MOJOK.CO – Seorang mahasiswa merasa nggak nyaman terus menerus mengerjakan tugas kelompok sendirian. Ia bingung harus bersikap seperti apa.
TANYA
Mbak Audian yang baik, saya Maria. Saya pengin tanya, dong.
Jadi begini, Mbak. Salah satu mata kuliah saya semester ini, tugas-tugasnya harus dikerjakan dengan berkelompok. Kelompoknya itu tetap selama satu semester, jadi orang-orang di dalamnya nggak ganti-ganti. Saya sih nggak ada masalah awalnya, seneng-seneng aja kalau setiap tugas di mata kuliah ini dikerjakan secara berkelompok. Namun yang menyebalkan, ternyata saya berkelompok dengan orang-orang yang nggak mau tahu dengan tugas-tugas tersebut.
Hampir 70 persen dari tugas kelompok yang dikasih sama dosen, saya sendiri yang ngerjain. Sedangkan mereka, seringnya cuma basa-basi doang nanyain kabar tugas-tugas itu. Iya, cuma basa-basi soalnya setelah dikasih tahu progresnya, mereka nggak ada usaha apa-apa untuk bantuin saya. Ya dateng sih pas lagi ngerjain tugas kelompok, tapi cuma dateng doang terus malah fokus main hape atau ngegosip. Waktu presentasi pun seperti itu. Semua beban seolah diberikan pada saya, mereka cuma menjelaskan tugas secukupnya saja. Saya udah jengkel banget sama kelakuan 4 temen kelompok saya yang lain itu. Ingin rasanya nggak masukin nama mereka dalam tugas kelompok yang dikumpulin, tapi gimana-gimana mereka teman saya juga.
Saya harus gimana, Mbak? Nggak rela rasanya mereka dapat nilai yang sama seperti saya. Sementara hampir satu semester ini mereka nggak ada usaha yang mencukupi untuk mengerjakan tugas-tugas itu. Bahkan merasa bersalah atau berterima kasih saja nggak ada. Kalau ngelapor ke dosen, saya takut kalau nggak dimusuhin sama mereka. Mohon pencerahannya, ya, Mbak. Terima kasih….
JAWAB
Hai Maria sang single fighter. Hmmm, kasihan juga ya, jadi kamu. Harus berkorban seorang diri demi kebutuhan seluruh anggota kelompok. Ya, meski nggak sendiri-sendiri amat, sih. Setidaknya ada 30% dari tugas, kan, yang mereka ikut kerjain?
Hal ini tentu menyedihkan, karena tujuan dari tugas kelompok supaya tercipta diskusi dan ada pertukaran perspektif dari masing-masing anggota kelompok. Sayangnya, hal ini jadi gagal tercipta karena anggota kelompok yang lain justru acuh dengan tugas-tugas yang diberikan. Kamu pantas sedih, karena kamu gagal mendapatkan masukan perspektif argumen dari anggota kelompok yang lain.
Iya, kamu hanya perlu sedih di bagian situ saja. Sementara selebihnya? Uuuuw, kamu tak perlu bersedih hati, Maria. Jangan menjadikan tugas kelompok dari dosen semata-mata hanya karena nilai. Mereka memang menyebalkan karena menolak ikut kerja. Akan tetapi, bukankah kamu malah punya kesempatan untuk belajar dan menyelesaikan deadline tanpa harus menggantungkannya pada siapa-siapa?
Ini adalah sebuah latihan yang patut untuk dirayakan, Maria! Ke depan, meski konsep kolaborasi semakin sering digaungkan, nyatanya semakin tua kita maka pertemanan kita juga semakin terbatas. Oleh karenanya, kita harus belajar untuk mandiri dan tidak menggantungkan pada siapa-siapa, kecuali Tuhan yang Maha Esa.
Selain itu, sama sekali nggak ada kerugian dalam mengerjakan tugas kelompok itu. Yang mana kita ketahui, tugas diberikan untuk memberikan kesempatan kita belajar. Nah, memangnya apa yang menjadikan kamu harus merasa rugi dengan belajar? Bukankah justru ini akan meringankan kamu ketika harus menghadapi ujian nanti? Iya, kan? Yang kasihan justru teman-teman kelompokmu itu. Kalau dia tidak terbiasa belajar dari tugas kelompok dari kuliah sebelumnya, pasti saat ujian datang dia jadi kelabakan. Mungkin kaget dengan pertanyaan-pertanyaan yang diberikan dan apa saja yang sebetulnya dipelajari selama ini.
Lagi-lagi, jangan merasa sedih hanya perkara nilai semata, Maria. Perkuliahan yang hanya fokus soal nilai, menjadikan proses pembelajaranmu jadi kurang lengkap. IPK-mu kurang greget dan nggak menyisakan rasa sentimentil berlebih di dalam hidupmu.
Soal lapor melapor, menurut saya kayaknya memang nggak perlu, deh. Mohon maaf nih, seperti yang kamu duga, itu adalah tindakan yang bakal menyebalkan bagi mereka. Apalagi bagi kalian yang sudah nggak SD lagi. Yang ada, bukannya mereka jera, bisa jadi malah sebel sama kamu dan males berteman dengan kamu.
Ada beberapa saran dari kami yang siapa tahu bisa membuat mereka sadar—kalau bisa tobat, ya Alhamdulillah. Misalnya,
Satu, selalu minta traktir saat ngerjain tugas kelompok. Kalau bisa, ajak mereka ngerjain tugas di tempat mahal sekalian, pesen makanan-makanan yang mahal, dan suruh mereka bayar. Kalau ternyata cara tersebut kurang alus, minta saja duit patungan tugas kelompok yang lebih gede dari seharusnya. Jangan sampai hanya kamu yang dimanfaatkan oleh mereka. Kamu juga punya kesempatan yang sama untuk memanfaatkan mereka juga, kok!
Dua, daripada sibuk-sibuk melapor, ada cara lain yang bisa bikin mereka jera. Misalnya, saat sudah waktunya presentasi, ujug-ujug kamu menghilang begitu saja. Misalnya, ujug-ujug kebelet BAB. Kalau nggak gitu, saat ada pertanyaan, kamu tunjuk salah satu dari mereka untuk menjawab. Sambil bilang, “Pertanyaan tersebut sepertinya dapat dijawab Ani. Soalnya Ani yang lebih banyak mengerjakan di bagian itu.”
Pokoknya, kamu harus tetap menjaga power-mu, Maria. Jangan mau diperlakukan sewenang-wenang oleh mereka. Jangan jadi anak yang terlalu baik. Sesekali melakukan gertakan, bolehlah. Namun kalau kamu sudah terlalu lelah dan merasa cara itu nggak bakal mempan, ya sudah sabar aja. Toh akhir semester juga bakal berakhir sebentar lagi~