MOJOK.CO – Seorang lelaki menceritakan tentang kisah perang dingin dengan kekasihnya—yang akan segera dinikahinya, sejak ia memutuskan resign dari pekerjaannya.
TANYA
Dear Redaksi Mojok….
Perkenalkan nama saya mas-mas PSM (Pembaca Setia Mojok), karena saya sering membaca rubrik curhat di Mojok, saya tertarik untuk sedikit mencurahkan kerisauan yang memenuhi relung dalam hati saya ini kepada redaksi mojok yang sangat uwuwuwuw~
Langsung saja ke intinya tanpa memperpanjang perkenalan. Saya mempunyai pacar dan kami telah 4 tahun bersama dan 1 tahun ke belakang hubungan saya dan pacar menjadi lebih dekat karena kedua ortu kami sudah tau dan sepertinya setuju. Kami berdua pun telah memiliki rencana menikah dalam 1 tahun ke depan. Akan tetapi terjadi perubahan sikap pacar terhadap saya.
Beberapa bulan ini, ia menjadi lebih cuek dan tidak seperti biasanya. Hal ini sepertinya karena saya resign dari pekerjaan saya sebelumnya. Alasan resign ini, karena saya merasa tidak yakin dengan pekerjaan yang saya jalani dan ingin mencari pekerjaan lain. Saya telah menyampaikan keinginan untuk resign sejak satu tahun yang lalu pada pacar saya dan telah menjelaskan rencana saya ke depannya.
Sifat yang berubah cukup drastis ini membuat saya jengkel dan sering terjadi perdebatan antara kami. Perdebatan yang terjadi selalu mengerucut ke pertanyaan, apakah dia sudah tidak yakin dengan hubungan yang kami jalani sekarang? Namun, ia menjawab tetap yakin.
Lalu, saya juga bertanya, apakah keputusan saya untuk resign, membuat ortunya menjadi tidak setuju dengan hubungan kami? Ia pun menjawab tidak. Namun, ia bilang, bahwa ia hanya sedih dan belum bisa menerima kenyataan kalau saya resign.
Memang sejak awal saya sampaikan keinginan saya untuk mencari pekerjaan baru ini, ia seperti tidak setuju. Namun, saya yang menjalani pekerjaan tersebut, merasa tidak dapat menikmatinya dan justru merasa tertekan.
Saya sendiri jadi bingung, apa yang harus saya lakukan? Saya merasa hubungan kami menjadi tidak seperti dulu, karena terlalu sering berdebat dan tidak semenyenangkan dulu. Saya sudah mencoba sabar menghadapi dia yang tidak seperti dulu lagi selama beberapa bulan ini. Saya sudah mencoba menjelaskan semuanya, namun ia tetap tidak mengerti.
Dear Kru Mojok yang sangat uwuwuw, saya berharap curhatan ini bisa dijawab.
Terimakasih mylov.
Â
JAWAB
Oh, Mas PSM, sungguh rumit sekali masalah yang sedang kamu hadapi dengan Mbak Pacar. Saya melihat segala daya upayamu untuk menyelesaikan masalah di antara kalian berdua yang sepertinya masih belum juga nampak usai.
Sebetulnya, sudah benar apa yang kamu lakukan sebelum resign, yakni menceritakan tentang pekerjaan yang kamu inginkan, yang nantinya akan menjadi sandaranmu untuk menafkahinya. Namun di situ kamu tidak menyebutkan, apakah dia juga telah menceritakan keinginannya untuk hubungan kalian berdua? Saya khawatir, itu belum.
Namun saya harap, jika memang kamu belum bertanya padanya, itu bukan karena kamu tidak peduli dengan pendapatnya, namun memang sebatas lupa.
Mas PSM—oke, saya mulai bingung menyebut nama kamu—yang perlu kamu ketahui, dalam sebuah hubungan, bukan tentang dua orang yang berjalan sendiri-sendiri. Ini tentang bagaimana kalian dapat berjalan bersamamu dalam terik dan hujan, berlarian ke sana ke mari dan tertawa. Saling beriringan.
