MOJOK.CO – Seorang lelaki galau karena diputus oleh pacarnya dengan sebuah alasan klasik: ingin fokus Ujian Nasional dulu.
TANYA
Dear Mojok….
Perkenalkan namaku Roy. Cowok kalem dari kampung. Aku mau cerita sedikit tentang hubungan asmaraku. Jadi gini, aku dan pacarku sudah pacaran 2 tahun. Setiap hari kami sering bertemu karena rumahku dan rumahnya cukup dekat. Namun, setelah aku diterima di salah satu perguruan tinggi, aku pun harus meninggalkan kampung halaman demi mengejar pendidikan. Akhirnya, kami menjalani hubungan jarak jauh atau yang sering disebut sebagai LDR.
Pacarku yang sebentar lagi akan menjalani Ujian Nasional, mulai mengikuti pelajaran tambahan yang diadakan oleh pihak sekolah. Jadi setelah pulang sekolah, dia langsung mengikuti les tambahan. Malam harinya dia juga mengkaji kembali pelajaran yang telah disampaikan di sekolah.
Karena dia harus terus belajar setiap harinya, jadi waktu untukku sedikit berkurang. Kadang ketika aku mengirim pesan kepadanya dia sedang sibuk. Malam hari aku telepon, dia juga sibuk belajar. Tidak ada waktu sedikitpun untuk berbicara dengannya.
Pada akhirnya hubungan kami mulai diwarnai dengan pertengkaran. Aku menginginkan dia menyisahkan sedikit waktunya untukku. Namun karena Ujian Nasional, dia lebih fokus untuk belajar. Untuk mengatasi masalah ini, aku akhirnya mengalah. Aku berjanji untuk tidak mengganggunya sebelum Ujian Nasional selesai.
Hingga suatu hari, ada sebuah pesan masuk datang darinya. Dengan hati yang gembira, aku membalas pesannya. Aku melayani coletehannya mengenai kehidupannya di sekolah. Hingga sampai pada suatu pesan dia bilang ke saya,
“Roy, terimakasih sudah menemani diriku selama 2 tahun ini. Aku bahagia atas waktu yang telah kau habiskan untukku. Namun, sepertinya hubungan ini tidak bisa dilanjutkan lebih jauh lagi. Aku tidak tega melihat dirimu yang kesepian tanpa kehadiranku. Kini, aku memilih mundur dari kehidupanmu. Carilah pengganti diriku yang mampu habiskan waktu di setiap detiknya untukmu.”
Pesan itu sangat mengiris hatiku karena dia adalah pacar pertamaku. Aku sangat mencintai dirinya. Memang Menteri Pendidikan telah menetapkan Ujian Nasional sebagai salah satu syarat yang menentukan kelulusan. Namun, apakah harus dengan kata perpisahan untuk memuluskan jalan Ujian? Kira-kira saya harus menyalahkan siapa dalam kasus perpisahan ini? Dan apakah kita bisa balikan lagi? Mohon jawaban dan solusinya ya, Mojok untuk mengobati kegalauan ini. Terimakasih.
JAWAB
Hai Roy, yang sedang merasa patah hati karena diputusin oleh si cinta pertama. Sini-sini, kami peluk erat virtual dulu, siapa tahu bakal ngerasa lebih tenang menghadapi kenyataan yang bangsat banget itu.
Tapi, tidak perlu menyalahkan siapa-siapa dalam hal ini. Percayalah, mencari biang kerok yang bertanggung jawab mengenai ini hanya akan membuatmu lelah tanpa menemukan solusi apa-apa. Apa iya, kamu mau menyalahkan Menteri Pendidikan? Meskipun UN memang kerap kali menyebabkan putus cinta dan putus harapan, sungguh menyalahkannya hanya membuang-buang waktu dan tenaga saja.
