Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Kenapa Sih Kita Mudah Nge-Judge Hidup Orang?

Audian Laili oleh Audian Laili
5 Desember 2018
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Kita disibukkan nge-judge kehidupan orang lain, namun nggak sadar bahwa urusan di hidup kita aja belum beres.

Sebagai makhluk sosial, tentu kita akan bersinggungan dengan orang lain. Namun sadarkah kita, dalam persinggungan tersebut, sering kali kita secara sadar maupun tidak, mudah nge-judge suatu kejadian hanya dari sudut pandang kita. Misalnya,

Satu, ketika kita sedang di ruang tunggu lalu melihat seorang ibu yang sibuk bermain hape sedangkan anak di pangkuannya tampak diabaikan. Kita membiarkan diri kita untuk nge-judge bahwa ia bukanlah seorang ibu yang baik. Justru egois dan hanya fokus pada kesenangan pribadi!!11!!!

Kita dengan mudahnya men-judge demikian, padahal tidak betul-betul tahu, apakah ibu tersebut memang sedang bermain hape untuk kesenangan pribadi atau tidak. Mengapa kita tidak mencoba berpikir, di balik abai terhadap anaknya, ia sedang berusaha membantu suaminya yang bekerja nan jauh di sana, untuk memesankan tiket pesawat. Pasalnya, tiket long weekend dengan harga murah, betul-betul harus dipesan dengan fokus supaya tidak kehabisan. Meski terlihat abai, justru si ibu sedang mengusahakan pertemuan lengkap keluarga kecil itu.

Dua, ketika di jalan raya kita disalip oleh seseorang yang mengendarai motor dengan ngebut dan ugal-ugalan. Lantaran merasa sebal, kita dengan mudahnya nge-judge bahwa si pengendara motor ini nggak ngerti cara berkendara. Lantas justru mengata-ngatainya dalam hati atau bahkan berteriak, “Woy, punya mata nggak?”.

Ya, kita hanya fokus dengan emosi negatif yang kita terima. Padahal, kita bisa merasa lebih tenang, jika mencoba berpikir sebaliknya. Misalnya, mungkin pengendara motor tersebut butuh ngebut supaya segera sampai rumah sakit dan menemui ibunya yang sedang sekarat.

Tiga, ketika kita melihat ada mbak-mbak berbaju seksi dan berjalan dengan seorang pria, lalu keduanya nampak tertawa-tawa bahagia dan mbaknya bergelendot manja ke masnya. Lantas dengan mudahnya kita menilai bahwa si mbaknya bukan perempuan baik-baik. Hanya karena tidak suka, emosi negatif kita langsung menuduh. Padahal kita dapat menentramkan hati jika memilih berpikir, sebetulnya mereka adalah saudara kandung yang sudah lama tak berjumpa.

Ya, itu adalah beberapa contoh, nge-judge kita kepada orang lain. Terkadang kita dengan mudah nge-judge, meski hanya di dalam hati. Tentu saja, melakukan judgement di dalam hati adalah tempat teraman supaya citra diri kita tidak dikenal sebagai seorang yang ‘BACOT’ karena apapun yang terjadi seolah harus dikomentari.

Namun, kenapa sih, kok bisa-bisanya kita mudah melakukan judgement? Padahal sesuatu yang kita hakimi, hanya kita nilai dari sekelumit kehidupannya yang panjang. Bahkan, kita bisa dengan mudah melakukan judgement pada orang yang benar-benar tidak kita kenal. Pantaskah kita?

Judgement ini memang tidak butuh waktu lama dengan pengamatan yang intens semacam bikin penelitian atau laporan praktikum. Cukup dengan satu lirikan saja, kita bisa dengan mudahnya menilai tentang latar belakang kehidupan seseorang. Sungguh, luar biasa dan cocok untuk kamu yang bercita-cita jadi peramal tapi sebetulnya nggak punya kemampuan.

Hal ini tidak hanya terjadi pada kehidupan ‘yang nyata’ saja. Namun, dalam kehidupan di dunia maya, perilaku ini tanpa sadar kita lakukan. Di dunia maya, kita punya kesempatan lebih untuk tidak sekadar membatin dalam hati. Cukup menggunakan fake account, kita bisa dengan sepuasnya berkomentar tentang kehidupan seseorang tanpa perlu bertatap langsung…

…maka tidak mengherankan, jika kekuatan ketikan di kolom komentar dan DM Instagram menjadi jauh lebih sadis dan menyeramkan.

Misalnya, kita dengan mudah menuduh seseorang seperti ini,

“Lebih baik pakai baju tertutup, Mbak. Auratnya jangan diumbar, dosa, kasihan suaminya.”

Iklan

“Alisnya ketebelan, Mbak. Make-up natural aja malah cantik.”

Lha, siapa kita? Dan mengapa kita harus ngurusin hidup orang lain padahal hidup kita juga masih banyak urusan??!!1!!

Judgement ini sering terjadi, karena orang lain tidak melakukan sesuatu sesuai dengan norma dan nilai yang kita pegang. Lantas kita jadi sok tahu dan seakan-akan apa yang mereka lakukan adalah kesalahan. Padahal, justru menjadi kesalahan jika kita tidak berusaha melihatnya dari sudut pandang berbeda.

Tentu saja, perilaku ini sungguh akan membuat diri kita merasa lelah sendiri seperti mengejar gebetan yang bahkan ngelihat Instastory kita aja nggak pernah. Pasalnya, kita memilih untuk ikut campur dalam urusan orang lain yang sebetulnya nggak ada urusannya sama kita. Lagian, siapa sih yang nggak ngerasa lelah, jika diri kita dipenuhi banyak emosi negatif karena mudah nge-judge kehidupan orang?

