebuah orkestra”. Mereka berusaha bermain cantik. Di akhir pertandingan, kita tahu, tim kemayu itu dihajar sempurna oleh gelegar gegenpressing dan tusukan tajam di setiap transisi.

Namun, seperti Kratos di God of War yang tengah masuk dalam mode Spartan Rage, kekuatan itu menggerogoti kulit dan stamina. Banyak pemain, dari masa Dortmund hingga Liverpool, tumbang karena ide bermain Jurgen Klopp. Cedera, dalam waktu yang lama, membuat tim yang coba ia bangun kehilangan fondasi di momen-momen penting.

Sebuah keadaan yang membuat The Reds tak bisa terus-menerus berlari kencang di maraton yang panjang. Sebuah keadaan, yang membuat Si Merah ini kesulitan menyalip para rival dengan “periodisasi” yang lebih baik. Maka, Jurgen Klopp belajar. Sang front man itu berusaha mengubah citra heavy metal menjadi rock ballad. Sama-sama menghentak, tetap lebih penuh dinamika dengan riff gitar yang lebih enteng di telinga.

Jurgen Klopp belajar. Ia mencoba menggambarkan make up baru di wajah The Reds. Tim ini menjadi lebih nyaman menguasai bola. Tidak lagi terlalu kesulitan ketika meladeni lawan yang memakai deep block. Periodisasi, sejak di menu latihan hingga pertandingan membuat rata-rata cedera tim berkurang.

Bisa menurunkan pemain-pemain terbaiknya dalam waktu yang lama, dengan stamina yang lebih segar, adalah salah satu buah kesabaran. Sabar belajar, sabar menerapkan ide. Tiga tahun melatih tim ini, Jurgen Klopp sudah menabung satu piala Liga Champions. Saya rasa, hanya tidak beruntung saja membuat mereka gagal mencongkel dominasi Manchester City musim lalu.

Meski lebih kalem, lebih ballad, Liverpool dan Jurgen Klopp tak lantas melupakan jiwa metal di dalam dirinya. Pressing intensitas tinggi dipakai dalam momen-momen yang tepat. Barcelona dicekik oleh pressing itu. Tim kelas tiga dari London merasakannya di final Liga Champions. Kombinasi kebugaran maksimal tim utama, nyaman menguasai pertandingan, dan kemampuan pressing intensitas tinggi membuat tim ini menjadi hampir sempurna.

Iklan

Lantas, harus bagaimana musim depan?

Buah kesabaran lainya

Dua musim lalu, ketika tim yang sama ini mencapai laga final dan kalah oleh Real Madrid, mereka kehilangan satu kepingan penting. Kepingan itu bernama Alex Oxlade-Chamberlain. Setelah Philippe Coutinho pergi entah ke mana, Chamberlain menjadi outlet, menjadi pemain yang menjadi jembatan lini belakang dan depan.

Ia punya akselerasi dan kualitas teknis untuk menjadi jembatan itu. Semifinal melawan AS Roma, dua musim lalu, lalu melawan Manchester City ketika mereka begitu dominan, terdapat nama Chamberlain di dalam skuat. Mantan pemain Arsenal itu punya kemampuan yang disebut pressing resistance, membuatnya bisa menahan bola di lapangan tengah untuk didistribusikan ke depan.

Ketika cedera dalam waktu yang lama, Liverpool berusaha mengisi kualitas Chamberlain dengan dua pemain; Xherdan Shaqiri dan Naby Keita. Namun, kedua nama ini tidak sekonsisten Chamberlain di puncak permainannya. Untung saja, Jurgen Klopp sudah mengubah pendekatannya. Membuat Shaqiri dan Keita bisa berkembang dan menjadi bagian penting di Liga Champions.

Pra-musim musim 2019/2020, Chamberlain sembuh total. Uji tanding melawan Borussia Dortmund menjadi pertandingan kompetitif pertama sejak cedera panjang. Dan, ada banyak sebab fans Liverpool berbahagia. Chamberlain tidak kehilangan dua hal penting yang dibutuhkan The Reds; pressing resistance dan akselerasi.

Trio Fabinho, Jordan Henderson, dan Chamberlain adalah komposisi yang menarik. Ketika ia bermain di sisi kanan, ditemani oleh Trent Alexander-Arnold dan Mohamed Salah, Anfield bakal menyaksikan kembali konser-konser sebuah band rock. Namun, kali ini, dengan ide baru dari Jurgen Klopp, konser akbar itu akan diselingi oleh riff-riff gitar dan gebukan drum yang lebih manja.

Buah kesabaran lainnya adalah matangnya Harry Wilson dan Ryan Kent. Dua penyerang sayap ini berusia sama, 22 tahun. Banyak menghabiskan waktu untuk “disekolahkan” di tim lain. Pra-musim ini, keduanya menunjukkan kedewasaan dan kepercayaan diri yang layak untuk dipertimbangkan. Dipertimbangkan masuk tim utama untuk menemani Sadio Mane dan Mo Salah.

Posisi ujung tombak, Rhian Brewster mengaku siap menggantikan Daniel Sturridge. Jurgen Klopp mendukung penuh keingan Brewster. Pun pemain berusia 19 tahun ini tahu diri. Kepercayaan pelatih ada untuk tidak disia-siakan. Sebuah motivasi yang sudah cukup untuk membuat dirinya layak menemani Roberto Firmino dan Divock Origi.

Pemain-pemain muda ini sudah seperti pemain baru. Terkadang, bukan mereka yang berharga mahal atau menjadi kesayangan media yang dibutuhkan. Tim akan selalu membutuhkan pemain, yang tahu diri dan cocok dengan ide sebuah tim. Wilson, Kent, Brewster, ditambah Chamberlain belum punya nama cemerlang seperti Nicolas Pepe atau Ousmane Dembele. Namun, mereka adalah kepingan yang dibutuhkan dan fakta itu sungguh priceless.

Dari heavy metal ke rock ballad, Jurgen Klopp membuat Liverpool menjadi artis yang mudah dicintai semua orang. Membuat mereka menjadi super band yang sudah saatnya menapaki puncak Grammy di sepak bola Inggris: dominasi.

Terakhir diperbarui pada 20 Juli 2019 oleh

Tags: chamberlainJurgen Kloppliga inggrisLiverpool
Yamadipati Seno

Yamadipati Seno

Redaktur Mojok. Koki di @arsenalskitchen.

Artikel Terkait

Harry Maguire Bek Dungu Manchester United Anti Bullying MOJOK.CO
Esai

Harry Maguire, Bek Dungu Milik Manchester United yang Mengajari Kita Makna Ketahanan Mental dan Cara Melawan Bullying

20 Oktober 2025
Untung Mohamed Salah Nggak Jadi Buruh di Indonesia MOJOK.CO
Esai

Beda Nasib Mohamed Salah dan Pekerja di Indonesia saat Menyuarakan Hak: Menghasilkan Ketimpangan yang Dinormalisasi

6 Januari 2025
Rokok Ilegal identik dengan Liga Inggris, yang Legal Liga Italia MOJOK.CO
Esai

Kenapa, ya, Rokok Legal Identik dengan klub Liga Italia, sementara Rokok Ilegal Lebih Dekat dengan klub Liga Inggris?

9 November 2024
Vidio vs Rp18 Triliun Live Streaming Ilegal Jelang Liga Inggris MOJOK.CO
Esai

Vidio Wajib Cemas. Menjelang Liga Inggris, Keuntungan Live Streaming Ilegal Mencapai Rp18 Triliun!

9 Agustus 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

30 November 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.