Lantas, jika kamu tanya apakah kalian dapat balikan? Sebetulnya ini tergantung seberapa jauh usaha yang telah kamu lakukan untuk meminta dia mengaku khilaf telah memintamu putus. Misalnya, apakah kamu sudah pulang ke rumah dan mengunjungi rumahnya untuk membahas ini semua? Apakah kamu sudah betul-betul meyakinkan dia bahwa kamu tidak ada masalah apapun jika harus menyesuaikan diri dengan kegiatannya itu hingga dia menyelesaikan Ujian Nasional? Nah, dari usahamu itulah baru kamu sendiri yang bisa memperkirakan, berapa persen kemungkinan dia bisa kembali.
Kadang-kadang, memang butuh waktu untuk dapat meyakinkan seseorang. Kalau kamu merasa tidak dapat terlepas darinya, asal kamu kuat, tidak masalah untuk membiarkan dia fokus dengan sekolahnya terlebih dulu saat ini. Ya, jika memang alasannya putus karena ingin lebih fokus ke UN, datang lagi ke dia ketika kewajibannya itu selesai. Dengan harapan besar, semoga alasannya minta putus, memang betul ingin fokus UN. Bukan karena alasan lainnya yang menyakitkan, semacam: sedang PDKT dengan laki-laki lainnya yang lebih menarik, yang lebih terjangkau secara jarak, dan yang ada setiap saat.
Meski dalam hati kami yang terdalam, kami juga nggak yakin-yakin amat kalau fokus UN menjadi alasan yang sebenarnya. Toh, bukankah kamu sudah berusaha keras untuk menyesuaikan diri dengan jadwal kegiatannya sehari-hari yang sungguh padat itu—sampai-sampai tak ada sedikit pun waktu untuk memprioritaskan sedikit saja waktu untuk bercengkrama denganmu?
Roy, kalimat, “Aku tidak tega melihat dirimu yang kesepian tanpa kehadiranku. Kini, aku memilih mundur dari kehidupanmu,” itu kami rasa sangat wagu. Apakah kamu betul-betul yakin dengan alasannya ini?
Begini, Roy, pernyataan seolah-olah mengalah dan tidak tega dengan keadaanmu itu, sebetulnya hanya sedang menyelamatkan dirinya sendiri supaya citranya tidak rusak di depanmu. Dan tanpa kamu ketahui, meski telah kamu rasakan dan curigai, itu bukanlah alasan yang sebenarnya.
Perlu kami sampaikan lagi, bahwa kamu tidak perlulah sok membodohi diri sendiri dengan berharap dia akan kembali lagi padamu. Alasan klasik ini sudah terlalu sering terjadi. Intinya, ya, dia ingin putus. Mungkin karena bosan, mungkin sudah lelah, atau mungkin ada seseorang lainnya yang lebih menarik di hatinya. Namun, karena tidak enak jika memutuskan seseorang tanpa aada alasan. Oleh karena itu, alasan yang paling tepat untuk mengungkapkan itu semua adalah fokus UN. Klasik dan aman untuk nama baiknnya. Serta mudah diterima dengan akal sehat banyak orang.
Jika dia memang masih menyayangimu seperti dulu, harusnya putus tersebut justru merusak fokus belajarnya. Dalam putus, sebaik-baik apapun keadaannya pasti ada separuh jiwa yang pergi. Pasti ada salah satu sudut perasaan yang hilang. Ada kebiasaan yang tidak lagi ada. Ada seseorang yang meski jauh di sana, sudah tidak bisa menjadi sandaran.
Lagian, kalau waktu pacaran aja bisa mutusin karena ingin fokus belajar. Apa ya, kamu mau, kalau sudah menikah nanti kamu diceraiin karena dia ingin fokus bekerja maupun mengurus rumah?
Hidup memang keras, Kisanak. Kita tidak bisa menjadikan apapun yang saat ini melekat pada kita sebagai suatu hal yang bergaransi. Apalagi kalau ini soal cinta. Sungguh, tak ada harapan apa-apa.