Memang, peduli dengan orang lain bukanlah sesuatu yang salah. Apalagi budaya kita bukanlah budaya individual dan ngurusin hidup orang lain adalah hal lumrah. Namun, bagaimanapun juga, judgement bukanlah bentuk kepedulian yang baik. Lantaran, di dalamnya hanya ada prasangka dan itu melelahkan sekali.

Nah, daripada kita terus menerus merasa lelah dengan sesuatu yang sebetulnya bukan menjadi urusan kita, kita bisa belajar untuk melakukan beberapa hal berikut ini,

Pertama, kita harus menyadari bahwa setiap orang berbeda. Tidak semua orang memiliki nilai dan norma yang sama dengan kita. Pikiran semacam ini, akan membantu kita untuk belajar melihat segala sesuatu di sekitar kita dengan sudut pandang yang lebih luas.

Kedua, tidak ada sesuatu yang pasti. Tidak semua peraturan yang ada di masyarakat dapat berfungsi dengan seharusnya. Tidak semua yang dilakukan oleh banyak orang, juga harus selalu kita lakukan. Dalam kondisi tertentu, kita butuh melakukan hal yang dianggap menentang aturan tersebut karena ada sesuatu yang sedang diprioritaskan dan bersifat sangat penting.

Ketiga, kita perlu belajar untuk mencintai diri sendiri. Perilaku judgement sering kali dikarenakan kita masih belum betul-betul mencintai diri kita. Lantas dengan mudahnya kita membandingkan kehidupan kita dengan orang lain. Perbandingan ini pun hanya untuk memunculkan pikiran bahwa hidup orang lain payah, supaya kita merasa hidup kita jauh lebih baik.

Keempat, kita perlu belajar untuk menerima berbagai hal yang terjadi di sekitar kita. Percayalah, menerima setiap peristiwa yang terjadi adalah sesuatu yang lebih mudah, jika dibandingkan ketika kita harus berusaha keras untuk menolaknya. Udah, santai aja. Nggak perlu nggumunan pada sesuatu yang berbeda.

Namun kalau kamu merasa nge-judge adalah passion-mu dan kamu tak bisa hidup tanpanya. Yaudah, jadi cenayang aja. Biar judgement-nya lebih berfaedah.

Jadi, kenapa kita mudah nge-judge hidup orang? Ya, karena itu mudah.

Terakhir diperbarui pada 24 Februari 2019 oleh

Tags: Komentarngejudgeperamal
Audian Laili

Audian Laili

Redaktur Terminal Mojok.

Artikel Terkait

es teh es kopi reshuffle kabinet gibran rakabuming adian napitupulu erick thohir keluar dari pekerjaan utusan corona orang baik orang jahat pangan rencana pilpres 2024 kabinet kenangan sedih pelatihan prakerja bosan kebosanan belanja rindu jalan kaliurang keluar rumah mudik pekerjaan jokowi pandemi virus corona nomor satu media kompetisi Komentar Kepala Suku mojok puthut ea membaca kepribadian mojok.co kepala suku bapak kerupuk geopolitik filsafat telor investasi sukses meringankan stres
Kepala Suku

Risiko Sikap Terburu-buru

17 April 2020
Curhat

Takut Bertemu dengan Teman yang Hijrah

30 Maret 2019
Curhat

Jodohku Terhalang oleh Peramal

9 Maret 2019
Pojokan

Mengapa Seseorang Suka dengan Ramalan?

27 Juli 2018
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Bagian terberat orang tua baru saat hadapi anak pertama (new born) bukan bergadang, tapi perasaan tak tega MOJOK.CO

Katanya Bagian Terberat bagi Bapak Baru saat Hadapi New Born adalah Jam Tidur Tak Teratur. Ternyata Sepele, Yang Berat Itu Rasa Tak Tega

18 Desember 2025
Peringatan Hari Monyet Ekor Panjang Sedunia di Jogja. MOJOK.CO

Pilu di Balik Atraksi Topeng Monyet Ekor Panjang, Hari-hari Diburu, Disiksa, hingga Terancam Punah

15 Desember 2025
Saat banyak teman langsungkan pernikahan, saya pilih tidak menikah demi fokus rawat orang tua MOJOK.CO

Pilih Tidak Menikah demi Fokus Bahagiakan Orang Tua, Justru Merasa Hidup Lebih Lega dan Tak Punya Beban

15 Desember 2025
Pulau Bawean Begitu Indah, tapi Menjadi Anak Tiri Negeri Sendiri MOJOK.CO

Pengalaman Saya Tinggal Selama 6 Bulan di Pulau Bawean: Pulau Indah yang Warganya Terpaksa Mandiri karena Menjadi Anak Tiri Negeri Sendiri

15 Desember 2025
Dalil Al-Qur'an dan Hadis agar manusia tak merusak alam, jawaban untuk tudingan wahabi lingkungan dari Gus Ulil ke orang-orang yang menjaga alam MOJOK.CO

Dalil Al-Qur’an-Hadis agar Tak Merusak Alam buat Gus Ulil, Menjaga Alam bukan Wahabi Lingkungan tapi Perintah Allah dan Rasulullah

12 Desember 2025
Kegigihan bocah 11 tahun dalam kejuaraan panahan di Kudus MOJOK.CO

Kedewasaan Bocah 11 Tahun di Arena Panahan Kudus, Pelajaran di Balik Cedera dan Senar Busur Putus

16 Desember 2025

Video Terbaru

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025
Perjalanan Aswin Menemukan Burung Unta: Dari Hidup Serabutan hingga Membangun Mahaswin Farm

Perjalanan Aswin Menemukan Burung Unta: Dari Hidup Serabutan hingga Membangun Mahaswin Farm

10 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.