MOJOK.CO – Dua mahasiswa di Probolinggo diamankan karena bawa buku Aidit. Aparat kita memang suka lupa tentang keputusan MK soal aturan sita buku yang nggak bisa semena-mena.
Polsek Kraksaan, Probolinggo, baru saja mengamankan dua mahasiswa yang tergabung dalam komunitas vespa literasi. Mereka diamankan setelah polisi mendapat laporan kalau mereka membawa buku tentang Dipa Nusantara (DN) Aidit di lapak gratis yang mereka gelar di Alun-alun Kraksaan. Seperti diketahui, DN Aidit merupakan pemimpin senior Partai Komunis Indonesia (PKI)—partai yang pernah dilarang di Indonesia.
Dari keterangannya, kedua mahasiswa tersebut memang rutin mengadakan lapak baca di sekitar Alun-alun Kraksaan setiap Sabtu malam. Selain itu, juga mengadakannya di depan kantor kampus Inzah Kraksaan setiap Sabtu sore.
Buku yang diamankan tersebut di ataranya berjudul, Aidit “Dua Wajah Dipa Nusantara”, Menempuh Djalan Rakjat, DN Aidit “Sebuah Biografi Rungkas”, dan Sukarno, Marxisme & Leninisme.
Pengamanan buku Aidit itu dikarenakan aparat menganggap buku yang—pokoknya—ada bau-bau PKI-nya jelas dilarang di Indonesia. Sementara itu, pihaknya juga mengamankan dua mahasiswa yang menggelar lapak baca gratis untuk menelusuri dari mana mereka mendapatkan buku Aidit itu.
Aparat kita ini sepertinya memang suka ngadain razia, baik razia pasangan mesum—yang biasanya mentok di hotel melati, termasuk perihal razia buku Aidit atau yang berbau PKI. Tampaknya, mereka ini entah karena betul-betul lupa atau memang pura-pura lupa, kalau ada putusan MK Nomor 20/PPU-VIII/2010. Dalam aturan tersebut sudah jelas disebutkan kalau melakukan razia tanpa proses peradilan tak lagi diperbolehkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Oleh karena itu, aparat nggak bisa lagi yang namanya serta merta dalam menyita buku. Penyitaan buku hanya bisa dilakukan Kejaksaan dengan penetapan pengadilan. Penyitaan itu pun baru bisa dilakukan kalau aparat penegak hukum sudah menemukan dugaan tindak pidana. Jadi, sudah ada kajian kalau buku tersebut masuk kategori terlarang, dilarang, dan sudah ada dasar hukum pelarangannya. Nah, jika sudah ada hasilnya seperti itu, baru bukunya boleh ditarik dari peredaran.
Intinya sih, kalau aparat pengin menyita atau merazia sesuatu, nggak bisa dilakukan sembarangan. Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi terlebih dulu. Harus punya dasar yang kuat dulu. Sama seperti ada prosedur yang sudah ditetapkan kalau polisi mau melakukan penangkapan.
Sayangnya, aparat sepertinya memang senang yang instan-instan. Ya, saya juga, sih. Akhirnya langsung aja main-main sita buku hanya dari penampakan sampulnya, (((tanpa mau baca isinya dulu))). Pokoknya kalau sampulnya merah, ada kata PKI-nya, ada kata komunisnya, ada nama Aidit-nya, ya, disita aja dulu. Padahal kan, kalau kelihatan salah nyita buku, bakal kelihatan nggak intelek banget, yak?