Maka, sudah seharusnya kita tidak hanya peduli dengan diri kita sendiri. Ini bukan untuk membatasi keinginan dan kebebasan masing-masing dalam menyukai suatu bidang. Namun, jika kita telah memutuskan untuk berpasangan—apalagi ke arah yang lebih serius, maka kita butuh untuk saling toleransi. Supaya keinginan kedua pihak dapat saling terakomodasi.
Pasalnya, menikah memang bukan hanya perkara cinta. Namun juga tentang komitmen dan kesepakatan di antara kalian berdua. Sekali lagi, bukan untuk saling mengatur keinginan satu sama lain…
…namun justru untuk menemukan irisan di antara kalian, dua makhluk yang diciptakan berbeda.
Mas PSM, bukankah kamu sudah cukup lama mengenalnya dan menjadi pasangannya? Empat tahun, loh! Empat tahun sudah kalian memutuskan untuk bertahan. Lantas, benarkah kamu sungguh-sungguh tidak memahami apa yang diinginkan oleh perempuan jika kemarahannya tersebut bahkan tidak mengeluarkan kata-kata protes dan cacian?
Jawabannya: tentu sebuah kekecewaan yang cukup dalam.
Saya paham jika Mas PSM menganggap perempuan susah dipahami. Ya, memang seringkali seperti itu. Terkadang, banyak pikiran-pikiran yang bergelanyut dan dianalisa menggunakan rasa, bukan logika. Mungkin hal-hal semacam ini yang menjadikan kalian menjadi sulit untuk berkomunikasi. Apalagi jika topiknya menyangkut masa depan bersama.
Begini, Mas. Sebetulnya ini sungguh sederhana. Sudah jelas pula, bahwa dia berubah ketika kamu memutuskan resign dari pekerjaan. Toh dia juga menjawab, kalau dia masih sedih dan belum menerima ketika kamu memutuskan untuk resign, kan?
Mas, yang namanya perempuan, selalu menginginkan keadaan ekonomi pasangannya telah cukup settle sebelum membina rumah tangga. Oh, tunggu dulu, jangan kamu anggap ini matre. Ini masalah keterjaminan kehidupan di masa depan. Ini masalah bagaimana nanti orang tuanya betul-betul rela melepaskan anak perempuannya untuk menjadi tanggung jawab orang lain.
Saya rasa, ia menganggap keputusanmu untuk keluar dari pekerjaan, bukanlah keputusan yang baik bagi keuangan kalian nanti. Apalagi kamu memutuskan resign ketika kalian telah merencanakan sebuah pernikahan dalam waktu dekat.
Mas PSM, sungguh, bagi seorang perempuan, ini bukan menjadi pertanda keseriusan.
Namun, bukan berarti kamu harus menyerah begitu saja. Katanya, orang yang sedang merencanakan pernikahan, memang akan dihadapkan dengan permasalahan yang tidak terbayangkan sebelumnya. Biasanya, pasangan akan saling menemukan fakta-fakta baru yang—seringkali—membuat kaget.
Ya, katanya sih gitu. Saya sebetulnya tidak tahu pasti. Lha wong saya malah masih belum mempersiapkan pernikahan. Namun saya harap, kalian dapat menghadapi masalah ini bersama-sama.
Lantas, jika kamu memang betul-betul membutuhkan saran dari kami. Maka hanya ada satu: berkomunikasilah dengannya dari hati ke hati dan saling terbuka satu sama lain.
Yang namanya keterbukaan komunikasi, tentu ‘ada peluang’ keluar kata-kata menyakitkan yang mungkin sejak lama hanya dapat dipendam. Tidak masalah. Karena yang terpenting kalian sama-sama tahu bahwa kata-kata ‘tidak terduga’ itu adalah cara kalian untuk menyelesaikan masalah, untuk lebih saling memahami—sebetulnya apa kemauan—satu sama lain.
Jika kalian berhasil menghadapi ini, tulis saja pengalamanmu itu dan kirimkan ke Mojok. Siapa tahu, justru dapat menginpirasi pria-pria lain yang ingin resign dari pekerjaannya padahal sudah ditagih untuk segera menikahi kekasihnya.
Lagian kalau tayang kan lumayan, honornya bisa jadi tambahan modal nikah.