MOJOK.CO – Sebenarnya, kenapa sih harus ada bendera setengah tiang di 30 September? Apakah karena sesuatu yang tidak selesai itu pasti menyakitkan?
Jamak ditemui, dalam peringatan 30 September, bendera setengah tiang berkibar di rumah-rumah warga hingga lembaga pemerintahan. Bukan tanpa alasan, bendera setengah tiang ini disebutkan sebagai tanda berkabung dan mengenang pahlawan yang tewas akibat peristiwa G30S/PKI.
Ah, jangankan 30 September. Pun, di Hari Pahlawan, hari meninggalnya mantan presiden, hingga hari terjadinya bencana nasional, bendera setengah tiang bisa dijumpai. Bahkan kabarnya, asrama mahasiswa Sulawesi Tengah di Yogyakarta pun tengah mengibarkan bendera setengah tiang sebagai tanda duka cita atas bencana gempa dan tsunami yang terjadi di Palu dan Donggala. Bukan cuma di Indonesia, kebiasaan ini ternyata juga berlaku di negara-negara tetangga.
Tapi sebenarnya, kenapa sih harus setengah tiang??? Kenapa bendera yang nggak mentok sampai ke ujung tiang ini justru jadi tanda berkabung??? Apakah karena sesuatu yang tidak selesai itu pasti menyakitkan???
Ternyata, mylov, kebiasaan ini memiliki asal usul sejarah. Konon, segalanya bersumber dari sebuah kapal di perairan Inggris. Hmm, penasaran nggak, nih?
*jeng jeng jeng*
Cerita bermula dari abad ke-17. Kala itu, pelaut-pelaut Inggris sedang berlayar di lautan (yaiyalah).
Bendera setengah tiang—atau disebut juga dengan istilah half-mast atau half-staff—muncul pertama kali pada tahun 1612. Kapten kapal Inggris Heart’s Ease meninggal dunia dalam perjalanannya ke Kanada. Saat itu, kapal akhirnya kembali ke London.
Untuk menunjukkan perasaan sedih dan berkabung, awak kapal yang lain memutuskan untuk mengibarkan bendera kebangsaan mereka, yaitu The Union Jack. Kenapa harus bendera kebangsaan Inggris? Ya karena mereka orang Inggris, bukan orang Indonesia. Lagi pula, di tahun segitu, Indonesia juga belum merdeka.
Hehe. Jangan marah dong, kan lagi bercanda. Hehe.
Ternyata, selain bendera negara, mereka juga ingin mengibarkan “bendera kematian yang tak terlihat” alias pura-puranya ada bendera kematian sebagai simbol duka cita. Nah, bagaimana caranya agar kedua bendera ini—baik yang terlihat maupun tidak—bisa berkibar bersamaan, padahal tiangnya cuma satu?
Pada keputusan selanjutnya, bendera kebangsaan mereka sengaja dikibarkan tidak pada ujung tiang. Bendera pun jadi berada di posisi lebih rendah agar bagian ujung tiang bisa dipakai untuk mengibarkan “bendera kematian yang tak terlihat” tadi. Meski bendera kebangsaan kala itu tidaklah tepat di posisi setengah tiang (hanya berjarak satu bendera dari ujung tiang), kebiasaan pengibaran bendera setengah tiang pun akhirnya berlangsung sebagai tanda berkabung.
Gimana, gimana, sudah paham, kan?
Lantas, pada hari-hari yang seperti apakah kita dapat mengibarkan bendera merah putih di posisi setengah tiang? Apakah kalau kita merasa sedih dengan kebijakan pemerintah dan panggung politik yang kian lucu dan komedik, kita boleh mengibarkan bendera setengah tiang???
Meski pilihan terakhir tampak menggoda untuk dilakukan, ternyata ada hari-hari tertentu di Indonesia yang memang sudah ditetapkan sebagai hari pengibaran bendera setengah tiang. Selain tanggal 30 September ini, bendera setengah tiang di Indonesia dikibarkan pada:
1. tanggal 26 Desember, untuk memperingati tragedi bencana tsunami dan gempa bumi di Aceh tahun 2004,
2. hari kematian presiden, wakil presiden, mantan presiden, atau tokoh besar dan penting lainnya di Indonesia,
3. hari kematian (hingga seminggu berikutnya) Soekarno, Soeharto, dan Gus Dur, serta
4. hari berkabung nasional lainnya.
Yang menjadi pertanyaan berikutnya sejak dulu adalah: gimana cara kita mengibarkan bendera setengah tiang? Apakah kita hanya perlu mengereknya sedikit-sedikit sampai tengah, lalu ikat seperti biasa?
O, ternyata, tidak semudah itu, mylov. Pengibaran bendera setengah tiang agaknya bisa kita analogikan dengan kalimat “usaha dulu, pasrah kemudian”. Wah, wah, maksudnya gimana, nih???
Kenapa “usaha dulu”? Soalnya, saat akan mengibarkan bendera di tengah-tengah tiang, ternyata kita harus menaikkan bendera hingga mendekati puncak tiang terlebih dulu untuk beberapa saat. Ibaratnya, dalam hidup, kita memang harus berusaha sekeras mungkin untuk mencapai tujuan yang kita kejar. Gitu.
Nah, setelah sudah berusaha mati-matian, kini tiba waktunya kita untuk “pasrah kemudian”. Artinya, karena kita sudah berusaha, nggak perlulah kita tetep ngotot dan maunya ada di puncak terus. Sesekali, mundurlah sebentar agar bisa melihat dengan perspektif baru.
Maka, setelah bendera sampai ke puncak, kini turunkanlah ia hingga setengah tiang. Voila: jadi, deh, bendera setengah tiangnya!
Bukan cuma pengibarannya, penurunan bendera setengah tiang pun punya caranya tersendiri. Konon, sebelum kita menurunkannya langsung, kita juga harus menaikkan bendera tadi hingga mendekati puncak tiang terlebih dahulu, sebelum akhirnya diturunkan sepenuhnya.
Apa? Ribet? Tenang, masang bendera setengah tiang di tanggal 30 September ini nggak seribet hidupmu, kok, Beb~